***
Kali ini Areta bertemu dengan Zidan dalam mimpinya. Bersama putri kecilnya, Zidan menghadiri suatu acara di rumah Areta. Kedatangannya membuat Areta sedikit terkejut. Areta menoleh ke kanan dan ke kiri mencari istri Zidan, namun tak ia temukan. Ia mencoba untuk berkomunikasi dengannya, tapi Zidan terlalu jauh, sehingga tak dapat mendengar apa yang Areta katakan.
Kring,,
Suara alarm pun membangunkannya. Namun ia tak bergegas bangun empuk yang ia pakai masih sangat nyaman, sehingga membuatnya terpikat untuk memejamkan mata kembali. Ia menarik selimut yang mulai menjauhkan diri darinya. Perlahan matanya mulai terpejam kembali. Kemunculan sosok Zidan dalam mimpinya membuatnya terbangun kembali.
“Argh,, apa yang kamu lakukan Zidan sehingga kau masih mengikutiku di dalam dunia mimpi,” lirihnya.
Ia bingung, apa yang membuat Zidan sering muncul dalam mimpinya, padahal ia tidak merasa masih menyukainya. Mungkin kenangan tiga tahun bersamanya enam tahun yang lalu masih terekam manis dalam alam bawah sadarnya.
Pikirannya mulai melayang dalam dunia lamunan. Wajahnya datar dan penuh kesenduan. “Andai kau di sini Ibu. Aku ingin sekali berbagi cerita dan meminta nasehat-nasehatmu. Aku tidak tahu bagaimana cara menjalani masa-masa dewasaku.”
Ia teringat ketika ia bermanja-manja dengan Ibunya. Meskipun ketika di sekolah maupun di kampus Areta begitu aktif dan mandiri, namun ketika berada di rumah, ia seperti kucing kecil yang selalu ingin dimanja. Ia sering tidur di pangkuan sang ibu. Sesekali tidur sambil memeluk ibunya. Namun, semua itu tinggallah sebuah kenangan, karena sang ibu telah berpamitan menuju surga-Nya.
***
Areta membuka smartphonenya yang baru saja mengedipkan cahaya. Ternyata itu pemberitahuan pesan Whatsapp masuk. Ia bergegas membukanya.
“Areta, sudah punya calon?” Isi pesan Whatsapp dari Gus Fatah, pengasuh pesantren tempat ia menuntut ilmu selain sebagai mahasiswa.