Mohon tunggu...
Arif Rohman
Arif Rohman Mohon Tunggu... -

Menekuni masalah-masalah sosial dan isu kesejahteraan sosial. Ingin berbagi dan berkontribusi terhadap peningkatan pelayanan sosial di Indonesia. Email: arohman@csu.edu.au.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kho Ping Hoo

19 September 2013   22:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:39 647
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13796036002055615195

[caption id="attachment_289488" align="alignnone" width="300" caption="Pendekar Bodoh"][/caption] Saya baru bisa baca semenjak kelas 4 SD. Kata Ibu saya, saya termasuk anak yang gobloknya setengah mati sampai Ibu saya malu sama tetangga dan guru-guru di sekolah SD saya. Kalau disuruh belajar, saya jadi sangat relijius dan bilang pada Ibu saya, sudah waktunya sembahyang saya mau ke Musholla. Kalau tidak sedang waktu sholat saya selalu bilang perut saya lagi mulas pingin ke belakang. Daripada belajar mending saya disuruh main catur 7 hari 7 malam. Lebih asyik dan menantang. Sampai terbawa mimpi. Buat apa belajar toh sudah kasip (terlanjur) dianggap goblok dan sering ditertawai teman sekelas. Setelah bisa baca, pikiran saya justru berubah. Saya merasa sangat bersyukur. Saya baru menyadari bahwa bisa membaca adalah sebuah gift, berkah dari Tuhan. Sujud syukur saya. Kalau dulu di rumah embahnya teman saya (yang kebetulan orang sangat kaya di daerah saya), saya disuguhi komik asterix, smurf, donald bebek, spiderman, tarzan, selama ini saya hanya lihat gambarnya, sejak bisa baca saya bisa tahu percakapannya dan plot atau jalan ceritanya. Karena merasa ketinggalan dibanding teman-teman sekelas, saya lalu rajin ke perpustakaan dan memilih buku-buku yang asyik dibaca seperti Karl May (Winnetou Suku Apache, Wasiat Winnetou, Kara ben Nemsi, etc.). Saya juga mulai membaca komik-komik silat seperti Kho Ping Hoo, Gan KL, Khu Lung, Chin Yung, Gan KH, OKT, dan Batara. Saya tidak tahu kenapa. Saya jadi ketagihan. Kalau sudah baca jadi tidak ingat waktu dan lupa makan. Begitu khusyuknya saya baca dan saya selalu kecewa jika sudah khatam baca komiknya. Saya masih ingat, Ibu saya jadi senewen dan akhirnya membuang komik-komik itu dan bahkan sempat membakarnya (padahal itu komik sewa... hehe... ). Kalau sudah terjadi kecelakaan seperti itu ya itu urusan kakak saya, karena pinjamnya pakai kartu OSISnya. Jadi kalau di kampung saya ada komik cersil yang hilang 5 jilid saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Tapi segalak-galaknya Ibu saya, saya selalu menyayangi beliau. Kalau ingat kejadian pembakaran buku komik itu, saya dan Ibu saya selalu tertawa tidak habis pikir bagaimana orang bisa kecanduan baca Kho Ping Hoo. Saya juga buka rahasia kalau saya bacanya tengah malam di sudut kamar dan tidak tidur sampai pagi. Komiknya biasanya saya umpetin di tempat-tempat rahasia seperti di atas eternit rumah, dibawah mangkok rak piring ataupun dibawah dipan tempat sembahyang.. :) Yang menarik dari komik-komik sejenis Kho Ping Hoo hampir rata-rata kebanyakan sang tokoh biasanya adalah orang yang miskin, sengsara, teraniaya, tak berdaya. Selanjutnya entah itu karena nasib baik atau kemauan yang keras, biasanya dia bertemu dengan guru-guru atau tokoh dunia persilatan yang kondang dan sakti. Disitulah dia mendapat pencerahan dan moment terselamatkan hidupnya. Seperti titik balik.. Setelah itu sang pendekar biasanya sangat lugu kemudian turun gunung dan mengamalkan ilmunya demi kebaikan (menentang kejahatan). Saya juga baru tahu kalau Kho Ping Hoo justru belum pernah pergi ke daratan China. Itulah mengapa setting ceritanya (sejarah) berbeda tajam dengan karangan-karangan penduduk asli sana... :) Pas turun gunung inilah si tokoh menjadi pribadi yang matang. Seperti ungkapan 'pintar didapat di sekolahan, dewasa didapat di luar sekolahan'. Dan biasanya dalam cerita-cerita, dengan keberaniannya dan kegagahannya (hohan) dia kemudian mendapat julukan tayhiap (pendekar besar) atas prestasinya di dunia kangouw (wuxia=jianghu) dan biasanya jago-jago kosen yang sudah senior (para loocianpwee) biasanya pingin menguji sang tokoh yang baru muncul. Jamak dalam cerita-cerita biasanya jago muda karena darahnya masih segar dan semangatnya masih tinggi kemudian bisa melewati batas para loocianpwee tersebut (semisal Kwee Ceng mengalahkan si telunjuk budha dari selatan, yoko mengalahkan si botak dari mongol, thio bu kie mengalahkan si bikhuni kematian dari gobipay, dan seterusnya). Makanya dikenal istilah 'di atas langit masih ada langit'. Ilmu itu tidak statis namun berkembang terus.. Sebagaimana Thio Sam Hong jebolan Shaolin menciptakan ilmu baru yang beda dengan ajaran shaolin yang mengandung kecepatan dan kekuatan, tapi malah dia menciptakan jurus Tai Chi yang justru kebalikannya yaitu mengandalkan ketenangan dan kelembutan, dan selanjutnya dia mendirikan perguruan Butongpay yang ga kalah kerennya.. Padahal dijaman itu, siapa yang berani menggunakan jurus selain perguruan bakalan dicap murtad! Nasib Thio Sam Hong dulu ga kalah sengsaranya. Dia adalah kacung di kuil Shaolin dan tidak pernah diajarkan Kungfu. Tapi justru dia diajari oleh tukang masak dari Shaolin yang justru menguasai ilmu tertinggi Shaolin yaitu Kiu Yang Sinkang (ilmu pukulan sembilan matahari). Setelah diusir dari Shaolin karena membela gurunya si tukang masak akhirnya dia berjualan tahu di pasar untuk hidup. Tapi intan tetaplah intan, biarpun namanya diubah, biarpun dia ditempatkan diantara batu-batuan, biarpun dia kena lumpur, dia akan tetap berkilau.. Komik silat semacam Khoo Ping Hoo disamping mengajarkan kerasnya kehidupan, buku-buku ini juga mengajarkan pentingnya menuntut ilmu, menghormati ibu bapak, menghargai rakyat jelata, keberanian memperjuangkan kebenaran, kesetaraan gender (laki-laki dan perempuan sama peluangnya untuk jadi pendekar), dan yang terakhir adalah cinta tanah air, seperti dalam cerita 'Patriot Padang Rumput' ataupun 'Pendekar Setengah Jurus'. Tapi sayang komik-komik ini sudah langka dan kurang diminati. Meskipun saat ini sudah banyak para tayhiap (pendekar besar) yang menyediakan e-book gratis di internet, namun tetap saja kalah dengan pesona video games atau play station. Ironis.. Pada masa lampau Huang Shi Kwan (pendekar dari Shaolin, kamar 34), memberikan anaknya 2 pilihan, pedang atau mainan. Sekarang, bisakah kita memberikan pilihan kepada anak kita, Kho Ping Hoo atau play station? Salam Pendekar!! Usir Penjajah!! :)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun