Mohon tunggu...
Muhammad Arif Rahman
Muhammad Arif Rahman Mohon Tunggu... pegawai negeri -

@arievrahman - a seasonal traveler, money season for the exact. http://backpackstory.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Mari Belajar dari Baduy

1 Juli 2012   00:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:23 2249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesederhanaan penduduk Baduy juga terlihat dari cara mereka berpakaian, cuma dua warna pakaian yang dipakai yaitu hitam dan putih tanpa shocking pink, hijau pupus atau deep purple. Pak Ralim mengatakan "Di sini paling satu orang cuma punya dua pasang pakaian, beda dengan kalian warga Jakarta yang merasa kalau satu lemari pakaian tidak pernah cukup." Pelan sih, tapi dalam.

[caption id="attachment_198012" align="aligncenter" width="461" caption="Me and The (Hobbits) Baduys"]

13410718771534169658
13410718771534169658
[/caption]

3. Baduy dan Tradisi

Di Desa Cikeusik, kami disambut oleh seorang kepala desa yang biasa dipanggil Jaro. Sekadar informasi, Jaro ini berada di bawah pimpinan raja setempat yang disebut Pu'un. Di Baduy kita harus mematuhi segala ketentuan yang berlaku, atau (menurut mereka) karma (karma saja, bukan Karma Aiphama. -red) akan datang. Misalnya, kita tak boleh bertemu dengan Pu'un kalau tidak ada kepentingan khusus dan kita juga tidak boleh memasuki wilayah pekarangan rumah Pu'un karena akan dianggap tidak sopan (di Desa Cikeusik, rumah Pu'un dibatasi dengan tali dan bambu sebagai batas pekarangan).

[caption id="attachment_198059" align="aligncenter" width="277" caption="Saya bersama wakil Jaro desa Cibeo"]

13411004871959700065
13411004871959700065
[/caption]

Rata-rata penduduk Baduy menikah pada umur 20 untuk pria dan belasan tahun untuk wanita, pernikahan ini berlangsung karena proses penjodohan. Bukan dengan pacaran atau Ta'aruf. (Please, jangan bayangkan adegan sepasang muda-mudi Baduy yang berpacaran di taman atau menari-nari di balik pohon). Prosesnya adalah seperti ini: Anak pria Suku Baduy sudah memasuki umur siap nikah > minta papanya untuk melamar dengan malu-malu > Papa datang melamar ke rumah wanita yang dituju > Anak (atau keluarga) wanita bisa menyetujui atau menolak perjodohan tersebut > Kalau disetujui lanjut, kalau ditolak paling jadi patah hati kemudian ngetweet galau.

Pernikahan ini akan berlangsung kira-kira setahun setelah proses lamar-melamar tersebut dan terbagi dalam tiga tahap, yaitu: (1) Tahap 1: Pihak mempelai pria menanyakan kesediaan dari pihak wanita (2) Tahap 2: Jika disetujui, pihak pria akan datang membawa peralatan dapur sebagai tanda keseriusan (3) Tahap 3: Menikah, dan pihak pria membawa perhiasan sebagai mahar. Pernikahan di sini berlangsung sederhana, tidak perlu menyewa gedung atau masjid agung, juga tak sampai mendatangkan Jupe atau Depe; cukup dengan memasak makanan bersama dan dibagi-bagikan untuk kerabat dan tamu yang hadir. (Tips: Ini bisa ditiru untuk pasangan yang pengin menikah tapi memiliki budget yang terbatas. Ehem.)

[caption id="attachment_198060" align="aligncenter" width="277" caption="Penampakan anak perempuan suku Baduy"]

1341100702552997589
1341100702552997589
[/caption]

Proses kelahiran di Baduy pun berlangsung sederhana, cukup ada ibu hamil, bayi mbrojol, sudah. Tak perlu masuk rumah sakit atau water birth sekalipun. Penamaan anak di Baduy juga sangat simpel, cukup dengan satu kata seperti Ralim, Juli, atau Cinta. (Hint: Jika ingin mencari gadis Baduy yang masih single, cek di telinganya. Mereka menggunakan anting berwarna oranye) Apabila ada salah seorang penduduk Baduy yang meninggal dunia, maka akan diadakan acara peringatan di hari ke-1, ke-3, dan ke-7. Acara tersebut adalah makan dan doa bersama yang dihadiri oleh keluarga juga teman-teman almarhum. Proses pemakamannya juga berlangsung singkat, almarhum akan dimandikan di tempat pemandian setinggi dada (dada orang Baduy rata-rata, bukan dada ayam. -red), dibungkus dengan kain putih, kemudian dikubur di tempat pemakaman tanpa tanda. Ironisnya, ketika gundukan kuburnya telah kembali rata, daerah tersebut dapat digunakan sebagai ladang.

4. Baduy dan Teknologi

Malam telah tiba, hanya ada beberapa cahaya yang berpendar di Desa Cikeusik. Obor yang diletakkan sebagai penerang rumah, lampu senter yang kami bawa sebagai penunjuk jalan ketika akan ke toilet (baca: sungai yang mengalir indah ke samudera), juga bintang di langit kerlip engkau di sana yang memberi cahayanya di setiap insan. Tak ada listrik di Desa Cikeusik, jadi jangan harap kamu bisa menemukan televisi, microwave, atau hair dryer di sini. Di Baduy Dalam, teknologi adalah hal terlarang untuk digunakan. Oleh karena itu, kami wajib mematikan handphone, camera, dan seluruh peralatan elektronik selama berada di sini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun