Mohon tunggu...
Ariex Abdoel
Ariex Abdoel Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Malang *Yang sedang Salah Jurusan.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Melawan Virus Apatisme dengan Membaca (Iqro')

27 Oktober 2015   11:18 Diperbarui: 27 Oktober 2015   11:33 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masa peralihan dari siswa menjadi mahasiswa adalah proses yang tersulit dalam hidup. Karena pola pikir dan gaya hidup serta metode pembelajaran sangat berbeda antara masa SMA dengan perguruan tinggi. Emosi dan sifat juga bisa berubah karena proses peralihan ini. Namun ini bukanlah suatu persoalan yg harus ditakuti. Karena ini merupakan suatu kewajaran dalam proses pendewasaan diri. Disaat peralihan inilah jati diri sendiri ditemukan. Sesorang akan terlihat sifat aslinya dimasa-masa perguruan tinggi. Mungkin akan berbeda dengan sifat yg sebelumnya. Itupun juga tergantung pada pergaulan dan sudut pandang seseorang.


Salah satu “penyakit” yang melekat pada kebanyakan mahasiswa baru adalah sikap apatis mereka terhadap pentingnya berorganisasi. Di samping itu, sikap acuh tak acuh mahasiswa baru terhadap berbagai isu yang berkembang, baik yang muncul di dalam kampus maupun lingkungan sosial yang lebih luas, merupakan sebuah krisis yang jika tidak dibasmi bakal menjadi budaya yang akan semakin menguat dari tahun ke tahun. Ini permasalahan yang mutlak harus dicari pemecahannya.


Pada beberapa mahasiswa baru, virus apatisme yang mengidap mereka bisa diamati dari tampak jelasnya sikap masa bodoh terhadap kegiatan-kegiatan positif, seperti ikut aktif dalam forum diskusi, mengurus komunitas belajar, atau ikut berpartisipasi dalam aksi demonstrasi. Kegiatan para mahasiswa yang apatis terhadap aktivitas-aktivitas positif seperti ini pada hari-hari kuliah biasanya hanya “ku-pu-ku-pu” (kuliah-pulang-kuliah-pulang). Tidak ada inisiatif untuk aktif dalam kegiatan pengembangan diri melalui keterlibatan dalam organisasi tertentu yangsesuai dengan minat dan bakat.


Padahal, Dalam struktur masyarakat, mahasiswa dikenal sebagai kelompok menengah (middle class). Kategorisasi ini bukan tanpa alasan. Mahasiswa diberikan kelebihan menyerap pengetahuan, daya nalar dan kepekaan sosial. Kompetensi yang menjadikan mahasiswa didaulat sebagai makhluk intelektual penerus masa depan bangsa.

Kedudukan strategis mahasiswa sebagai kaum intelektual diamini banyak kalangan. Mengutip Sejarawan Arnold Toynbe, intelektual diartikan sebagai human transformer atau pengubah nasib manusia. Kalangan intelektual dipercaya mampu memberikan pencerahan atas problematika yang terjadi. Lebih jauh, tokoh revolusi Islam Ali Syariati menegaskan intelektual harus memainkan peran strategis mencerahkan lapisan masyarakat yang tertinggal.
Tapi, belakangan daya intelektualitas mahasiswa mendapatkan ujian. Banyak mahasiswa melupakan tradisi intelektual seperti membaca, menulis, diskusi dan riset. Aktivitas mahasiswa banyak dipusatkan kegiatan hedonisme dan nongkrong tanpa kejelasan.


Saya sempat berfikir, jika mahasiswa malas membaca mau jadi apa bangsa Indonesia di masa depan? Sebab berdasarkan survei Unesco, minat baca masyarakat Indonesia terendah di ASEAN. Dari 39 negara di dunia, Indonesia menempati posisi ke-38. Tidak kalah memprihatinkan, data UNDP menunjukkan posisi minat baca Indonesia berada di peringkat 96, sejajar dengan Bahrain, Malta, dan Suriname. Sementara untuk kawasan Asia Tenggara, hanya ada dua negara dengan peringkat di bawah Indonesia, yakni Kamboja dan Laos yang masing-masing berada di urutan angka seratus.

Merespons kebuntuan itu, agaknya mahasiswa membutuhkan penyadaran. Sebab kegiatan membaca, meminjam istilah Anies Baswedan (rektor Paramadina) dapat menjadi medium mencapai kegemilangan masa kini. Mahasiswa banyak membaca cenderung mudah menyampaikan gagasan, berpengetahuan luas dan merangsang penalaran kritis. Dirinya akan terlatih kepekaan sosialnya sehingga mampu merumuskan tantangan di masa depan.

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun