Kalau kita membuka wikipedia perihal Pemilihan Umum di Indonesia, bisa kita lihat bahwa Republik ini telah mengalami 10 kali Pemilihan Umum.
Dimulai dari tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004 dan yang terakhir 2009.
Pada tanggal 9 April 2104, kita akan mengadakan pesta demokrasi lagi, yang merupakan Pemilu ke 11.
Pemilu yang pertama bagi saya adalah Pemilu yang ke enam yang diadakan pada tahun 1992. Kontestan Pemilu pada tahun tersebut ada tiga yaitu Golkar, PPP dan PDI.
Pada waktu itu posisi saya sedang kuliah di STAN Jakarta. Pada hari H pencoblosan, kita para mahasiswa dan mahasiswi berbondong-bondong menuju bilik suara yang sudah disediakan dekat kampus. Dan sesuai dengan petunjuk bapak presiden, Golkar menang mutlak di TPS kampus.
Pemilu yang kedua bagi saya adalah pada tahun 1997.
Pada tahun tersebut, saya sudah resmi menjadi PNS yang ditempatkan di Kota Malang.
Pada masa kampanye, tiap hari para kontestan pemilu mengadakan pawai lewat depan kantor saya. Suasananya meriah, kadang ya bikin onar, bising, macet. Apalagi kalau PDI yang kampanye....pasti minggir semua.
“Rip, nama mu ada di daftar peserta kampanye tuh. Besok hari Minggu pagi disuruh Subag Umum kumpul di kantor,” kata Ali teman satu angkatan kepada saya.
“Wotttt....??? yang boneng loh Li?” kata saya setengah tidak percaya.
“Yang ikut siapa saja Li, banyak gak?”
“Banyak kok, yang usia dibawah 30 tahun dipaksa ikut semua,” jawab Ali dengan nada yang tak kalah gemesnya.
Terus terang, seumur-umur kita itu tidak pernah ikut kampanye turun ke jalan secara langsung. Paling pol kita cuman berdiri dipinggir jalan menonton kampanye sambil teriak-teriak “Naikkan gaji kitaaaa.....Naikkan tunjangan kitaaaaa....”
Apalagi pada tahun 1997 itu, posisi Golkar sudah mulai tidak disenangi masyarakat. Ya ada kekuatiran di hati kita, nanti kalau ada chaos pas kampanye siapa yang tanggung jawab?..kantor?
Tibalah hari Minggu tersebut.
Pagi itu, berkumpullah kurang lebih dua puluh pemuda terbaik pilihan Subag Umum di halaman depan kantor kita. Kepada mereka telah dibagikan kaos seragam berwarna kuning.
“Sodara-sodara sekaliyan yang mana daripada yang saya banggaken, terimakasih yang mana dari pada saya ucapken atas kesediaan yang mana dari pada sodaraa-sodara telah ikhlas untuk ikut berjuang yang mana dari pada kampanye..bla..bla..blaaaaa,” demikian arahan Sub Bag Umum kepada kita sebelum diberangkatkan menuju arena kampanye.
“Okee, kaosnya sudah dipakai semua kan. Silahkan masuk ke mobil dinas yang telah disediakan. Kita akan ke tempat kampanye bersama-sama,” lanjut Pak Subag Umum sambil menghitung para peserta kampanye.
Beberapa menit kemudian, sampailah kita di lapangan tempat diselenggarakannya kampanye itu.
Ditengah lapangan telah berdiri panggung yang megah. Terlihat seorang biduanita dangdut dengan kaos warna kuning nge hot sudah meliuk-liukkan tubuhnya. Dibawah panggung kerumunan penonton melihat dengan penuh fantasi liar.
“Loh, pada mau kemana itu..kita kumpul dulu disini,” teriak parau Pak Subag Umum.
“Mau lihat ndangdutan pak...ayo pak kalau mau ikut,” kata Ali mengajak Pak Subag Umum sambil berlari mendekati panggung tanpa menghiraukan teriakan Pak Subag Umum.
“Li, tunggu Li..,” kata saya.
Ali berlari menuju panggung hiburan tersebut berbaur dengan para simpatisan yang lainnya.
“Pak Subag Umum keliatan gak?” tanya Ali.
“Wis gak terlihat Li, yo po ki?”
Kami berdua bergegas meninggalkan arena kampanye tersebut. Dan kaos kuning tersebut kita kasihkan kepada tukang becak yang lagi istirahat di bawah pohon beringin.
Saya Arif Wibowo, merindukan hingar bingar kampanye jaman dulu....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H