Mohon tunggu...
Arif JMSH
Arif JMSH Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Siapa-siapa. Hanya rakyat kecil penghuni dunia tulis-menulis. http://jmshwords.blogspot.com

Bukan Siapa-siapa. Hanya rakyat kecil penghuni dunia tulis-menulis. http://jmshwords.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tentang Kesendirian

5 Mei 2012   23:50 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:39 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dalam sebuah situasi yang tenang. Dalam satu topik pemikiran yang sama. Seorang sahabat coba berkata pada sahabatnya yang lain, "bagiku, mau sendiri ataupun bersama ia seseorang yang terkasihi hati itu sama saja, membuatku pusing," lalu sahabat yang lainnya coba menanggapinya dengan berkata; "bagiku, bersama kekasih, hidup yang kupunya terasa lebih berwarna bahagia dalam setiap pengarungannya," lalu sahabat yang lainnya lagi coba menimpali kata-kata mereka tersebut; "tapi bagiku, sendiri lah yang terbaik, karna kita akan mendapatkan sebuah kebebasan yang sebebas-bebasnya. Dan takkan ada satu hal pun yang akan menghalangi kita tuk bersenang-senang."


Bercermin dari percakapan para sang sahabat tersebut diatas. Memang, didalam sebuah pengarungan cerita hidup, setiap langkah-langkah kaki seseorang yang tengah mengarunginya pasti akan melintas atau setidaknya singgah sejenak di sebuah situasi perenungan ataupun pemikiran tersebut. Dimana dalam situasi tersebut ada kalanya seseorang itu akan mengatakan bahwa status sedang sendiri ataupun sedang berdua dengan kekasihnya itu sebenarnya sama saja baginya. Namun disisi lain ada juga yang berkata bahwa bersama seorang kekasih itu adalah suatu hal termanis dan terindah baginya, ketimbang harus selalu memeluk status sendirinya. Dan ada satu pemikiran yang tak bisa diabaikan disini, bahwasanya ada juga yang berkata; sendiri lah yang terbaik baginya, ketimbang harus bersama seorang kekasih. Dan satu pemikiran yang terakhir itulah yang akan kita bahas disini untuk selanjutnya nanti.


Sejatinya, itu adalah hak mereka sepenuhnya dalam merenungi serta mengarungi jalan hidupnya, terserah apapun kalimat-kalimat pemikiran mereka tersebut. Karna bagi kita, tak ada satu alasan pun yang bisa kita jadikan pegangan bila seandainya segudang pemikiran dalam kepala kita ini sengaja ingin turut campur masuk ke dalam situasi perenungan ataupun pemikiran mereka tersebut. Karna nyatanya kita bukanlah siapa-siapa baginya. Namun bila diantara mereka tersebut adalah orang-orang terkasih yang selalu berada disekitar kita, apakah kita akan membiarkannya bergaul dengan sebentuk pemikirannya tersebut? Dimana ia berpikir bahwa sendiri lah yang terbaik baginya.


Yang perlu digaris-bawahi disini adalah; sang kesendirian memang akan senantiasa memberi hati sebuah ruangan yang penuh berudarakan kesenangan tuk sebuah kebebasan gerak diri yang luas seluas-luasnya. Namun dengan dinding-dindingnya yang amat tangguh itu, ia akan senantiasa menyembunyikan hati dari sang kebahagiaan yang akan tandang bertamu padanya kelak. Dan bila hal itu berlanjut, maka celakalah hati tersebut. Karna didepan sana hanya sang kehampaan lah yang akan menjadi seorang sahabat yang setia baginya kelak. Itupun bila ia tetap bersikeras bertahan dalam situasi tersebut.


Namun jangan terlalu berlebih-lebihan dalam mengkhawatirkan keadaan hati itu dalam ruangan tersebut, nanti. Karna tanpa terencana, cepat atau lambat akan datang masanya kelak, dimana hati tersebut akan tiba saatnya menyadari bahwa sebesar apapun kesenangan yang tengah mengelilinginya saat itu, yang telah ia dapatkan dari sang kesendirian, sesungguhnya hal itu tak berarti apa-apa baginya. Karna yang tengah dirasakannya saat itu adalah ia merasa seakan-akan ada sebentuk penderitaan sedang menyelusup jauh ke segenap rasa hatinya lalu kemudian mengendap dalam dasar palungnya. Yang kadar adanya jauh lebih besar ketimbang besarnya kesenangan yang selama itu telah ia dapatkan dalam ruangan tersebut.


Ketika sesosok hati memutuskan bahwa dirinya lebih memilih tuk sendiri dulu atau untuk selamanya sekalian. Itu berarti ia sama saja tengah meraih dunia sang langit yang sedang memayunginya. Ia memang akan merasa amat bebas tuk bergerak disana, diatas dunia sang bumi ini, dengan semua kesenangan yang sedang dimilikinya saat itu. Namun semakin ia coba bertahan tuk terus melayang jauh dalam dunia sang langit itu, maka ia pun akan semakin sadar bahwasanya dunia sang langit tersebut memang amat baik dalam memberikan sebuah kebebasan gerak raga baginya, namun tidak terlalu baik untuk kebebasan bernapasnya. Yang semestinya didapatinya seperti sebelum ia memilih tuk menetap didunia sang langit tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun