Medan -- Pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung hampir selama 2 tahun ini sudah membawa banyak pengaruh kedalam kehidupan kita sehari hari. Akibat dari proses penyebaran virus Covid-19 yang cukup cepat, Pemerintah telah melakukan segala upaya untuk menekan angka penyebaran Covid-19 itu sendiri. Berbagai upaya yang telah dilakukan tersebut adalah seperti adanya pelaksanaan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), WFH (Work From Home) dan yang paling baru baru ini dilaksanakan yaitu PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) Darurat.data u-report indonesia
Semua upaya yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah nyatanya mengharuskan kita semua untuk meminimalisir kegiatan serta aktivitas diluar rumah. Hal ini menyebabkan adanya anak anak sekolah yang harus belajar dari rumah serta karyawan karyawan perusahaan yang harus bekerja dari rumah juga. Selain itu, adanya pemberlakuan PPKM darurat juga menekan penutupan tempat tempat umum seperti mall, restoran, caf, perkantoran hingga jalan raya.
Pembatasan aktivitas diluar rumah tentunya membawa pengaruh kepada kesehatan mental kita semua. Manusia sebagai makhluk sosial memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan manusia lainnya, sehingga dengan adanya pembatasan aktivitas serta interaksi diluar rumah, kita semua harus bertahan dengan sosialisasi seadanya dari rumah sendiri tanpa adanya interaksi dari luar rumah. Selain itu, penyebaran virus Covid-19 yang tinggi dan telah banyak memakan korban jiwa juga menciptakan rasa takut di kalangan masyarakat. Hal ini tentunya juga berperan pada kesehatan mental kita.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Medical News Today (MNT) di Amerika membuktikan bahwa dari 562 responden, 43% merasa cemas hampir setiap saat. Sebanyak 23 % merasa kehilangan rasa bahagia ketika melakukan apapun, dan sebanyak 32% terus menerus merasa takut akan situasi yang terjadi. 22% dari mereka juga mengakui bahwa untuk mengatasi rasa cemas, mereka mengkonsumsi alcohol lebih banyak dari jumlah biasanya.
Bagaimana dengan kesehatan mental di Indonesia? Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan Indonesia telah mencatat adanya 277 ribu kasus kesehatan jiwa (tercatat pada bulan Juni tahun 2020). Angka ini meningkat jauh apabila dibandingkan jumlah kasus pada tahun 2019 yaitu sebanyak 197 ribu kasus. Siti Khalimah, selaku Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza, Ditjen P2PL Kemenkes menyatakan bahwa adanya keterbatasan akses interaksi dan permasalahan sosial mengakibatkan banyaknya kasus depresi.
Berdasarkan data yang diperoleh oleh U-Report Indonesia yang dirilis pada bulan Agustus pada tahun 2020, dari 638 responden yang didominasi oleh remaja usia 15-19 tahun, remaja dewasa berusia 20-24 tahun dan anak anak berusia 0-14 tahun, sebanyak 53% setuju bahwa mereka merasa adanya tekanan lebih selama pandemi. Tekanan salama pandemi ini paling banyak berasal dari orang tua (38%) disusul oleh orang lain (30%), guru (14%) dan teman (13%).
Adanya tekanan secara berlebih dan kurangnya interaksi dengan dunia luar dapat menyebabkan munculnya gejala gejala dari gangguan kesehatan mental seperti stress. Hal ini dapat dikenali dari perubahan pola tidur, kesulitan untuk tidur, mudahnya kehilangan konsentrasi, emosi yang tidak stabil (lebih sensitif dan mudah marah) serta perasaan gelisah yang berlebihan tanpa alasan yang jelas.
Menurut Ibu Widiastuti selaku Dosen Psikologi dari Universitas Malikussaleh, terdapat berbagai cara yang dapat kita lakukan untuk menjaga kesehatan mental kita selama pandemi seperti adanya jadwal. "Penting bagi kita untuk senantiasa memiliki rutinitas untuk menjaga kesehatan mental kita. Ketika kita memiliki aktivitas yang terjadwal, kita akan cenderung merasa lebih tenang." Selain itu, kita juga dapat mencoba hal hal baru selama pandemi ini dan pastikan kita tetap melakukan aktivitas yang membuat kita senang. Menjaga keseimbangan dalam hidup jugalah penting, selain kesehatan mental terdapat juga kesehatan fisik yang harus kita perhatikan.
SELF-REWARD
Ibu Widiastuti juga menyinggung pentingnya self-reward. "Ketika kita sudah berhasil melakukan sesuatu, ada baiknya untuk memberikan penghargaan kepada diri sendiri sebagai bentuk apresiasi terhadap diri sendiri. Bentuk dari self-reward ini bisa beragam macamnya, dapat berupa perawatan tubuh, makan makanan yang kita sukai atau memberikan waktu kepada diri sendiri untuk bersantai."
Dengan adanya self-reward sendiri, kita dapat semakin mencintai diri sendiri pula, dan hal ini sangatlah berpengaruh terhadap kesehatan mental kita.. Ibu Widiastuti juga berpendapat bahwa masa masa pandemi ini dapat kita manfaatkan untuk semakin mengenali diri kita sendiri dan fokus kepada apa yang kita sukai dan senangi.
Berdasarkan dari U-Report Indonesia juga didapati bahwa dari 638 responden, 28% diantaranya memilih untuk mendengarkan lagu favorit untuk menghadapi stress yang dialami, 22% lainnya memilih untuk beristirahat, 15% memilih untuk melakukan kegiatan fisik dan 13% responden memilih untuk melaksanakan aktivitas yang membutuhkan kreativitas.
Hal hal diatas merupakan sebagian kecil dari aktivitas yang dapat kita laksanakan untuk menghibur diri sendiri selagi menjaga kesehatan mental kita selama pandemi Covid-19.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H