Kerajaan Kutai tidak hanya dikenal karena sistem pemerintahan yang terstruktur dan pengaruh agama Hindu yang kental, tetapi juga karena peranannya dalam memperkaya kebudayaan dan identitas masyarakat Kalimantan pada masa itu. Peninggalan-peninggalan arkeologis seperti prasasti Yupa memberi kita gambaran tentang seberapa pentingnya literasi dan penulisan dalam kehidupan masyarakat Kutai. Aksara Pallawa yang digunakan dalam prasasti ini merupakan salah satu bentuk komunikasi tertulis yang diperkenalkan oleh para Brahmana dari India, menandakan adanya proses alih budaya yang signifikan di kalangan elit kerajaan.
Pengaruh budaya India tidak hanya terbatas pada agama dan tulisan, tetapi juga pada berbagai aspek kesenian, seperti seni rupa dan arsitektur. Meski jejak arsitektur fisik dari Kerajaan Kutai tidak sebanyak yang ditemukan di kerajaan-kerajaan Hindu lainnya di Nusantara, seperti Majapahit atau Sriwijaya, tetap jelas bahwa praktik-praktik keagamaan dan upacara-upacara kerajaan sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai Hindu. Bukti lain dari interaksi budaya tersebut adalah penyebaran bahasa Sanskerta dan penggunaan aksara India dalam dokumen resmi kerajaan.
Seni tari dan musik juga berperan penting dalam kehidupan kerajaan dan keagamaan, di mana ritual dan upacara selalu diiringi dengan tarian yang mengekspresikan penghormatan terhadap para dewa. Bentuk seni ini, meskipun sederhana, memainkan peran penting dalam melestarikan nilai-nilai kebudayaan Hindu di Kutai dan membedakannya dari tradisi-tradisi asli yang sudah ada sebelumnya.
Keberadaan Kerajaan Kutai dan pengaruhnya pada perkembangan agama, ekonomi, dan sosial di Kalimantan meninggalkan warisan budaya yang penting bagi Indonesia. Meski saat ini Kutai telah lama runtuh, pengaruhnya masih terasa dalam kehidupan masyarakat lokal, terutama dalam bentuk tradisi dan adat istiadat yang masih dipertahankan. Sebagai salah satu kerajaan Hindu tertua di Nusantara, Kutai telah membuka jalan bagi pengenalan agama Hindu di Indonesia dan berperan dalam membangun fondasi awal bagi kerajaan-kerajaan besar yang akan muncul kemudian.
Salah satu bidang yang menarik untuk dikaji dalam Kerajaan Kutai adalah sistem pemerintahannya, terutama dalam hal struktur kekuasaan dan peran raja. Sistem monarki absolut yang diterapkan di Kutai, di mana kekuasaan tertinggi berada di tangan raja, merupakan model pemerintahan yang umum di kerajaan-kerajaan Hindu pada masa itu. Raja tidak hanya berperan sebagai pemimpin politik, tetapi juga sebagai sosok religius yang dianggap memiliki hubungan langsung dengan para dewa. Legitimasi kekuasaan raja sebagian besar didasarkan pada kepercayaan bahwa ia adalah wakil Tuhan di bumi, sehingga kekuasaan dan kebijakan yang diambil dianggap suci dan tidak dapat diganggu gugat.
Dalam sistem ini, kekuasaan bersifat sentral dan hirarkis, di mana raja dibantu oleh bangsawan serta pejabat kerajaan untuk mengelola wilayah dan rakyatnya. Raja Mulawarman, salah satu raja terbesar Kutai, misalnya, dikenal karena pemerintahannya yang kuat serta kemurahan hatinya terhadap kaum Brahmana. Hubungan antara raja dan kaum Brahmana sangat erat, karena Brahmana memainkan peran penting dalam mendukung legitimasi dan stabilitas kekuasaan raja melalui ritual keagamaan dan nasihat spiritual.
Jika kita bandingkan dengan sistem pemerintahan masa kini, terutama di Indonesia, perubahan yang paling mencolok adalah bahwa sistem monarki absolut seperti di Kutai tidak lagi menjadi model pemerintahan yang dominan. Saat ini, Indonesia menganut sistem pemerintahan republik yang demokratis, di mana kekuasaan tertinggi tidak lagi dipegang oleh seorang individu, melainkan dibagi antara berbagai lembaga negara yang dipilih melalui proses pemilu. Presiden, sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum, sebuah proses yang sangat berbeda dengan pewarisan kekuasaan dalam kerajaan-kerajaan seperti Kutai.
Dalam sistem demokrasi modern, kekuasaan tidak hanya tersebar di berbagai lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif, tetapi juga harus tunduk pada hukum konstitusional. Berbeda dengan Kutai, di mana hukum didasarkan pada nilai-nilai agama Hindu dan keputusan raja, Indonesia kini diatur oleh undang-undang yang disusun berdasarkan Pancasila dan Konstitusi UUD 1945. Sistem hukum modern memberikan batasan pada kekuasaan eksekutif dan memastikan bahwa kekuasaan negara tidak dijalankan secara otoriter.
Selain itu, peran agama dalam pemerintahan juga telah berubah drastis. Jika di Kutai agama (Hindu) sangat mempengaruhi kebijakan negara dan legitimasi raja, di Indonesia sekarang agama dan negara dipisahkan dalam konteks kebijakan nasional. Indonesia memang menghargai kebebasan beragama, namun pemerintahan bersifat sekuler dan tidak ada satu agama pun yang mendominasi urusan negara. Konsep pemimpin religius seperti raja di Kerajaan Kutai juga tidak lagi relevan di zaman sekarang, karena jabatan politik dipisahkan dari otoritas keagamaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H