Air. Seluruh penduduk dunia pasti sepakat bahwa air adalah kebutuhan utama. Nyaris, manusia tidak mungkin hidup tanpa air. Air adalah sumber kehidupan. Baik untuk pertanian, perkebunan, industri, hingga kegiatan sehari-hari, manusia sangat membutuhkan air. Air menjadi komposisi utama, bahkan kandungan air dalam tubuh manusia lebih dari 60 %, dan kompoisi air di bumi lebih dari 70 %.
Faktanya, 97,5% dari air di bumi adalah air laut dan hanya 2,5 % air tawar yang bisa dikonsumsi dan 50% persediaan air minum dunia hanya terdapat di 6 negara yaitu Brazil, Rusia, Kanada, Indonesia, China dan Kolumbia. Kenyataan tersebut ditutup dengan fakta miris bahwa lebih dari sepertiga populasi dunia hidup di tempat dengan persediaan air yang minim. Lalu, mengapa manusia seolah belum menyadari, bahwa dunia dalam kekhawatiran krisis air?
Ya, air adalah SDA yang terbarukan, lalu apakah itu yang membuat kita terlena dan merasa aman? Musim kemarau tahun ini, bisa jadi pelajaran bagi kita, bahwa alam tak selamanya melayani kita. Daerah-daerah yang sebelumnya tak pernah mengalami kekeringan parah, kini diuji dengan kenyataan sumur-sumur yang kerontang dan sungai yang mengering. Tak percaya?
Mari kita beranjak sejenak ke wilayah Indonesia Timur, tepatnya Manokwari. Hampir tidak pernah mendapat ujian kekeringan, kini sumur-sumur warga di beberapa lokasi di Manokwari, nyaris demo dengan hanya menyajikan air sekadarnya, seperti di Distrik Sidey misalnya.
Jika kekeringan di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, kita anggap hal biasa, maka bisa dilihat sendiri pada pemberitaan layar kaca, di berbagai daerah sawah-sawah mati kering, tanah-tanah retak tak beraturan. Waspada kekeringan sudah digencarkan di berbagai daerah. Ini juga tidak cukup membuat kita peduli?
Akses air bersih bahkan belum merata di seluruh nusantara, di beberapa daerah seperti di Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah misalnya, air bersih adalah mimpi harian yang tak ada ujungnya. Jangankan memperoleh air yang bersih (bening), air berwarna pun kadang susah didapat. Begitu sulitnya mencari mata air bersih, warga di Kecamatan Seruyan, sangat mengandalkan Sungai. Air Sungai pun bukan yang layak, umumnya bewarna kecoklatan yang sangat bisa diyakini, tak mungkin orang Kota (Jakarta misalnya) sanggup mandi dengan air seperti itu.
Derita kekeringan bukan cerita orang-orang daerah, warga Jakarta pun kini mulai resah. Saya menyaksikan sendiri keseharian warga di dua lokasi berbeda, di Kelurahan Pegangsaan, Menteng dan Kelurahan Ragunan, Pasar Minggu. Mencari air menjadi aktivitas baru bagi warga di kedua lokasi tersebut. Warga mulai sibuk ‘mengumpulkan’ air dari sumber air satu-satunya yang tidak kering mulai dini hari.
Cara termudah yang bisa kita lakukan untuk melalui ‘ujian’ ini adalah hemat dan menghargai. Hemat tidak melulu terkait uang, dan menghargai, bukan hanya pada sesama, namun juga menghargai alam. Banyak cara untuk menghemat air, namun sesuatu yang besar bisa dimulai dari hal kecil terlebih dahulu.
Mari menghemat air dengan konsep TRR (Turn off-Reduce-Reuse).
Melalui konsep turn off, reduce dan reuse ini, semoga saya dan anda tergerak untuk dispilin menghemat air sebagai wujud menghargai alam. Meskipun air SDA terbarukan, namun dengan fakta proses pembaharuan air memakan waktu lama, penting bagi kita untuk memulai menghemat air sehingga anak cucu kita kelak tidak perlu hidup miris berjuang mencari air.
Jika sekarang kita masih punya air, tak ada yang bisa memastikan kita akan selamanya memperoleh air. Indutrialisasi, meningkatnya populasi, berkurangnya hutan menjadi momok menakutkan dan bahan waspada krisis air, karena prediksi 2035 kita benar-benar berada dalam bahaya krisis air global. Mari bertindak, mari menghargai alam, dan mari mengajak keluarga dan kerabat untuk memulai hemat air. Salam sayang untuk air, sayang untuk bumi. Masih Punya Air?.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H