Suatu kali, bertahun-tahun kemudian. Saya sudah beberapa kali ganti handphone, dan waktu itu pegang sebuah handphone yang kata orang lebih mirip remote AC. Tak apa, yang penting sliding. Sayangnya baterainya bermasalah. Setiap ada panggilan, mati dia. Dan suatu kali, salah satu manager di tempat saya dulu bekerja, menelpon saya, dan seketika handphone itu mati. Saya gelagapan minta ampun. Dan besoknya saya langsung beli handphone.
Itu kejadian waktu saya sudah punya handphone.
Adik saya tinggal di asrama yang tidak memperbolehkan handphone. Dan waktu adik saya yang lain lagi wisuda, saya bertugas menjemput adik saya yang di asrama itu di terminal Jombor Jogja karena dia datang dari Magelang. Saya cuma bingung saja, adik saya ini SMA, masa pertumbuhan, siapa tahu saya pangling wajahnya? Lalu saya juga bingung bin galau di Jombor sana karena nggak tahu adik saya sudah sampai mana. Sudah berangkat atau belum? Untung dia kemudian pakai baju yang pernah saya belikan.
Itu kejadian waktu bergaul dengan adik saya yang nggak punya handphone.
Dan sampai saat ini, sebisa mungkin saya akan membawa si Compaq laptop saya kemana pun. Waktu di Palembang, itu laptop saya bawa bertualang naik bis, kereta api, pesawat, hingga bajaj. Dan kini di Cikarang pun, laptop itu saya bawa menyusuri pantura dan jalur selatan. Karena saya butuh untuk menulis, itu saja.
Dan benda-benda mati itu, tiba-tiba menjadi syarat untuk hidup? Astaga!
Kadang-kadang saya iri dengan adik saya yang bisa hidup tanpa banyak gadget hehehe...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H