[caption id="attachment_198061" align="aligncenter" width="461" caption="Sungai mengalir indah ke samudera"]
Obrolan kami dengan Pak Ralim malam itu, berkisar tentang serba-serbi perilaku pada masyarakat Baduy. Ketika saya bertanya "Bahasa yang digunakan di sini adalah Bahasa Sunda, lalu darimana Bapak belajar Bahasa Indonesia, padahal tak ada sekolah di sini?" Beliau menjawab "Saya belajar dari pendatang seperti kamu yang berkunjung ke sini.", WOW! Betapa kagum saya pada daya ingat Beliau yang telah berusia 44 tahun ini.
"Bapak benar usianya 44 tahun? Darimana Bapak bisa tahu, padahal kan tidak ada kalender di sini." Saya kembali mencari tahu jawabannya. "Dari ladang dan musim panen." WOW! HOW COME? Kembali saya hanya bisa geleng-geleng kepala atas bawah (maksudnya angguk-angguk ke atas dan ke bawah, bukan kepala atas dan kepala bawah. -red). Untuk nama-nama hari, mereka menggunakan nama yang sama seperti kita. Cuma untuk tahu sekarang hari apa, mereka ..umm ..mengingat-ingat.
[caption id="attachment_198062" align="aligncenter" width="277" caption="Pancuran"]
Karena dipantang untuk menggunakan alat transportasi modern seperti sepeda, mobil, ataupun pesawat terbang; masyarakat Baduy telah terbiasa berjalan kaki (tanpa alas kaki) ke mana pun arah yang dituju. Pak Ralim misalnya, Beliau telah mengunjungi Jakarta beberapa kali dan hapal nama-nama wilayah di Jakarta misalnya Kota dan Mangga Besar (ini adalah contoh nama wilayah di Jakarta, bukan wilayah yang dihapal Pak Ralim. -red). "Lalu berapa lama waktu yang diperlukan untuk mencapai Jakarta, Pak?" Beliau menjawab "Tiga hari." WOW! ketiga dari saya.
[caption id="attachment_198063" align="aligncenter" width="277" caption="Untuk melintasi sungai, kami menggunakan ini."]
Bayangkan jika warga Baduy main Twitter, mungkin dia akan ngetweet: "Duh, ga ada listrik nih. Galau gue.", kemudian saya akan mereply tweet tersebut dengan: "Lu ga ada listrik kok bisa pakai hape?", sampai akhirnya dia akan meretweet dengan: "Pakai tenaga matahari bro RT @arievrahman: Lu ga ada listrik kok bisa pakai hape?"
#ahsudahlah
5. Baduy dan Alam
Pukul empat pagi keesokan harinya, ayam-ayam telah berkokok membangunkan kami. Dan kami pun bergegas bangun pagi tanpa sempat mandi dan membantu Ibu. Di Baduy, ada tiga jenis binatang yang menjadi peliharaan. Yaitu anjing untuk menjaga rumah, kucing sebagai binatang kesayangan, dan ayam untuk bahan makanan. Sementara kambing, menjadi binatang yang haram untuk dimakan. Agenda kami hari itu adalah mengunjungi Pasar Kroya tempat suku Baduy berbelanja di akhir pekan dan Kampung Baduy Luar, di mana kami bisa berjumpa lagi dengan teknologi.
Perjalanan menuju Pasar Kroya melewati sungai yang biasa digunakan warga Baduy untuk mandi, mencuci, juga buang air (kecil, sedang, dan besar). Di Baduy, sabun, syampo, lotion, dan perlengkapan kosmetik lainnya adalah hal yang dilarang untuk digunakan. Sehingga untuk mandi, mereka biasa menggunakan bahan-bahan yang didapat dari alam.