Mohon tunggu...
Ari Supriadi
Ari Supriadi Mohon Tunggu... Jurnalis - interest terhadap politik, pemerintahan dan lingkungan

Warga biasa. Tukang ngopi, kerja cuma sampingan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Integritas, Mencegah Perilaku Koruptif

14 Juli 2020   21:07 Diperbarui: 14 Juli 2020   21:05 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

JUNI Sjafrien Jahja (2012) dalam Say No to Korupsi menyebut kata "korupsi" dari dari Bahasa Latin corruptio atau corruptus yang berasal dari Bahasa Latin yang lebih tua corrumpere. 

Istilah korupsi dalam Bahasa Inggris corruption dan corrupt, dalam Bahasa Perancis corruption dan dalam Bahasa Belanda corruptie yang menjadi kata korupsi dalam Bahasa Indonesia.

Sedangkan secara yuridis, definisi korupsi secara jelas disebutkan dalam 13 pasal dalam Undang-Undang Nomor: 32 Tahun 1999 junto UU Nomor: 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan undang-undang di atas, korupsi dirumuskan ke dalam 30 bentuk/jenis tindak pidana korupsi. 

Ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokan menjadi tujuh jenis/bentuk, yakni: kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi.

Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi. Selain ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi yang disebutkan di atas, terdapat enam jenis tindak pidana yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi, yakni: merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi, tidak memberi keterangan atau keterangan yang tidak benar, bank yang tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan palsu, orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan palsu, dan saksi yang membuka identitas pelapor.

Kasus korupsi di Indonesia melibatkan banyak kalangan, baik dari legislatif, eksekutif, yudikatif, pengusaha, hingga masyarakat. Dan pengungkapan kasus korupsi seperti tiada henti, hampir setiap bulan bahkan pekan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kerap melakukan pengungkapan, terutama dengan cara Operasi Tangkap Tangan (OTT) kepala daerah. 

Sejak berdiri Desember 2002, KPK sedikitnya sudah memproses 119 kepala daerah yang tersandung kasus tindak pidana korupsi. "Itu data per 7 Oktober 2019 sejak KPK berdiri," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Selasa (8/10/2019). [Kompas.com, dikutip 06 Juli 2020, pukul 21.34 WIB].

Penanganan kasus korupsi terbaru yang ditangani oleh KPK yakni, OTT Bupati Kutai Timur (Kutim), Ismunandar satu paket bersama sang istri, Encek Unguria yang juga menjabat sebagai Ketua DPRD Kutim, bersama sejumlah orang lainnya atas dugaan suap proyek infrastruktur di lingkungkan Pemkab Kutim.

Selain banyaknya kasus korupsi yang berhasil diungkap lembaga antirasuah itu, juga besarnya jumlah kerugian negara akibat prilaku tidak terpuji tersebut.

Dikutip dari ekonomibisnis.com, 06 Juli 2020, berdasarkan hasil riset jumlah kerugian negara akibat korupsi dalam rentang waktu 2001 hingga 2015, mencapai Rp 203,9 triliun. Riset tersebut dilakukan oleh sejumlah ekonom dari berbagai instansi.

Pentingnya Membangun Integritas

Dengan tingginya kasus korupsi di Indonesia serta besarnya kerugian negara, tentu ini menjadi pekerjaan rumah (PR) seluruh elemen bangsa. Untuk menekan perilaku koruptif (tidak hanya pejabat), tetapi seluruh elemen bangsa harus ditanamkan sejak dini pendidikan korupsi serta tiga pilar pengendalian korupsi, yakni integritas, akuntabilitas, dan transparansi.

Integritas menjadi pondasi utama dalam upaya pencegahan korupsi di semua kalangan dan harus dilakukan sejak dini. Integritas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki definisi: mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran. 

Kemudian dalam Bahasa Inggris, integritas (integrity) didefinisikan: kepengikutan dan ketundukan kepada prinsip-prinsip moral dan etis (adherence to moral and ethical principles); keutuhan karakter moral (soundness of moral character); kejujuran (honesty); tidak rusak secara moral (morally unimpared) atau keadaan moral sempurna tanpa cacat (morally perfect condition).

Dalam konteks pemerintahan dan birokrasi, integritas adalah penggunaan kekuasaan resmi, otoritas, dan wewenang oleh pejabat publik untuk tujuan yang legal menurut hukum. Maka integritas merupakan antitesis dari korupsi, baik oleh individu ataupun kelompok yang memiliki kekuasan dan kewenangan. 

Untuk itu penguatan integritas bagi pejabat publik bisa menjadi faktor terpenting dalam upaya pencegahan korupsi dan juga reformasi birokrasi agar tercipta tata laksana pemerinatahan yang baik (good governance). 

Penguatan integritas bagi pejabat publik diyakini efektif dalam membangun sikap dan kesadaran untuk memberantas atau minimal mengurangi perilaku koruptif, tidak hanya bagi pejabat publik tetapi bagi seluruh elemen masyarakat Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun