Mohon tunggu...
Alexander Arie
Alexander Arie Mohon Tunggu... Administrasi - Lulusan Apoteker dan Ilmu Administrasi

Penulis OOM ALFA (Bukune, 2013) dan Asyik dan Pelik Jadi Katolik (Buku Mojok, 2021). Dapat dipantau di @ariesadhar dan ariesadhar.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Review Film: Single (Raditya Dika)

1 Januari 2016   20:29 Diperbarui: 1 Januari 2016   21:09 1385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bicara Raditya Dika, bagi saya, adalah soal bagaimana orang bertumbuh. Saya melihat Raditya Dika pertama kali di Palembang tahun 2011, waktu itu dia tampil dengan kedok PENULIS, namun materi yang dibawakan adalah STAND UP COMEDY.

Beberapa waktu kemudian, saya kena sampling Kokoh Wira (Manajer Raditya Dika) untuk main futsal bareng. Waktu itu Raditya Dika sedang asyik pada karier Comic-nya. Beberapa bulan berikutnya, saya ikut pelatihan MENJUAL DIRI yang diadakan di event Sunday Meeting GagasMedia Group, sama Raditya Dika juga. Kini Raditya Dika sudah jadi sutradara. Waktu untuk itu tidak singkat, tidak pula lama-lama amat. Ketika Raditya Dika bertumbuh dalam hal karier, saya juga berhasil menumbuhkan salah satu bagian penting dari kehidupan.

Perut. Beuh.

Film dengan judul singkat, SINGLE, adalah film ketiga Raditya Dika (CMIIW) dalam konteks bukan dari buku. Kalau bicara Kambing Jantan, Cinta Brontosaurus, Marmut Merah Jambu, hingga Manusia Setengah Salmon itu semua kan buku Raditya Dika. Film pertama yang rasanya bukan dari bukunya adalah Cinta Dalam Kardus, kedua adalah Malam Minggu Miko. Jadi, sekali lagi, bagi yang mengikuti bagaimana pria berusia 31 mau 32 tahun ini berkarya, kelihatan perbedaannya.

Baiklah, film SINGLE ini berkisah tentang seorang pemuda bernama Ebi, berumur 27 tahun dan belum kerja, tapi punya mobil. Heuheu. Selain itu, Ebi juga jomlo menahun nan berkarat yang kalau mendekati cewek pasti ditolak. Plus adik sama-sama cowok yang akan MENIKAH. Wis, komplit. Komplit ngenes.
Ketika Alva, si adek, mau menikah. Ebi berjanji ke Ibunya untuk membawa seorang gadis pada pernikahan adeknya itu. Padahal, pada posisi itu, Ebi belum punya pacar sama sekali.

Dan, well, dalam prosesnya, Ebi bersama-sama dengan Wawan (Pandji) dan Victor (Babe). Proses demi proses berjalan hingga akhirnya Ebi bertemu dengan Angel di kos-kosan. Ah, ini sungguh kisah impian banget, nemu jodoh di kos-kosan. Sungguh mimpi hina, terutama bagi yang ngekos di kos-kosan cowok semua.

Lantas berhasilkah Ebi mendapatkan Angel? HAHAHAHAHA, mau tahu aja, atau mau tahu campur?

Mengacu pada teknik pembabakan yang oleh Raditya Dika ditulis dalam sebuah buku, maka pentahapan dalam film SINGLE ini sungguh menggunakan DRAMA TIGA BABAK yang dalam buku tersebut sudah diakui bahwa sering digunakan oleh Raditya Dika dalam berkarya. Kemunculan konfliknya persis, pemulihannya juga sama.

Jadi, DRAMA TIGA BABAK memang metode paling pas untuk menelurkan karya.
Film ini boleh dibilang seru, bahkan untuk film yang kepanjangan untuk durasi film Indonesia. Kalaulah dibandingkan dengan film-film yang lain, mungkin yang menyamai keseruannya adalah Cinta Dalam Kardus. Kalau yang lain, saya sudah kadung terjebak isi bukunya, jadi segala alur yang ditukar-tukar dalam film bikin males.

Boleh dibilang, akting Raditya Dika maju pesat sekali. Janganlah lagi melihat Kambing Jantan, karena akan tampak bedanya. Jadi memang berkarya itu butuh proses, semakin baik pada setiap film. Meski memang ada ekspresi yang tampak lebay, namun jumlahnya berkurang sekali dibandingkan film-film lainnya. Apalagi ditunjang oleh peran Pandji yang dewasa dan Babe sebagai bagian bikin punchline, trio tersebut cukup mampu membawakan alur dalam film ini.

Adegan Ebi dan Angel
Adegan Ebi dan Angel

Sisi positifnya, si ANGEL itu ayu pisan, rek. Saya bisa bilang lebih cantik daripada gadis-gadis di film Bond, eh, Raditya Dika sebelumnya. Even itu adalah Kimberly Ryder. Saya mah anaknya memang mudah tergoda sama yang tsakep-tsakep. Sisi positif lagi, di film ini ada adegan mobil salto, hingga ada pula adegan skydiving, dan yang paling mantep dari semuanya adalah...

ADA ANGGOTA DPR KOMISI SEMBILAN MAEN!!! *nggak santai*

Sisi negatif, hmmm, tentu ada. Yang paling jelas adalah flight ke Bali. Scene singkat, kok, tapi jelas. Mana ada flight dari Jakarta ke Bali pakai pesawat kecil formasi 2-2? Semakin parah ketika di bandara Ngurah Rai, yang ditampilkan mendarat adalah pesawat Garuda Indonesia yang rasanya adalah Boeing 737-800NG yang formasinya 3-3.

Sayang saja, toh scene-nya tidak perlu-perlu benar. Menurut saya. Kelemahan lain, ada sih, tapi tidaklah terlalu mengganggu.
Oya, kalau nonton, perhatikan beberapa hal yang akan bikin kaget begitu tahu endingnya. Oalah gini to, bakal ada sedikit kata-kata semacam itu keluar. Film ini tidak sekadar soal cinta dan jomlo, tapi juga soal kasih sayang kepada Ibu.

Kalau lo lagi suka sama seseorang, lo pastiin...
itu cuma penasaran atau cinta?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun