Judulnya tampak absurd ya? Maaf. Tapi saya ingin memakai akhiran yang sama dengan huruf i, jadilah saya pilih Menyelami Bukittinggi. Lagipula dalam perspektif menyelam itu melihat bagian bawah, maka toh nanti kita akan melihat bagian bawah dari Bukittinggi. Kira-kira demikian.
Saya hidup 14,5 tahun di Bukittinggi, dipotong masa menyusui sampai benar-benar ingat kejadian yang ada di kepala mungkin cuma 10 tahun. Dan si 14,5 tahun tadi sudah berlangsung lebih dari 10 tahun silam. Jadi, apakah tulisan ini layak dipercaya? Catat pula, saya bukan orang asli Minang. Apa pantas saya bercerita.
Pertanyaan yang galau. Bagi saya menulis itu menyembuhkan. Dan karena saya kangen rumah, maka saya ingin menyembuhkan malarindu itu dengan menulis.
Sebenarnya apa sih yang mau dilihat dari Bukittinggi?
Ada beberapa landmark, sebutlah jam gadang, panorama, dan ngarai sianok. Semuanya itu ada di lokasi yang cukup dekat. Itu sebabnya saya pernah heran bukan kepalang. Dulu waktu masih jadi residen Bukittinggi, nggak pernah ada cerita Bukittinggi macet. Eh, pas giliran mudik waktu lebaran, muacetttt gilaaaaa... Untung saya naik motor dan sudah dididik di jalan Palembang dan Cikarang, jadi lancar.. hehe..
Jam gadang mungkin bisa digali dengan mudah dengan Mbah Google, demikian pula panorama. Soal panorama ini saya jujur masih suka takut jatuh.. hehe.. Demikian pula dengan Lubang Jepang, tempat para pengunjung berebut oksigen di bawah tanah. Cuapekk minta ampun, mana turunnya jauh pula.
Saran saya, kalau ke Bukittinggi, pergilah ke Ngarai Sianok. Ada kok Ikabe yang lewat sana, jadi jangan takut. Jalan ke sana memang cukup menyeramkan, tapi supirnya biasanya pakar. Sayangnya, ngarai yang sepi itu kadang jadi ajang mesum. Tapi ini kejadian 10 tahun silam sih, semoga saja sekarang nggak. Berdiri di tepi sungai Ngarai Sianok dan sedikit merendamkan kaki, wuihhh.. nikmat minta ampun..
Lantas, saya mau fokus pada kuliner yang jarang tampak oleh orang. INI PENTING! hehe..
Pertama, kalau di pasar atas, segera cari PISANG KAPIK alias pisang bakar gepeng (atau pisang gepeng bakar?) yang dikasih tambahan kelapa bergula merah. Nikmat sangat!
Kedua, sebenarnya BIKA itu adanya di jalan menuju Bukittinggi. Tapi kalau sudah kadung kebablasan, ada kok di Pasar Lereng. Rasanya sih menurut saya nggak kalah nikmat.
Ketiga, sudah di pasar lereng, nanggung kalau nggak cuma nasi kapau dan ketupat di sisi kiri Pasar Lereng (dari Pasar Atas loh..) Enaknya minta ampun. Sering masuk tivi, tapi orang nyari agak susah karena letaknya yang nyempil di akhir Pasar Atas dan di tengah Pasar Lereng. Siapa tahu ada orang desperado lalu membatalkan niat karena tempatnya nggak ketemu. Rugi!
Keempat, sate padang ada dimana-mana, tapi selain Sate Mak Anjang yang mantap, ada satu lagi Aur Kuning, namanya Sate Haysah, ini nama anaknya dan kebetulan muridnya orang tua saya. Penting ya? hehehe.. Tapi yang pasti ENAK!
Kelima, ini saya agak sangsi masih ada atau tidak, tapi pernah ada gorengan legendaris di dekat lapangan kantin. Sungguh, nikmatnya minta ampun. Ada di depan Masjid letaknya. Semoga masih ada.
Kiranya demikian sedikit laporan saya. Dua bulan lagi pasti saya update karena saya baru mudik dua bulan lagi. hehe..
SEMANGAT!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H