Menurut cerita rakyat yang berkembang bahwa jaran Kencak bermula dari pasukan kuda Arya Wiraraja yang membantu Raden Wijaya untuk menyerang pasukan dari Kediri, namun ditengah perjalanan pasukan Arya Wiraraja ingin beristirahat untuk melepas lelah menghibur diri dengan memainkan alat musik seadanya, mendengar alunan musik tersebut kuda pasukan tersebut menari mengikuti iramanya. Diyakini, orang yang pertama kali menciptakan kesenian ini bernama Klabisajeh, seorang pertapa suci yang tinggal di lereng Gunung Lemongan. Berkat kesaktiannya Klabisajeh bisa membuat kuda liar tunduk jinak dan pandai menari sehingga jadilah Jaran Kencak; Jaran artinya Kuda, Kencak artinya Menari. (Sumber : Aa' Abdullah Al Kudus).
Musik Danglung berasal dari Makna kata `Pendhalungan' yang diberikan oleh Prawiroatmodjo (1985) dalam Bausastra Jawa¬Indonesia II. Menurutnya, secara etimologis Pendhalungan berasal dari dasar Bahasa Jawa dhalung yang berarti "periuk besar". Dalam konsep simbolik, `periuk besar' bisa didefinisikan sebagai tempat interksi masyarakat yang berakulturasi dalam  ruang dan waktu sehingga melahirkan varian baru kebudayaan yang disebut Pendhalungan. Musik Danglung di Lumajang merupakan perkembangan dari musik tradisonal hasil akulturasi dari budaya Jawa dan Madura. Perkembangannya di wilayah tapal kuda, asal mula diperkirakan  dari migrasi etnis madura ke Jawa ketika masa berkuasanya Arya Wiraraja di Lamajang Tigang Juru Tahun 1295 (Pararaton, pupuh 14). Alat musik danglung terdiri dari gong, kenong telo’, terompet, kendhang, kethongan dan jidor, dan biasanya mengiringi kesenian jarak kencak, jaran slining, dan glipang.  Â
Â
Relief Kuda Temuan Candi Kedungsari. Dok Aries.
Â
Temuan Relief Kuda pada Candi di Dusun Kedungsari, Desa Kedungmoro, Kecamatan Kunir menguatkan bahwa kuda merupakan hewan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat di Lumajang. Selain untuk kebutuhan hidup sehari-hari karena masyarakat Lumajang yang mayoritas sebagai petani, selain itu juga menjadi sarana untuk seni pertunjukan dan perhelatan. Kuda dalam berbagai kebudayaan dianggap sebagai simbol kebebasan, kecerdasan, dan kekuatan.
Â
 Pengunjung Stand Pameran. Dok Disbudpar Lumajang
Â