Nah, kalau yang ini saya rasakan benar. Di berbagai RS yang pernah saya datangi baik sebagai pasien, penunggu, maupun pengunjung, ada sebagian yang memberi pelayanan khusus dari aspek rohani. Ada jam-jam khusus berdoa per pasien. Bahkan sesekali ada pemuka agama yang datang (juga per pasien) untuk memberikan pelayanan rohani berupa doa guna kesembuhan pasien.
Baik sebagai pasien, penunggu, maupun pengunjung, saya merasakan ademnya sebuah doa.
Tenaga Pelayanan
Seluruh tenaga kesehatan yang ada di tempat berobat adalah juga manusia. Pasien juga manusia. Semuanya punya kepentingan. Seperti pernah saya ceritakan di Kompasiana juga, saya juga pernah bete abis ketika melayani di Balai Kesehatan bertarif Rp. 2500 (plus obat) karena mendengar pasien berkata:
"Itu nomor 25 udah dilayani, saya nomor 24 kok belum?" (Padahal resep nomor 24 itu pulveres/puyer 90 bungkus, untuk apoteker yang nggak rutin bikin sediaan ini, jumlah 90 bisa bikin mati berdiri *hiperbola*)
"Lama amat sih?" (Padahal isi resepnya obat 5 macam, dan butuh pengolahan sedikit sebelum bisa diberikan ke pasien)
"Bisa diduluin nggak?" (Ini hakikat manusia kali ya, semuanya ingin didahulukan, tapi karena semua ingin didahulukan siapa yang duluan dong?)
"Kok obatnya dikit?" (Ini kadang bikin speechless lha wong resepnya segitu kok ya mau ditambahin?)
Saya selalu yakin bahwa tenaga kesehatan yang ada di seluruh tempat pengobatan punya keinginan untuk melayani maksimal. Beberapa dari tenaga kesehatan itu punya sumpah sendiri yang harus ditaati karena kaitannya dengan Tuhan. Hanya, sebagai manusia, pasti ada kekurangan. Mungkin pula sedang ada masalah lain, sehingga mengganggu fokus pelayanan, tapi apapun pelayanan maksimal itu adalah niatan utama. Saya selalu percaya hal ini.
Saya nggak bisa membandingkan dengan yang terjadi di luar negeri. Okelah secara teoritis saya mengenal bahwa di luar negeri, sesuatu yang bernama asuhan kefarmasian alias pharmaceutical care itu sudah semakin menggema sehingga pasien dan apoteker punya komunikasi bagus. Yang saya tahu hal ini sudah mulai diterapkan di beberapa RS di Indonesia. Karena nggak bisa membandingkan, makanya saya cuma bercerita dari yang saya alami saja baik sebagai pasien, penunggu, pengunjung, hingga sebagai tenaga kesehatan.
Memang harus diakui bahwa banyak hal yang perlu diperbaiki dari sistem kesehatan di Indonesia. Dan itu adalah tugas kita bersama agar menjadi sama-sama nyaman :)