Mohon tunggu...
arifah wulansari
arifah wulansari Mohon Tunggu... Administrasi - lifestyle blogger

Menulis untuk belajar. Kunjungi blog saya di www.arifahwulansari.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pahlawan-Pahlawan di atas Kapal VLGC Pertamina

14 Oktober 2014   19:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:03 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak pernah terbayangkan dalam benak saya jika suatu hari saya berkesempatan mengunjungi kapal pengangkut gas Elpiji terbesar di dunia yang dimiliki oleh Pertamina. Saat diumumkan bahwa saya merupakan salah satu kompasianer beruntung yang akan di ajak mengikuti acara Blog Visit Pertamina ke Bali, saya sempat mengira bahwa mungkin saya akan diajak mengunjungi depo pengisian gas Elpiji Pertamina yang berlokasi di daratan. Namun perkiraan saya meleset, ternyata kami semua diajak menyeberang ke tengah samudra dimana di sana bersandar 2 buah kapal yang sangat besar milik pertamina yang bentuknya mirip kapal induk militer.


Kapal besar tersebut biasa disebut dengan istilah kapal VLGC (Very Large Gas Carier). Perjalanan menuju ke kapal ini bukan merupakan perjalanan yang singkat. Dari Bali kami serombongan harus berangkat pagi-pagi karena hanya ada 1 pesawat saja yang terbang dari Bali ke Banyuwangi setiap harinya pada jam 07.10 WITA. Jika sampai terlambat terpaksa kami harus menempuh perjalanan via jalur darat yang tentunya akan membutuhkan waktu lebih lama lagi. Dengan menumpang pesawat Garuda Indonesia ATR 72-600 akhirnya sampai juga kami ke Bandara Blimbingsari Banyuwangi setelah menempuh perjalanan udara sekitar 40 menit. Setiba di Bandara sudah ada bus yang menunggu kami untuk segera melanjutkan perjalanan ke Situbondo  menuju kantor PT Pertamina Marine Region V-STS Kalbut.

14131925242026926198
14131925242026926198

14132622482065995707
14132622482065995707
Di Kalbut rombongan kami langsung disambut oleh karyawan kantor setempat. Pelampung mulai dibagikan, karena kami akan diajak menyeberang lautan dengan menggunakan perahu dan tug boat untuk menuju ke kapal VLGC Pertamina. Sebelum berangkat, kami semua diberikan informasi bahwa selama berada di atas kapal VLGC pertamina kami tidak boleh menyalakan handphone, tidak boleh membawa korek api dan tidak boleh memotret menggunakan flash light. Gas yang diangkut di dalam kapal VLGC Pertamina masih merupakan gas murni sehingga jika terjadi kebocoran, kita sama sekali tidak akan mencium baunya. Maka dari itu prosedur keamanan tingkat tinggi benar-benar diterapkan di kapal ini demi menjaga keamanan bersama.

14132634641077935225
14132634641077935225

Pengalaman pertama kali menginjakkan kaki di atas kapal VLGC Pertamina telah membuat saya terkagum-kagum. Gimana nggak kagum, bisa berada di atas kapal yang memiliki pajang 225 meter, lebar 37 meter dan tinggi 51 meter merupakan pengalaman yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya dalam hidup saya. Apalagi saya ini sebenarnya mabuk laut, namun entah kenapa kemarin saat mengikuti tour visit ke kapal gas pertamina mabuk laut saya langsung sembuh..hehehe.. Kapal VLGC Pertamina ini merupakan  Kapal gas terbesar di dunia dengan kapasitas angkut 45.000 metrik ton elpiji yang digunakan untuk memasok kebutuhan elpiji bagi kawasan timur Indonesia. Kapal ini sangat jarang dikunjungi masyarakat. Rombongan kami ini mungkin bisa dicatat dalam sejarah per-bloggeran Indonesia karena kami adalah rombongan blogger pertama yang berhasil naik ke kapal LPG milik Pertamina ini.
Kekaguman saya tak berhenti sampai disitu saja. Begitu memasuki kabin dalam kapal saya semakin kagum manakala melihat keramahan dan kesederhanaan para awak yang bertugas di dalam kapal. Mereka semua menyambut kedatangan kami dengan suka cita, bahkan kami diajak makan-makan bersama sambil menikmati alunan musik yang membuat suasana jadi terasa semakin santai dan menyenangkan. Usai menikmati santap kuliner, Kapten Kosim selaku pimpinan tertinggi di atas kapal segera mengajak kami berkeliling dan menjelaskan tentang pengoperasian kapal VLGC senilai 73 Juta Dollar AS ini.

14132624141228744908
14132624141228744908

Kapal ini didatangkan dari Korea Selatan pada tanggal 21 Mei 2014. Meski merupakan kapal buatan luar negeri namun semua awak yang bekerja di dalam kapal ini adalah orang-orang asli Indonesia. Sebagai perusahaan negara, Pertamina memang sudah berkomitmen bahwa Pertamina hanya akan menggunakan SDM asli Indonesia saja dalam rangka menjaga ketahanan energi di seluruh penjuru nusantara. Kapal VLGC ini memiliki 4 tabung besar yang berfungsi untuk menampung propane dan butane dalam bentuk liquid. Kedua zat tersebut didinginkan hingga mencapai titik beku tertentu dan akan dipanaskan hingga suhu 6 derajat celcius manakala akan dilakukan pengisian ship to ship. Proses pengisian ini melibatkan kapal pengangkut gas dengan ukuran yang lebih kecil. Selanjutnya kapal pengangkut gas dengan ukuran yang lebih kecil tersebut akan membawa muatan 50% propane dan 50% butane menuju ke daratan untuk diisikan lagi ke dalam truk tangki pengangkut gas dan selanjutnya akan dimasukkan ke dalam tabung-tabung gas ukuran 3 kg, 12 kg atau 50 Kg dan kemudian didistribusikan ke masyarakat.

1413264638622603208
1413264638622603208

Menyaksikan sendiri bagaimana pengoperasian kapal VLGC milik Petamina serta mendengar langsung penjelasan dari Kapten Kosim tentang perjalanan gas Elpiji dari asal mulanya hingga berakhir di dapur rumah kita masing-masing, membuat saya jadi semakin paham bahwa memang butuh biaya operasional yang tidak sedikit dalam rangka menjaga pasokan gas elpiji di Indonesia tetap lancar. Apalagi gas Elpiji yang digunakan di Indonesia harus didatangkan dengan cara impor dari Arab Saudi, bukan dari sumber daya alam yang kita miliki sendiri. Kenapa bisa begitu ? karena pasokan Elpiji yang kita miliki hanya ada di Bontang dan jumlahnya sangat jauh dari cukup jika digunakan untuk memenuhi kebutuhan elpiji secara nasional. Gas alam lain yang dikatakan jumlahnya melimpah ruah sebenarnya merupakan jenis gas LNG yang memiliki tekanan lebih besar daripada gas LPG. Sebenarnya Pertamina mampu menciptakan teknologi dimana gas LNG yang digunakan sebagai bahan bakunya, namun kenyataannya saat ini kilang gas LNG yang dimiliki Indonesia masih berada dalam penguasaan asing karena terikat kontrak yang dibuat oleh para petinggi politik kita di masa lalu. Jadi yang bisa dilakukan saat ini hanya menunggu kapan kontrak tersebut habis masanya, dan kita tidak bisa melakukan apa-apa selain impor Elpiji dari luar negeri.


Itulah sebabnya Kapten Kosim juga sempat curhat dalam diskusi kemarin, bahwa harga jual gas Elpiji di Indonesia memang masih tergolong sangat rendah. Maka sangat tidak heran jika hingga saat ini Pertamina masih dinyatakan sebagai perusahaan yang merugi sebesar 7,73 Triliun. Apabila saat ini mulai diberlakukan kenaikan harga gas Elpiji 12 KG secara bertahap oleh Pertamina, tujuannya adalah untuk menutup biaya operasional yang membengkak dan uangnya bisa juga digunakan untuk investasi membeli kapal VLGC lagi. Kapal tersebut dapat dimanfaatkan untuk semakin memperlancar pasokan gas Elpiji bagi seluruh kawasan Indonesia. Selama ini Indonesia memang masih menyewa beberapa kapal milik asing. Tentu kondisinya akan lebih baik jika Indonesia mampu investasi kapal VLGC lebih banyak lagi. Ini bisa jadi aset nasional dan kita tidak perlu tergantung lagi pada kapal-kapal milik asing. Kondisi seperti ini tidak banyak orang yang tahu. Namun sayangnya masih banyak aktivis, mahasiswa atau politikus yang suka 'sok tahu' berteriak-teriak, komentar negatif sana sini tanpa mau memahami permasalahan yang sebenarnya terkait masalah elpiji ini. Jika Kapten Kosim dan anak buahnya boleh mengeluh mungkin mereka akan bilang.."sakitnya tuh disiniiiii"

14132638291553895186
14132638291553895186


Bertemu dengan para awak di atas kapal VLGC Pertamina, membuat saya semakin sadar bahwa dalam rangka memenuhi kebutuhan gas Elpiji di rumah kita masing-masing, ternyata ada perjuangan dan pengorbanan yang telah dilakukan oleh orang-orang yang tidak pernah kita kenal sebelumnya. Mereka adalah Kapten Kosim dan seluruh anak buahnya. Mereka rela hidup berbulan-bulan di tengah samudera demi menjaga agar pasokan gas Elpiji bagi kita selalu lancar tanpa kendala. Mereka rela tidak pulang dan tidak bertemu dengan keluarga minimal selama 9 bulan lamanya demi memastikan ketahanan energi nasional tetap terjaga. Mereka rela tidak melihat daratan dan menempuh perjalanan laut hingga berkilo-kilo meter jaraknya demi mengantarkan pasokan gas elpiji bagi rakyat Indonesia yang bermukim di daerah-daerah terpencil. Bahkan mereka berani mengambil resiko setiap hari hidup dan tidur di atas timbunan gas propane dan butane seberat 45.000 metrik ton, terombang-ambing di tengah samudera dengan segala resikonya seperti siap menghadapi badai, taifun, air pasang bahkan menerima resiko kemungkinan terjadinya tsunami yang jika sampai terjadi hal ini bisa saja berpotensi menimbulkan ledakan yang dahsyat. Mungkin hampir sama dahsyatnya dengan ledakan bom atom. Mereka semua berani menghadapi segala resiko tersebut. Dengan penuh dedikasi dan profesionalisme yang tinggi mereka selalu siap menjaga keamanan dan keselamatan dari kapal VLGC ini agar hal-hal buruk tersebut jangan pernah sampai terjadi di Bumi Pertiwi yang kita cintai ini.

Jika kapal-kapal dan pasukan marinir punya tugas menjaga keamanan perairan Indonesia dari invasi asing, maka kapal dan seluruh awak di dalam kapal VLGC Pertamina ini juga punya tugas yang tak kalah mulia yaitu menjaga ketahanan energi bagi seluruh kawasan di penjuru nusantara. Bagi saya mereka adalah pahlawan-pahlawan bidang energi yang perlu mendapat apresiasi tersendiri. Berkat jasa mereka, saat ini kita semua bisa mendapatkan gas elpiji dengan akses yang mudah dan harga yang relatif cukup terjangkau.



“Every society needs heroes. And every society has them. The reason we don't often see them is because we don't bother to look.

There are two kinds of heroes. Heroes who shine in the face of great adversity, who perform an amazing feat in a difficult situation. And heroes who live among us, who do their work unceremoniously, unnoticed by many of us, but who make a difference in the lives of others.

Heroes are selfless people who perform extraordinary acts. The mark of heroes is not necessarily the result of their action, but what they are willing to do for others and for their chosen cause. Even if they fail, their determination lives on for others to follow. The glory lies not in the achievement, but in the sacrifice.”
Susilo Bambang Yudhoyono

14132657321387497485
14132657321387497485

Semoga Tuhan selalu melindungi dan meridhoi setiap langkah mereka semua dan mencatatnya sebagai amal ibadah dengan nilai pahala tak terhingga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun