Di bulan Ramadan ini, katanya sih setan-setan dibelenggu. Walau demikian, rupanya masih ada saja setan dalam rupa manusia yang melakukan tindakan-tindakan yang tentu saja merupakan kejahatan. Selain kriminal seperti mencuri di rumah kosong atau penjambretan, tindak kejahatan finansial juga marak terjadi.
Apalagi, ada momen-momen di bulan puasa ketika orang-orang menjadi kurang fokus karena salah fokus. Maksud saya, ketika ibadah puasa pada prinsipnya untuk berfokus pada Allah, eh ini berfokus pada nanti mau buka puasa pakai apa. Walhasil, jadinya lemas dan ketika lemas itulah otak menjadi tidak fokus.
Tidak terhitung lagi saya mendapat telepon tipu-tipu, yang diawali pertama kali sejak saya mengaktifkan kartu kredit. Lucu ya, hari ini kartu kredit aktif, eh besoknya telepon tipu-tipu muncul. Datanya pindah apa ya~
Tidak hanya di bulan puasa, sebenarnya, namun beberapa modus kejahatan finansial perbankan di bawah ini cukup sering terjadi dan menimpa orang-orang yang lagi kurang fokus, maupun orang-orang yang aslinya lagi butuh uang, tetapi jadinya malah jebol banyak.
Jadi, mari kita cek apa yang harus diwaspadai.
1. Via Telepon
Ini klasik, sejak 10 tahun silam sudah ada. Modelnya adalah kita memenangkan sesuatu hadiah, kemudian kita diminta langsung ke ATM untuk pencet-pencet, yang sebenarnya itu adalah memindahkan isi tabungan kita ke rekening tukang tipu. Secara perbankan, ini legal karena toh kita sendiri yang melakukan transaksi di ATM. Begitu sadar kalau tipu-tipu, kita tidak serta merta bisa menyalahkan bank.
Ketika kuliah, saya pernah ditipu macam begini. Kebetulan, isi rekening anak kos kala itu hanya sisa 100 ribu alias tidak bisa diambil lagi. Ndilalah, tukang tipu menelepon ketika saya sedang menemani mantan pacar ke ATM. Jadilah dengan kewaspadaan rendah--lha memang nggak punya uang--saya turuti arahan si tukang tipu sekadar ingin tahu metodenya.
Ujungnya sih, saya dikata-katain. Hehe~
2. Melalui Surat Elektronik
Model begini dikenal dengan phising, ketika kita mendapat email yang berisi suatu link dan ketika dibuka, tampilannya mirip betul dashboard internet banking suatu bank, yang sayangnya meminta sampai ke nomor PIN maupun respon token.
Padahal, respon token hanya diperlukan jika ada transaksi. Kalaulah ada respon token untuk kepentingan pembaharuan data, itu hanya bisa dilakukan ya di bank.
Biasanya, email masuk sore hari ketika sudah mulai lemas dan kepala sudah terlalu penat oleh pekerjaan. Apalagi, kalau arahnya adalah adanya hadiah-hadiah yang bisa dimenangkan. Wah, itu kita wajib waspada.
3. Berbasis Data di Media Sosial
Ada beberapa orang yang rajin mengunggah privasinya ke media sosial, salah satunya bahkan angka-angka identitas perbankannya. Padahal, itu sungguh rawan sekali. Tiga digit CVV di belakang kartu kredit misalnya, begitu dipadukan dengan nomor kartu kredit bisa menjelma jadi jebolnya transaksi.
Maka, semiskin apapun atau sekaya apapun kita, sebaiknya hindari mengunggah hal-hal berbau perbankan ke media sosial. Ingat, setan banyak di sana.
4. Struk Palsu
Modus ini biasa terjadi dalam transaksi online shop. Buyer mengirimkan struk transfer palsu, yang benar-benar mirip aslinya, untuk kemudian meminta barang dikirim. Kita tahu, sebagai bakul online shop, jelang lebaran adalah peluang yang tipis. Dua pekan pertama adalah puncak transaksi karena di pekan keempat, banyak pengiriman sudah dibatasi. Walhasil, tekanan untuk cepat-cepat kirim dan cepat-cepat cuan membuat para seller kadang alpa untuk mengecek bukti transfer yang diberikan oleh buyer.
Untuk itulah, bank-bank telah menyediakan fitur notifikasi terutama melalui SMS terhadap transaksi yang telah terjadi di bank. Hal ini dapat meningkatkan awareness pada transaksi perbankan kita, supaya tidak terjadi ngirim barang padahal uangnya aslinya tidak masuk ke rekening seller. Kesian.
5. OTP alias One Time Password
OTP adalah skema yang sering dipakai oleh perbankan maupun marketplace untuk transaksi. Biasanya OTP dikirimkan ke SMS, ketika si tukang tipu sudah bisa menguasai akunnya si pemilik. Saya pernah mengalami menjawab telepon tukang tipu kepada bos saya untuk salah satu aplikasi kondang.
Dia mengirim OTP hingga 4 kali dan tentu berharap yang terakhir sehingga dia bisa menjebol akun bos saya. Saya ya tinggal jawab, "Wah, Pak, ini pesan OTP yang masuk ada 8, yang dipakai yang mana?". Tidak lupa saya salah menyebut angka supaya si tukang tipu itu kena tipu balik. Kalau lagi sempat, ulur-ulur waktu, rekam, dan viralkan nomor HP-nya. Lumayan buat seru-seruan.
Intinya sih, fokus. Banyak penipuan bisa terjadi karena korban tidak fokus, sudah kadung bahagia sama iming-iming atau sudah kadung lemas. Semoga di bulan Ramadan nan penuh berkah ini, kita dijauhkan dari kejahatan finansial perbankan.
Dan buat para pelaku: hambok tobat, broh~
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H