Mohon tunggu...
Alexander Arie
Alexander Arie Mohon Tunggu... Administrasi - Lulusan Apoteker dan Ilmu Administrasi

Penulis OOM ALFA (Bukune, 2013) dan Asyik dan Pelik Jadi Katolik (Buku Mojok, 2021). Dapat dipantau di @ariesadhar dan ariesadhar.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Menakar Kembali Kualitas Mahkamah Konstitusi Sebagai Anak Kandung Reformasi

1 Juli 2023   22:17 Diperbarui: 1 Juli 2023   22:27 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Kompas.id pada tanggal 27 Maret 2023 menurunkan artikel bertajuk 'Mulai Redupnya Pamor "Anak-anak" Reformasi'. Ada 3 lembaga negara yang lahir sebagai buah semangat perubahan dari gerakan Reformasi 1998 yang dibahas pada artikel tersebut yakni Dewan Perwakilan Daerah, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Mahkamah Konstitusi. Ketiganya kompak mengalami penurunan citra baik. 

Data Litbang Kompas membandingkan hasil survei Januari 2015 dengan Januari 2023. Pada tahun 2015, citra baik MK sebagai penjaga konstitusi berada di angka 75,1 persen. Per Januari 2023, angka itu terjun bebas ke 52,1 persen.

Citra Baik MK per Januari 2023 (sumber: Litbang Kompas)
Citra Baik MK per Januari 2023 (sumber: Litbang Kompas)
Data tersebut mestinya mengusik diri Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Ingat bahwa angka 75,1 persen diperoleh dalam kondisi belum jauh dari peristiwa 2013 ketika Ketua MK Akil Mochtar ditangkap di rumah dinas pasca menerima uang suap pengurusan perkara sengketa Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Ini kasus besar namun MK masih memperoleh citra baik di level yang cukup tinggi.

Pada artikel tersebut dinyatakan pula bahwa Mahkamah Konstitusi kemudian berhadapan dengan sejumlah kasus seperti dugaan korupsi Patrialis Akbar hingga diberhentikannya hakim konstitusi Aswanto karena dinilai kurang sejalan dengan DPR dan kerap menganulir sejumlah undang-undang. Hal ini tentu turut mempengaruhi persepsi publik kepada MK sekaligus membuat kita perlu menakar kembali kualitas MK sebagai anak kandung reformasi.

Anak Kandung Reformasi

Mahkamah Konstitusi muncul dalam amandemen ketiga UUD 1945 pada Pasal 24C sebagai wujud reformasi lembaga peradilan terutama kekuasaan kehakiman. MK resmi berdiri pada tahun 2023 pasca DPR dan pemerintah mengesahkan UU Mahkamah Konstitusi. Dalam Pasal 24 ayat (1) UUD 1945, kekuasaan kehakiman dinyatakan sebagai kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kedudukan MK adalah sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman di samping Mahkamah Agung.

Menurut Mahfud MD pada tahun 2009, sekurang-kurangnya terdapat tiga hal penting yang mendorong reformasi tersebut yakni maraknya judicial corruption yang melibatkan hakim dan penegak hukum lainnya, banyaknya peraturan perundang-undangan yang secara substantif dinilai bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tetapi tidak ada mekanisme pengujian yang efektif terhadapnya, serta rentannya intervensi kekuasaan pemerintah pada hakim.

UU Nomor 24 Tahun 2023 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 8 Tahun 2011 menyebut tugas dan fungsi MK adalah menangani perkara ketatanegaraan atau perkara konstitusional tertentu dalam rangka menjaga konstitusi agar dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai dengan kehendak rakyat yang ciata-cita demokrasi. Pada MK melekat 5 fungsi yakni sebagai pengawal konstitusi, penafsir final konstitusi, pelindung HAM, pelindung hak konstitusional warga negara, dan pelindung demokrasi.

Pada 2023, MK akan berusia 20 tahun. Persis 10 tahun yang lalu, SETARA Institute menggelar Konferensi Nasional Demokrasi Konstitusional yang menghasilkan buku berjudul 'Masa Depan Mahkamah Konstitusi RI'. 

Pada 10 tahun yang lalu, konferensi tersebut menghasilkan sejumlah gagasan penguatan MK antara lain mengenai MK yang belum sepenuhnya menjawab kebutuhan mengenai konstitusionalitas seluruh peraturan perundang-undangan karena produktivitasnya digunakan untuk kewenangan PHPUD, pengawasan hakim secara internal maupun eksternal, hingga inkonsistensi penafsiran hakim MK itu sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun