Arieyoko : " Bulan Mengalir "Mengalirlah hidupku mengalirlah penuh sendeku, pada rumput, pada daun, pada angin, pada lelakon yang kudu penuh lelaku jika ingin : berilmu.Mengalirlah ilmu mengalirlah, penuh barokah pada hari-hari, pada waktu, pada sejarah, pada zaman yang jumpalitan, layaknya manuk branjangan berterbangan tak keruan, tetap saja kembali ke kandang jati yang bersukma melati.Mengalirlah melati mengalirlah, pada setiap hati di jejak-jejak matahari, rembulan ataupun jalan-jalan. Jangan gamang pada gebyar sumunar kota-kota, toh tetap saja bakal mati : terkapar.Mengalirlah kematian mengalirlah penuh suka cita, penuh keindahan, penuh riang tawa. Lantaran hanya sebatas tirai yang sebenar-benarnya antara kamu, aku dan selembar nyawa : titipan ini.Mengalirlah nyawa titipan mengalirlah toh hanya titipan semata, tanpa garansi, tanpa diskon, demikianlah telah ada sejak tak ada wujud kitaMengalirlah wujud mengalirlah dalam sujud-sujud dalam wirid-wirid dan sembahku : Gustiku.....Jonegoro, 20 Oktober 2010 sendeku : menyilangkan tangan di dada lelakon : sejarah hidup lelaku : melakukan tirakat manuk : burung gebyar sumunar : cahaya gemerlapan sembahku : sujud mencium kaki
[caption id="attachment_114266" align="aligncenter" width="300" caption="Yogya, 26 Januari 2011"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H