Mohon tunggu...
Alexander Arie
Alexander Arie Mohon Tunggu... Administrasi - Lulusan Apoteker dan Ilmu Administrasi

Penulis OOM ALFA (Bukune, 2013) dan Asyik dan Pelik Jadi Katolik (Buku Mojok, 2021). Dapat dipantau di @ariesadhar dan ariesadhar.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ketika Seorang Pria Meregang Nyawa di Depan Mata Saya

22 November 2011   16:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:20 642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Si Lappy sudah dari pulang kantor tadi tidur tenang di dalam tas. Dalam bayangan saya, sesudah pulang saya akan tidur lelap demi menghadapi audit pasrah esok hari. Sungguh mimpi yang sungguh indah. Sayangnya mimpi indah itu memang hanya di mimpi. Pada kenyataannya, saya dihadapkan pada sebuah pelajaran hidup.

Kedua tangan ini masih lemas ketika menari di atas keyboard. Jantung saya masih berdebar sampai sekarang, saya baru saja selesai mandi. Cucian jaket, celana, dan sandal juga masih direndam. Saya perlu mandi dan mencuci malam-malam karena ada DARAH di sana dan itu adalah DARAH MANUSIA yang berasal dari bagian belakang KEPALA.

Astaga! Mengapa malam-malam saya harus mengalami ini?

Tadi, sekitar jam setengah 10 malam saya sedang mengendarai sepeda motor, hendak pulang ke kost. Saya bukan tukang ngebut, meski saya juga bisa memakai kecepatan. Dan malam ini saya memang tidak lagi pengen ngebut. Di depan ada sebuah perempatan, di kiri jalannya berdiri megah sebuah rumah sakit. Ini perempatan yang saya lalui setiap pulang kerja dan pulang dari mana-mana. Disini saya sudah pernah sekali melihat Honda Supra X ditabrak Mitsubishi Pajero, persis di depan mata.

Saya belum melalui perempatan itu, dari kejauhan tampak lampu merah yang berasal dari bagian belakang sepeda motor, berhenti di tengah jalan. Itu saja yang saya lihat. Di sisi kiri, di depan rumah sakit, seperti biasa ramai orang, jadi menurut saya itu hal biasa. Mungkin itu sepeda motor kesenggol atau bagaimana yang simpel, pikir saya. Dengan pikiran yang sama saya melajukan si BG, motor kesayangan, melalui perempatan. Sepeda motor tadi masih anteng di tengah jalan. Ini agak parah, pikir saya lagi. Ketika terdengar suara teriakan wanita yang agaknya shock, saya baru sadar ini parah.

Sontak saya hentikan sepeda motor di depan rumah sakit. Saya lihat orang-orang sudah mengangkat si wanita yang histeris, berikut sepeda motornya. Saya mencoba mengamankan benda-benda lain yang mungkin mengganggu perjalanan.

Sebelum ini saya pernah ketemu kejadian kecelakaan sepeda motor vs sepeda motor di Jalan Kaliurang Jogja dan saya mengamankan sepeda motor dari tengah jalan. Saya juga pernah melihat sepeda motor menabrak orang, dan kemudian jadi manusia bodoh karena membiarkan si pemilik sepeda motor melarikan diri dengan mengambil harta miliknya yang ada di dalam tangan saya. Untunglah waktu itu yang ditabrak tidak apa-apa dan saya berhasil mengamankan pelat nomornya. Ini kejadian di Jalan Veteran Palembang.

Prosedur yang sama saya lakukan. Saya pikir ini biasa saja. Mungkin tabrak lari atau kecelakaan tunggal.

TAPI...

Ternyata TIDAK! Tepat di depan rumah sakit, di trotoar, sebuah sepeda motor model lelaki warna (mungkin) merah terkapar ganas. Bagian depannya HANCUR. Dan seorang pria tergeletak KEJANG disana, tanpa HELM.

Saya mungkin Apoteker yang buruk dari sisi kemanusiaan. Melihat pria itu kejang, saya hanya diam melongo bingung. Respon saya lambat, itu saya akui, makanya saya memilih untuk menjadi kiper kalau di permainan futsal. Ya guna melatih respon itu.

Otak saya berpikir, ini kecelakaan sudah dari tadi saya belum melewati perempatan, mestinya orang ini sudah diangkut dari tadi, kenapa sampai saya sudah mengamankan sandal dll dari jalanan, orang ini masih ada?

Akhirnya ada seorang pria bersiap di bagian kaki. Dia memanggil yang lain. Naluri apoteker saya baru jalan. HEY! Meski kamu itu apoteker di industri, bukan berarti sumpahmu tidak berlaku di jalanan macam ini kan?

Dua orang lain datang, satu mengambil kaki kanan, satu mengambil tubuh bagian kiri. Jadilah saya mendapat jatah tubuh bagian kanan. Pria itu KEJANG, mirip orang sedang epilepsi. Kejang itulah yang menyadarkanku bahwa ini parah, parah sekali. Dan benar, ketika tubuhnya diangkat, tampak genangan darah segar yang berasal dari belakang kepala. Oh, ini sungguh-sungguh parah!

Posisi mengangkat sudah nggak benar dari awal, tampaknya yang lain menghindari darah di kepala itu, sementara kepalanya menggantung. Hufft... dengan keberanian yang tersisa, jadilah tangan saya menopang di bagian leher. Dan sejenak ketika naik ke trotoar, sandal saya mulai terasa aneh. Yap! Sandal berikut kaki saya merah-merah oleh tetesan darah pria itu.

Pria itu berhenti kejang ketika proses mengangkat baru sampai pintu rumah sakit, dari dadanya tidak tampak ada gerakan nafas. Waduh, bagaimana ini? Dari kejauhan satpam rumah sakit sudah membawakan tempat. Ketika pria itu sudah diletakkan pada tempatnya dan dibawa, saya segera menjauh. Dugaan saya pria itu masih hidup karena dalam kejangnya yang terhenti, posisi tangannya masih tegang, artinya MUNGKIN masih ada aktivitas pemompaan darah disana. Satu yang pasti dia sudah kehilangan banyak darah di kepala.

Dan sungguh saya perlu minta maaf soal ini. Saya memang seharusnya menuruti perintah kitab suci untuk menolong orang semacam ini, tanpa peduli kenal atau tidak. TAPI saya pernah punya pengalaman buruk ketika yang DEKAT atau yang ADA DI TEMPAT adalah yang TANGGUNG JAWAB. Saya jauh dari kecelakaan itu dan saya hanya hendak membantu, saya sungguh trauma kalau harus disuruh TANGGUNG JAWAB. Lha wong baru saya selesai sudah ditanyain, "kamu temannya ya?"

Ini hal baru dalam hidup saya yang mungkin bukan apa-apanya profesi lain, macam perawat atau tim PMI. Dan kejadian barusan juga menunjukkan saya bukanlah orang dengan profesi kesehatan yang baik. Di saat saya menolong, saya nggak tuntas. Tapi setidaknya ada beberapa hal yang bisa saya bagi disini, untuk rekan Kompasianer sekalian:
1. Berhati-hati dalam berkendara itu wajib, namun kadang ketidakhati-hatian orang lain juga bisa membawa bencana buat kita sendiri. Kalau melihat kronologis kecelakaannya, kira-kira demikian. So, kita harus double hati-hati.
2. Tolonglah orang yang LEBIH PERLU. Orang-orang tadi lebih memilih mengamankan yang bebas darah dan yang wanita (kebanyakan orang disana tadi adalah pria). Padahal yang jauh lebih perlu adalah pria itu. Saya datang jauh belakangan dan geleng-geleng, ngapain aja orang-orang disini dari tadi? Ketika saya selesai dari rumah sakit, orang-orang yang diam disana tadi dengan fasih bercerita. Apa artinya? DIA ADA DISANA DARI TADI.
3. Hidup itu sangat berharga. SANGAT-SANGAT BERHARGA. Kesimpulan maha besar dari apa yang saya lihat tadi.

Sudah dulu ya rekan kompasianer sekalian. Saya masih bingung apakah tangan saya ini lemas karena pegal, karena besok mau audit, atau karena saya masih shock dengan yang saya lihat. Doakan saya bisa tidur dengan nyenyak. Maklum, saya melankolis, yang menyimpan sangat rapi memori, apalagi yang semacam ini. Hufffftt....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun