Konflik yang dibangun dapat dibilang sangat tanggung, baik antara Naga dengan Mariam maupun antara pasukan Naga dengan pasukan Belanda yang tersisa.Â
Beberapa adegan kehilangan memang sempat bikin terharu, akan tetapi ketika adegan itu kemudian tidak terlalu berkorelasi dengan sebelum dan sesudah, adegan baik itu juga menjadi semacam tempelan belaka. Jadi, ya sayang saja, sih.
Faktor durasi memang patut diduga menjadi penyebab utama timbulnya kebingungan dalam menonton film ini. Seperti dijelaskan tadi, dengan durasi kurang lebih sama terhadap film sebelumnya, film ini menggunakan 15 menit sendiri untuk kisah baru. Sementara, poin-poin pada film terdahulu seperti rapat penentuan pangkat maupun adegan perang dengan Belanda juga harus ada.Â
Mungkin karena itu, setiap adegan jadi seolah berjalan begitu cepat agar durasi tetap memadai. Padahal, di film yang lama, adegan rapat penentuan pangkat itu saja sudah makan durasi yang cukup panjang karena rapatnya sampai 2 kali. Di Naga Bonar Reborn? Sekali saja dan itupun sangat singkat.
Kemunculan Puan Maharani sendiri, ya, okelah. Hanya saja, ada satu hal yang luput karena seluruh elemen sebelum adegan Puan Maharani pidato sama sekali tidak menunjukkan atau bahkan memberi clue untuk menjelaskan siapa sih wanita yang tadinya tidak ada, tiba-tiba ada, pidato begitu heroik, ditimpali seluruh rakyat pula. Melalui berita tentang film, saya baru tahu bahwa peran Puan Maharani adalah utusan Soekarno dari Jakarta. Tapi, ya, masak nonton film harus cek beritanya dulu?Â
Walau plotnya membingungkan, sesungguhnya Naga Bonar Reborn ini tetap layak menjadi alternatif terutama ketika bapak-bapak tidak mau menemani anaknya nonton Frozen II.
Saya yakin, pihak film cukup memahami konteks pasar ketika berani-beraninya masuk ke jadwal ketika pada saat yang sama ada Frozen II. Sosok Gading Marten yang karakternya kuat, Citra Kirana yang cantik jelita, ditunjang komedi Ence Bagus dan Elly Sugigi masihlah dapat menjadi daya tarik film ini.Â
Sayangnya, sejauh saya mencari tiket, ketersediaan layar untuk film ini sudah terbatas sejak hari pertama alias tidak tayang di setiap bioskop. Bahkan--masih sejauh saya mencari--film ini hanya tayang di merk bioskop tertentu dan tidak pada tempat lain.Â
Jadi, ya, lebih sempit ruang lingkupnya daripada Susi Susanti. Sehingga memang butuh effort jika memang ingin menonton film ini. Agak sayang juga ya karena itu, tapi tentunya pembuat film punya pertimbangan lain.
Tabik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI