Mohon tunggu...
Inovasi

Masih Punya Air?

31 Oktober 2015   18:10 Diperbarui: 31 Oktober 2015   18:16 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Air. Seluruh penduduk dunia pasti sepakat bahwa air adalah kebutuhan utama. Nyaris, manusia tidak mungkin hidup tanpa air. Air adalah sumber kehidupan. Baik untuk pertanian, perkebunan, industri, hingga kegiatan sehari-hari, manusia sangat membutuhkan air. Air menjadi komposisi utama, bahkan kandungan air dalam tubuh manusia lebih dari 60 %, dan kompoisi air di bumi lebih dari 70 %.

Faktanya, 97,5% dari air di bumi adalah air laut dan hanya 2,5 % air tawar yang bisa dikonsumsi dan 50% persediaan air minum dunia hanya terdapat di 6 negara yaitu Brazil, Rusia, Kanada, Indonesia, China dan Kolumbia. Kenyataan tersebut ditutup dengan fakta miris bahwa lebih dari sepertiga populasi dunia hidup di tempat dengan persediaan air yang minim. Lalu, mengapa manusia seolah belum menyadari, bahwa dunia dalam kekhawatiran krisis air?

Ya, air adalah SDA yang terbarukan, lalu apakah itu yang membuat kita terlena dan merasa aman? Musim kemarau tahun ini, bisa jadi pelajaran bagi kita, bahwa alam tak selamanya melayani kita. Daerah-daerah yang sebelumnya tak pernah mengalami kekeringan parah, kini diuji dengan kenyataan sumur-sumur yang kerontang dan sungai yang mengering. Tak percaya?

Mari kita beranjak sejenak ke wilayah Indonesia Timur, tepatnya Manokwari. Hampir tidak pernah mendapat ujian kekeringan, kini sumur-sumur warga di beberapa lokasi di Manokwari, nyaris demo dengan hanya menyajikan air sekadarnya, seperti di Distrik Sidey misalnya.

Jika kekeringan di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, kita anggap hal biasa, maka bisa dilihat sendiri pada pemberitaan layar kaca, di berbagai daerah sawah-sawah mati kering, tanah-tanah retak tak beraturan. Waspada kekeringan sudah digencarkan di berbagai daerah. Ini juga tidak cukup membuat kita peduli?

Akses air bersih bahkan belum merata di seluruh nusantara, di beberapa daerah seperti di Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah misalnya, air bersih adalah mimpi harian yang tak ada ujungnya. Jangankan memperoleh air yang bersih (bening), air berwarna pun kadang susah didapat. Begitu sulitnya mencari mata air bersih, warga di Kecamatan Seruyan, sangat mengandalkan Sungai. Air Sungai pun bukan yang layak, umumnya bewarna kecoklatan yang sangat bisa diyakini, tak mungkin orang Kota (Jakarta misalnya) sanggup mandi dengan air seperti itu.

Derita kekeringan bukan cerita orang-orang daerah, warga Jakarta pun kini mulai resah. Saya menyaksikan sendiri keseharian warga di dua lokasi berbeda, di Kelurahan Pegangsaan, Menteng dan Kelurahan Ragunan, Pasar Minggu. Mencari air menjadi aktivitas baru bagi warga di kedua lokasi tersebut. Warga mulai sibuk ‘mengumpulkan’ air dari sumber air satu-satunya yang tidak kering mulai dini hari.

Mungkin kenyataan di atas belum mampu menggambarkan fenomena menyedihkan akibat kekeringan namun memang bukan untuk itu saya menulis ini. Tulisan ini hanya berusaha menggambarkan bahwa kekeringan dan minim air, kini bisa jadi terjadi dimana saja. Lalu, apa yang bisa kita perbuat? Mengeluh tentu bukan solusi, mengadu pun bukan jawaban, karena kelestarian lingkungan bukan hanya menjadi tanggung jawab pihak pemerintah saja, ini tanggung jawab bersama.

Cara termudah yang bisa kita lakukan untuk melalui ‘ujian’ ini adalah hemat dan menghargai. Hemat tidak melulu terkait uang, dan menghargai, bukan hanya pada sesama, namun juga menghargai alam. Banyak cara untuk menghemat air, namun sesuatu yang besar bisa dimulai dari hal kecil terlebih dahulu.

Mari menghemat air dengan konsep TRR (Turn off-Reduce-Reuse).

Bagaimana caranya? Saya dan anda hanya bertugas untuk memulai langkah praktis ini dan kemudian menyebarkannya sehingga makin banyak orang yang sadar dan mulai menghemat air.

Matikan Keran. Cara sederhananya, saya dan anda hanya perlu mematikan keran air saat sedang mencuci piring (bukan membiarkan keran hidup sementara kita membersihkan piring), hal ini juga berlaku ketika kita mandi, dan kegiatan membersihkan diri lainnya (khususnya yang menggunakan westafel). Intinya, jangan biarkan air terbuang percuma. Bahkan saran saya ketika berwudhu, di sela-sela kita membasuh, matikan keran.

Mengurangi konsumsi air dengan 4 langkah sederhana. Pertama, kurangi penggunaan air dengan metode low flow fixtures and appliances. Anda dan saya cukup mengurangi volume keran air saat penggunaan (aliran air kecil), kemudian mencuci piring dan baju dengan tangan (bukan dengan mesin), jika menggunakan mesin mari kita usahakan dengan mengurangi pemakaian mesin setiap hari, misalnya kita hanya mencuci baju seminggu 2 kali (full loading). Dua cara jitu nan sederhana lainnya, anda dan saya hanya perlu mengurangi durasi mandi, yang otomatis, mengurangi penggunaan air dan terakhir dengan mengurangi flush toilet (cukup sekali flush saat penggunaan). Terkesan sederhana, namun jika ini kita lakukan, kita bisa memangkas konsumsi air harian. toilet, mencuci baju, dan mandi menyedot lebih dari 50 % konsumsi air rumah tangga. Mari kita gunakan air sewajarnya.

Menggunakan kembali. Caranya kita perlu berkreasi, cukup dengan menggunakan air bekas cuci buah dan sayuran untuk menyiram tanaman, atau air wudhu (menampung air sisa wudhu) dapat digunakan untuk menyiram tanaman, atau bahkan kegiatan membersihkan rumah.

Melalui konsep turn off, reduce dan reuse ini, semoga saya dan anda tergerak untuk dispilin menghemat air sebagai wujud menghargai alam. Meskipun air SDA terbarukan, namun dengan fakta proses pembaharuan air memakan waktu lama, penting bagi kita untuk memulai menghemat air sehingga anak cucu kita kelak tidak perlu hidup miris berjuang mencari air.

Jika sekarang kita masih punya air, tak ada yang bisa memastikan kita akan selamanya memperoleh air. Indutrialisasi, meningkatnya populasi, berkurangnya hutan menjadi momok menakutkan dan bahan waspada krisis air, karena prediksi 2035 kita benar-benar berada dalam bahaya krisis air global. Mari bertindak, mari menghargai alam, dan mari mengajak keluarga dan kerabat untuk memulai hemat air. Salam sayang untuk air, sayang untuk bumi. Masih Punya Air?.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun