Dalam perspektif saya, ini sepenuhnya adalah akhir nan bahagia. Kalau kata orang bijak ini disebut WIN-HT, eh, win-win solution. Semua pihak yang telah terbelah gegara se-emplok bihun yang digoreng tiga detik seharusnya telah mendapatkan penyelesaian masing-masing. Bihun milik Tiwi tidak terbukti mengandung sesuatu nan berbahaya, perihal kemasan Tiwi juga sudah meminta maaf apabila lantas menimbulkan keresahan. Mentor baik formal maupun informal pun tentunya ikutan belajar mengelola ide yang sejalan dengan koridor. Saya hakulyakin, tagline "remas aku" itu sepenuh-penuhnya kreativitas yang belum dipagari koridor ke-Indonesia-an. Meski masih layak diperbedatkan, nyatanya kemasan dan tagline milik Bikini telah terbukti menimbulkan keresahan sampai-sampai orang lain memikirkan suatu kemungkinan yang bahkan tidak ada di dalam pikiran Tiwi sama sekali. Begitulah kita.
Semoga perkara Bikini ini menjadi pelajaran bagi kita semua. Tidak usah terlalu resah karena sesuatu yang seharusnya nggak bikin resah, sekaligus dalam kreasi sebaiknya dikelola sebaik-baiknya agar tidak menimbulkan keresahan. Harap maklum, sekarang kita memang lagi hobi resah.
Salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H