Mohon tunggu...
Alexander Arie
Alexander Arie Mohon Tunggu... Administrasi - Lulusan Apoteker dan Ilmu Administrasi

Penulis OOM ALFA (Bukune, 2013) dan Asyik dan Pelik Jadi Katolik (Buku Mojok, 2021). Dapat dipantau di @ariesadhar dan ariesadhar.com

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Swiss Open 2022: Pembuktian Diri Para Pahlawan Thomas Cup 2020

27 Maret 2022   22:49 Diperbarui: 27 Maret 2022   22:58 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia adalah juara bertahan supremasi bulutangkis pria: Thomas Cup 2020. Tim Thomas Cup 2020 membawa pulang kembali piala sakti tersebut sesudah belasan tahun berkelana. Sayangnya, durasi Indonesia memegang supremasi itu sebentar karena tahun ini akan ada lagi Thomas Cup. Menjelang event untuk mempertahankan gelar tersebut, Indonesia dihadapkan pada capaian awal tur Eropa yang nggak bagus-bagus amat.

Di Jerman, Anthony Ginting dihajar member padepokan Dubai, Lakshya Sen dengan skor afrika 21-7 21-9 pada R16. Pada babak yang sama, penentu gelar Piala Thomas 2020, Jonatan Christie juga takluk dari rising star Thailand, Kunlavut Vitidsarn 22-20 21-9. Ganda putra ketiga Indonesia, Fajar Alfian/M. Rian Ardianto juga kalah pada ronde serupa dari He Ji Ting/Zhou Hao Dong dengan rubber game. 

Ditunjang dengan kekalahan yang juga dialami Shesar Hiren Rhustavito pada turnamen yang sama, maka muncul alarm bagi tim putra Indonesia di Jerman ini. Apakah kita memang layak menjadi jawara bulutangkis sektor putra dunia?

Ginting dan Jojo agak mendingan di turnamen selanjutnya, All England. Ginting sampai ke QF dan kemudian dihadang pemilik padepokan Dubai, Viktor Axelsen. Jojo sendiri dihentikan Chou Tien Chen dari Taiwan setelah sebelumnya sempat revans dari Kunlavut pada R16. Adapun FajRi agak mengenaskan karena dikalahkan juniornya sendiri Daniel Marthin/Leo Rolly Carnando pada R32. 

Melihat bagaimana laju The Babbies yang sempat masuk final akhir tahun lalu, kemudian juga penampilan Pramudya Kusumawardhana/Yeremia Rambitan yang bahkan lolos ke World Tour Final di Bali Desember silam, serta munculnya Bagas Maulana/M. Shohibul Fikri sebagai juara All England jelas memberikan beban bagi FajRi. 

Sebagian BL mulai mengingat kembali pasangan Angga Pratama/Ricky Karandasuwardi yang juga ciamik di beregu, sudah dikader jadi penerus M. Ahsan/Hendra Setiawan, eh kemudian disalip sama Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya, bahkan lantas disalip juga oleh Ahsan/Hendra versi reborn. 

Swiss Open 2022 kemudian menjadi ajang pertaruhan bagi FajRi, termasuk juga Jojo dan Ginting. Dengan kandasnya The Daddies dari The Babbies serta tidak ikutnya Minions, maka balapan MD3 sampai dengan MD6 Indonesia menjadi semakin sengit. 

Di sisi lain, pada sektor putra terdapat peluang ketika Viktor Axelsen mundur pasca menang dari Chico Aura Dwi Wardoyo. Mundurnya Viggo serta tidak hadirnya pemain seperti Loh Kean Yew jelas membuka ruang bagi Jojo dan Ginting untuk berprestasi.

Pada akhirnya, Jojo dan FajRi sukses memanfaatkan momen tersebut. FajRi sukses triple kill atas MD Malaysia, mulai dari Ong/Teo di QF, Chia/Soh di SF, dan lantas Goh/Izzuddin di final. FajRi sukses menahan kemungkinan Goh/Izzuddin melakukan triple kill karena sebelumnya mereka telah mengalahkan The Babbies dan PraYer. 

Gelar juara di Swiss Open 2022 adalah gelar kedua FajRi di turnamen serupa serta gelar pertama sesudah nyaris tiga tahun bagi pasangan ini setelah sebelumnya mereka juara di Korea Open 2019. Gelar ini menegaskan betapa berjodohnya mereka dengan Basel karena pada tahun 2019 mereka juga sukses meraih perunggu pada Kejuaraan Dunia di kota yang sama. 

Gelar ini juga menjadi hal penting bagi FajRi untuk memberi tanda bahwa mereka belumlah habis. Persaingan masih sangat ketat dan hal ini juga akan memberi PR bagi Coach Naga Api dan Coach Naga Air untuk memilih tim yang akan dibawa ke team event dalam waktu dekat.

Jojo juga demikian. Terlepas dari dia adalah pahlawan Thomas Cup 2020, di level individu prestasinya belumlah pulih. Gelar ini menjadi yang pertama sesudah dua gelar beruntun di Australia dan Selandia Baru pada 2019 silam. Di final, Jojo mengalahkan HS Prannoy yang sebelumnya menyingkirkan Ginting. Kalau mau diingat lagi sebenarnya laga Prannoy dan Ginting itu adalah milik Ginting. 

Segala permainan indah Ginting sudah keluar, apa daya Prannoy sukses mengembalikan banyak bola dan kemudian Ginting yang membuat kesalahan sendiri. Pola Prannoy di SF itu tentu tidak cocok dengan Jojo yang memang beda gaya dengan Ginting, maka tidak heran jika Jojo kemudian menang dengan cukup nyaman 21-12 21-18.

Apapun itu, sejatinya yang dibutuhkan adalah konsistensi. Semoga turnamen ini menjadi semacam pembuka pintu bagi Jojo dan FajRi untuk bisa kembali ke performa terbaik mereka. 

FajRi sendiri harus bisa lebih ekstra karena sejatinya kalau peringkat dibuka freeze-nya, mereka sudah di bawah The Babbies dan PraYer. Mereka ada di peringkat 9 juga masih ada hitungan prestasi mereka tahun 2019 yang lalu. Jojo dan Ginting sendiri masih punya PR untuk menjadi role model bagi MS lain di negeri ini. Mereka jelas punya kualitas itu, tetapi mereka masih ada PR di konsistensi.

Apapun itu, selamat untuk FajRi dan Jojo. Semangat untuk Ginting dan yang lainnya. Comeback stronger!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun