Mohon tunggu...
Arif Fadillah
Arif Fadillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

MENYUKAI HAL HAL BARU

Selanjutnya

Tutup

Diary

Nostalgia Jadi Bocil Kematian

4 November 2023   13:02 Diperbarui: 4 November 2023   13:08 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teringat kembali pada masa itu tanpa adanya alat komunikasi (HP) saya bersama dua teman lainya bisa berkumpul tanpa harus berjanjian karna telah terbiasa berkumpul ditempat yang sama dan waktu yang sama  pula. Kami mempunyai basecamp yang berupa sebuah pohon jambu dekat sawah dan pinggir kali, pada waktu itu betapa gabut, kita selalu duduk diatas pohon, pada saat itu sesekali bercanda menggoyang-goyangkan pohon yang kita tempati sendiri sampai ada kejadian salah satu dari kami jatuh ke kali, bukannya menolong saya malah menertawakannya karna korban yang jatuh badanya full hitam akibat lumpur kali, setelah puas menertawakan saat kita menolong korban, korban malah menarik kami berdua alhasil kami bernasib sama, sama - sama bau dan kotor.

Tak luput juga dari kenakalan yang kelewat batas, Saat itu kejadianya kami  berkumpul seperti biasa, lalu ada si X mempunyai ide yang mengusulkan menjahili anak yang kami anggap rese. Pada saat itu si X meminta kami untuk mencarikan botol bekas, lalu mengisinya dengan air seni yang kebetulan juga berwarna kuning, kami akting mangajak anak rese itu bermain, singkat cerita setelah cape kami menawarinya botol air seni yang sebelumnya kami isi, kami bilang air dibotol itu extra joss, saat korban hendak ngecek dengan mencium baunya. Si X mendorong botol saat korban hendak ngecek bau airnya sehingga terkena wajahnya, kami langsung mengeluarkan jurus seribu bayangan (kabur) karna dia nangis sangat kencang

setelah kejadian itu keesokannya kami dimarahi oleh orang tua karna ada yang melaporkan kejadian itu, lalu saat berkumpul kami merasa diterror oleh orang tua korban yang kebetulan juga seorang preman, saat itupun kami menjadi jarang bertemu dan memilih diam dirumah beberapa hari karna takut pada orang tua korban.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun