Media massa atau biasa yang kita kenal dengan sebutan pers, menurut Reep Saefulloh Fatah, merupakan pilar keempat bagi demokrasi dan mempunyai peranan penting dalam membangun kepercayaan, kredibilitas, bahkan legitimasi pemerintah. Pers memiliki fungsi sebagai alat kontrol sosial dalam kehidupan demokrasi, yang mana fungsi kontrol tersebut menjadikan fungsi pers dalam masyarakat semakin menguat.
Pada era reformasi tahun 1998, media massa atau pers di Indonesia mengalami perubahan secara signifikan. Setelah sebelumnya pada masa pemerintahan Orde Baru yang mengekang kebebasan pers dalam menyampaikan pendapat. Reformasi pada bidang pers ditujukan untuk memperoleh kehidupan pers yang demokratis, adil, bebas, dan bertanggung jawab.
Langkah awal mulainya kebebasan pers yaitu dicabutnya Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) pada masa pemerintahan Presiden BJ Habibie dan penerbitan ulang SIUPP baru. Pencabutan SIUPP lama secara signifikan memunculkan berbagai perusahaan media baru, baik itu media cetak, radio, ataupun televisi, mulai menghadirkan suatu ekosistem pers yang bervariasi.
Pada saat yang sama setelah runtuhnya orde baru, Presiden BJ Habibie mengeluarkan regulasi yang mengatur media, atau peraturan perundang-undangan sebagai pengganti peraturan sebelumnya, yang mana menyimpang dari nilai Pancasila. Maka terbitlah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers. Kemudian pada masa pemerintahan Presiden Gus Dur (2001) menggantikan Presiden BJ Habibie, beberapa langkah lainnya dilakukan seperti memberikan pers kebebasan tanpa batas, serta pembubaran Departemen Penerangan (Deppen) yang mana diketahui memiliki pengaruh besar dalam menekan serta mengatur pers.
Dalam UU No 40 Tahun 1999 disebutkan bahwa, "Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia".
Inge Hutagalung dalam jurnalnya yang berjudul Dinamika Sistem Pers di Indonesia, mengatakan bahwa pers merupakan tanggung jawab sosial, yaitu kebebasan pers yang bertanggung jawab pada masyarakat atau kepentingan umum. Berbeda dengan undang-undang sebelumnya, UU No 40 Tahun 1999 memberi kewenangan kontrol kepada masyarakat. Penanda itu terletak antara lain pada pasal 15 dan 17 UU No 40 Tahun 1999 (Hamad, 2004:66).
Pada saat reformasi bergulir, masyarakat mulai menata kembali sistem demokrasi yang ideal. Yang mana salah satunya adalah penegakkan kebebasan pers dalam menyampaikan informasi sebagai suatu sistem demokrasi yang ideal. Dibuatnya regulasi dan peraturan agar pers sejatinya menjadi media informasi yang memberitakan kebenaran dan juga sebagai jembatan informasi, baik antar masyarakat ataupun masyarakat dengan para pemimpinnya.
Dengan terbukanya informasi yang disajikan, dan dengan berbagai macam media yang mudah diakses oleh siapa saja. Diharapkan kedepannya dengan kebebasan pers yang leluasa dalam menjalankan fungsinya sebagai penyedia informasi dan juga pengawas pemerintahan, media pers harus siap dalam menghadapi perubahan dan tantangan dari masa ke masa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H