Lagi-lagi mendapat pengalaman yang gak asyik nih.
Aku pikir dulu, kalau di luar negeri pasti sistem kerjanya profesional. Eh ternyata dugaanku dulu salah besar.
Rakyat Indonesia yang ada di Cairo ternyata dapat dihitung dengan jari yang mampu bekerja secara baik dan profesional. (Rakyat??? saya menyebutnya rakyat?, atau hanya saya yang merasa rakyat ya di sini? hehehe… mereka pejabat semua bukan rakyatkah?) .
Tidak hanya sekali saya menemui kasus-kasus yang benar-benar lucu dan unik bagi saya.
1. Ada pejabat yang mengadakan acara tasyakuran untuk merayakan pembelian mobil dinas baru (saya baru tau ternyata penting ya acara seperti ini? jangan-jangan nanti ada acara tasyakuran karena membeli sepatu dinas baru??)
2. Rapat-rapat dinas yang diadakan di luar kota dengan membawa anggota keluarga (ini rupanya cara cepat menghabiskan anggaran yang paling menyenangkan oleh para pejabat, sudah tentu menyenangkan, karena selain dapat uang SPJ juga bisa tamasya bareng keluarga)
3. Pengadaan pelatihan Bahasa Indonesia bagi masyarakat umum yang ada di Mesir secara gratis (please deh, Indonesia dapat apa dari program ini?? saya memang tidak tahu dari sisi positifnya, cuma saya malah menilai itu negatif karena pelatihan ini sama sekali tidak melalui proses seleksi apapun, otomatis sembarang orang bisa mengikutinya, waduh kalau gini kan bisa gawat, jangan-jangan orang gila aja bisa ikut pelatihan Bahasa Indonesia???. Selama ini yang saya tahu sih kalaupun ada negara-negara yang memberikan pelatihan bahasa secara cuma-cuma ya..tetap melalui proses seleksi sih untuk para calon pesertanya, jadi tidak sembarang orang bisa ikut.)
4. Kuliah UAD ada di Mesir. (Heh?? UAD bukannya ada di Indonesia ya??. Katanya sih ini untuk membantu mahasiswa yang tidak lulus ujian di salah satu Universitas yang ada di Mesir. Jelas-jelas aneh dan tampak sekali ini adalah ‘proyek’. Terlebih dosen yang mengajarpun ada yang hanya lulusan S1, hellloooo??? kalau memang mahasiswa Indonesia gak mampu kuliah di sini yasudah pulangin saja daripada malu-maluin sampai mendapat gelar MA (Mahasiswa Abadi).
Gak orang-orang pemerintah gak mahasiswa sama-sama aneh di sini. :{
Masih banyak lagi hal-hal aneh yang menjadi pengalaman buruk dari kota ini. Sebenarnya saya sudah tahu bagaimana karakter birokrasi. Saya juga selama menjadi mahasiswapun juga sempat bermasalah dengan birokrasi sampai saya dimangkirkan selama 1 semester karena masalah ’sistem’.
Suatu masalah yang perlu dicari solusinya, yaitu “Bagaimana kita harus bersikap dengan makhluk yang bernama birokrasi?”. Ada yang tau jawabannya??? (Bantu saya dong.... :p)
Saya jadi merasa aneh berada dekat dengan orang-orang yang ada di sini, saya yang salah? atau mereka yang memang tidak profesional dalam bekerja? atau saya yang sudah ketinggalan tidak tahu bahwa kriteria profesional itu sudah diganti? Ah, biarlah… yang jelas saya lebih baik menjadi orang cacat saja di depan mereka dan semoga waktu berjalan terasa cepat. Lebih baik saya tak melihat, tak mendengar, yang penting saya tetap berjalan di rel yang benar.
Saya akan pulang membawa banyak pengalaman buruk untuk bisa menjadi pribadi yang lebih kuat dan tak cacat. Indonesia, tanah airku, aku ada, masih waras untukmu.
Semoga kita terhindar dari kejinya birokrasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H