Mohon tunggu...
Muhammad Arif Rahman
Muhammad Arif Rahman Mohon Tunggu... pegawai negeri -

@arievrahman - a seasonal traveler, money season for the exact. http://backpackstory.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Mari Belajar dari Baduy

1 Juli 2012   00:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:23 2249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_198066" align="aligncenter" width="277" caption="Ini sungai, no need further explanation."]

1341102471963096391
1341102471963096391
[/caption]

Pasar Kroya merupakan pasar dadakan yang digelar tiap hari Minggu, di desa Cijahe. Di sini, warga Baduy berinteraksi dengan masyarakat sekitar dengan menggunakan bahasa persatuan, bahasa Sunda. Hal yang umum dilakukan oleh masyarakat Baduy di pasar ini adalah berdagang, mereka membeli barang-barang kebutuhan sehari-hari dan menjual hasil kerajinan yang dibuat oleh mereka dengan bahan yang diperoleh dari alam (alam sekitar, bukan Alam Mbah Dukun. -red). Dalam 10 tahun mendatang tidak menutup kemungkinan akan dibangun Cijahe Mall, atau Cijahe Trade Centre di sini, sebagai pengganti Pasar Kroya. Who knows?

[caption id="attachment_198065" align="aligncenter" width="461" caption="Dipilih dipilih!"]

13411021881960522105
13411021881960522105
[/caption]

Dari Pasar Kroya, kami berjalan kaki lagi menuju Desa Cisadane yang masuk wilayah Baduy Luar. Yang membedakan antara penduduk Baduy Dalam dan Baduy Luar adalah ikat kepala yang digunakannya, jika di Baduy Dalam penduduknya menggunakan ikat kepala berwarna putih (yang lama kelaman berubah menjadi cokelat muda), maka di Baduy Luar penduduknya menggunakan ikat kepala berwarna hitam atau malah tanpa ikat kepala. Di Baduy Luar, teknologi masih diperkenankan untuk digunakan. Maka kami pun tak segan mengeluarkan kamera untuk mengambil beberapa penampakan di situ. Selain rumah-rumah penduduk yang tersusun rapi, di desa itu juga terdapat banyak leuit atau lumbung tempat masyarakat Baduy menyimpan hasil panennya. Konon, hasil panen yang tersimpan di dalam leuit ini ada yang sudah berumur puluhan tahun. HUWOW!

[caption id="attachment_198068" align="aligncenter" width="461" caption="Rumah-rumah penduduk di Baduy Luar"]

13411026241396508542
13411026241396508542
[/caption] [caption id="attachment_198070" align="aligncenter" width="461" caption="Leuit - Tempat menyimpan hasil panen"]
13411027391969573220
13411027391969573220
[/caption]

Di perjalanan pulang, saya menemukan jawaban bagaimana Suku Baduy dapat hidup dengan kesederhanaan dan tanpa teknologi modern. Bersatu dengan alam, itulah jawabannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun