Mohon tunggu...
Alexander Arie
Alexander Arie Mohon Tunggu... Administrasi - Lulusan Apoteker dan Ilmu Administrasi

Penulis OOM ALFA (Bukune, 2013) dan Asyik dan Pelik Jadi Katolik (Buku Mojok, 2021). Dapat dipantau di @ariesadhar dan ariesadhar.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Upacara Tabur Bunga di KRI Banda Aceh

10 November 2015   17:59 Diperbarui: 10 November 2015   18:01 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Flashback sedikit ke cerita setahun silam ketika dunia penerbangan berduka kala pesawat AirAsia jatuh ke laut. Beritanya sungguh luar biasa ketika itu. Dan salah satu fokus dalam seluruh pemberitaan itu adalah sebuah kapal perang bernama KRI Banda Aceh. Lewat kapal inilah, jejak pesawat itu ditemukan. Lewat kapal yang sama, puing-puing--berikut para korban--diangkut ke daratan.

Kapal yang umurnya masih balita dan asli buatan PT. PAL ini sudah menjadi kapal yang sangat sibuk dan cukup berjasa bagi masyarakat. Maka, menjadi kebanggaan tersendiri ketika saya mendapat kesempatan untuk masuk ke dalam KRI Banda Aceh guna mengikuti upacara tabur bunga di laut dalam rangka Hari Pahlawan.

[caption caption="sumber: beritasatu.com"][/caption]
Proses keberangkatan dilakukan via tempat yang lagi ramai heboh RJ Lino sama Rizal Ramli, Tanjung Priok. Dan jujur saja, setelah tahun 1989 sebagai penumpang pada umumnya, baru kali ini saya menjejak Tanjung Priok lagi. Beda dengan si Babang Acen yang belum lama ini juga mendaki Tanjung Priok #lah. Menurut undangan, kapal tolak pada 06.30. Karena saya anak rajin, sampailah saya di lokasi pada pukul 06.00. Sesudah masuk ke lambung kapal dan mengisi buku tamu, naiklah saya beserta undangan lain ke bagian atas. Cukup tinggi juga, tapi tidak sampai bikin pegel.


Di bagian atas ternyata sudah dibuat tenda ala kondangan. Ada sarapan buburnya juga. Ada minum teh dan kopi juga, walaupun ngantri gelasnya setara ngantri paspor. Suasana sejuk karena ada AC yang dipasang di sudut-sudut ruangan. Banyak juga massa yang hadir dalam upacara yang digelar oleh Kementerian Sosial, tapi Inspektur Upacara-nya Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan memakai kapalnya Angkatan Laut ini.

Hiburan lagu-laguan sudah ada di panggung sejak pagi hingga kurang lebih 07.45. Kapal sendiri tolak kurang lebih 06.45, dan sungguh tidak terasa.
Sejujurnya lagi, ini adalah edisi naik kapal (lagi) sesudah tahun 2004 dengan kondisi muntaber. Agak-agak khawatir saya bakal mabuk laut, tapi ternyata karena kapal melaju dengan cukup pelan dan mulus, kapalnya jalan saja saya nggak ngerasa.


Tamu-tamu yang hadir rupanya dari banyak kalangan. Banyak prajurit maupun tentara berpangkat lumayan, termasuk juga Polisi, hingga para PNS dari berbagai lembaga negara. Ada juga beberapa veteran, keluarga veteran, hingga organisasi pemuda--sekurang-kurangnya saya melihat Karang Taruna dan KNPI pada acara tersebut. Agak keder juga saya, mah. Namun apa daya, melihat emak-emak selfie-selfie, bahkan ada yang bawa tongsis, keder saya jadi geleng-geleng. Ternyata emak-emak strata tinggi juga memiliki sifat kekinian yang kentara.


Upacara dimulai pada pukul 08.00, dipimpin langsung Bapak Yuddy Chrisnandi. Upacaranya juga singkat, hanya laporan, mengheningkan cipta, pelarungan karangan bunga, dan ditutup dengan tabur bunga di laut Teluk Jakarta. Ada satu hal yang unik tadi itu, jadi sedari awal di atas kapal itu panas, namanya juga Jakarta, tengah laut pula. Tapi begitu pas doa--ini benar-benar pas--tetiba suasana menjadi sejuk dengan embusan angin yang cukup dingin dan meniadakan keringat yang sudah menetes duluan. Ada apa, ya?


Ada 1-2 orang yang menarik perhatian saya, mulai dari yang terpekur sejenak ketika menabur bunga di laut lepas, ada juga seorang veteran yang hormatnya masih sangat mantap. Keduanya menjadi refleksi sederhana di balik manusia-manusia lain di atas kapal yang lebih sibuk selfie dan berfoto ria. Yah, mengenangkan pahlawan dengan foto bareng. Mari mencari logikanya.


Sesudah upacara sampai kemudian kapal kembali ke dermaga yang sama, acara diisi dengan santap pagi menjelang siang diiringi lagu-lagu. Kumendan-kumendan juga turut bernyanyi, termasuk seorang veteran yang tampak bikin bingung pengiring, namun semangatnya layak diacungi jempol.
Di tengah laut saya mengheningkan cipta, yang saya bayangkan adalah orang-orang yang mati, hilang nyawa, berhenti berupaya, untuk berdirinya Indonesia.

Dan sekarang, anak-anak muda begitu mudahnya menghina Indonesia, sementara mereka bahkan belum memberikan apapun pada negeri ini. Begitu banyak manusia yang lahir di Indonesia, namun lebih senang budaya-budaya luar dan bahkan ingin menjadi negeri ini seperti negeri di luar sana. Lantas kita mengenang arwah para pahlawan untuk apa, kalau begitu?


Kesempatan langka bisa mengikuti upacara tabur bunga di laut memang menjadi hoki saya, ketika lagi nggak dapat giliran dinas. Namun kesempatan besar untuk bisa berkarya bagi bangsa Indonesia itu kiranya terbuka untuk semua orang, lho. Membuktikan diri bahwa kita adalah orang-orang baik, yang nggak cuma mencerca anggota DPR dan PNS, tapi sama sekali nggak punya keinginan untuk masuk dan mengubah sistem yang dicerca. Ingat, negeri ini hancur bukan karena orang-orang jahat, tapi karena orang-orang baik memilih untuk diam dan mendiamkan.
Selamat Hari Pahlawan! Merdeka!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun