Mohon tunggu...
Alexander Arie
Alexander Arie Mohon Tunggu... Administrasi - Lulusan Apoteker dan Ilmu Administrasi

Penulis OOM ALFA (Bukune, 2013) dan Asyik dan Pelik Jadi Katolik (Buku Mojok, 2021). Dapat dipantau di @ariesadhar dan ariesadhar.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Reportase Begin A New Park Day di Taman Tebet Honda

9 Februari 2015   04:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:34 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah sekian purnama (di Bekasi) saya tidak mengikuti event Kompasiana. Terakhir saya ikut event kopdar Kompasiana, Bung Hatta baru pulang dari KMB. Apalagi sekarang di K saya lebih memilih menjadi silent reader belaka, instead of silent admirer. Maka ketika ada event bertajuk Begin A New Park Day bersama Samsung yang lumayan dekat dari kosan, saya langsung berangkat, tanpa peduli bahwa di hari Minggu pagi nan ceria terjadi hujan yang menggunakan Natrium Benzoat alias awet.

Begitu sampai ke Taman Tebet Honda, hujan masih turun dengan manjanya, bahkan sampai jam 9. Ini semacam dejavu bagi saya yang di hari Minggu bangun pagi lalu kabur hujan-hujanan. Sebagai pegawai pada umumnya, sebenarnya bangun siang adalah kesenangan pribadi tingkat dewa. Dewa Budjana. Toeng!

Namun, berkat kesabaran tingkat dewa, Dewa 19, saya akhirnya mendapatkan Goodie Bag yang dinanti-nantikan. Berisi kaos, air mineral 300 ml yang sudah lolos pemeriksaan Badan POM, kemudian yang paling penting dari semuanya adalah TONGSIS. Memiliki TONGSIS adalah salah satu bucket list saya, namun entah kenapa saya masih malu kalau datang sendiri beli TONGSIS ke toko. K tahu sekali, makanya saya dikasih TONGSIS. Hore!

Setelah sabar menanti dengan tenang, akhirnya sesi dimulai dengan sedikit buru-buru. Mas Didiet menyampaikan banyak hal tentang fotografi dalam waktu singkat. Poin utamanya adalah teknik mengambil gambar. Dari 9 zona, kiranya hendaknya lazimnya indahnya diisi sepertiga, atau diagonal. Mas Didiet juga menjelaskan tentang looking room, sebagai bagian yang memperbagus foto. Untuk memotret menggunakan ponsel, Mas Didiet--yang sepagian ngebul vapor--menyebutkan bahwa penting untuk mengeset dimensi ke ukuran tertinggi, sehingga bisa diedit di komputer nantinya. Pengguna ponsel juga harus cek posisi pengambilan gambar. Mas Didiet tidak menyarankankan flash, karena memang kalau di ponsel terlalu mepet flashnya. Plus, jangan pakai zoom juga, karena ini digital dan terbilang sebagai pembesaran palsu. Mas Didiet juga bilang bahwa kalau kita merasa bahwa foto kita jelek, lihatlah foto yang bagus, cari apa yang bikin bagus, buat catatan, tiru, lalu latih-latih-latih.

[caption id="attachment_367870" align="aligncenter" width="508" caption="Presentasi Fotografer Proporsional (sumber: IG @ariesadhar)"][/caption]

Berikutnya yang maju adalah Mas Fikri. Ini bukan Fikri suaminya teman kantor saya. Mas Fikri menyampaikan soal esai foto. Konsep utamanya adalah esai foto itu mengangkat tema kemanusiaan, namun jangan sampai sekadar menjadi kumpulan foto belaka. Carilah sisi lain, paradoks-paradoks yang muncul dari kenyataan yang kita lihat. Esai foto sendiri memuat konsep EDFAT, yaitu:

ENTIRE

DETAIL

FRAMING

ANGLE, dan

TIMING.

Ternyata bikin esai foto itu susah juga, lebih susah daripada mencari jodoh yang seiman.

[caption id="attachment_367872" align="aligncenter" width="507" caption="Dapur Angklung (Sumber: IG @ariesadhar)"]

14234041361946229693
14234041361946229693
[/caption]

Sesudah memakan dua potong roti mahal dari K, saya mengikuti persembahan ceria dari Dapur Angklung dan Capoeira. Keren juga mereka. Adek saya yang dulu pemain angklung saja sekarang pegangannya stik PS. Parah tuh orang, emang.

[caption id="attachment_367873" align="aligncenter" width="510" caption="Beraksi! (Sumber: IG @ariesadhar)"]

1423404377352680154
1423404377352680154
[/caption]

Sesi berikutnya, saya menjelma menjadi anak SMA kekinian sembari berbaur dengan pembaca HAI dan Kawanku. Sebagai informasi, waktu layak saya membaca HAI sudah berlaku 10 tahun yang lalu. Umur saya sudah kepala sekian, tapi ya memang belum kawin, sih. Namun dengan kepedean tingkat Bambang Widjojanto, saya duduk manis saja menyimak topik soal menambah likes di medsos. Topiknya lumayan penting buat saya yang sudah jadi penulis, tapi follower Twitter-nya 1000 saja belum. Makanya, follow @ariesadhar dong. #ngiklan #biarin #yoben #rapopo #mbelgedhes

Habis itu, saya nangkring di Taman Tebet sambil melihat orang-orang aneh yang buah sampah plastik ke tong sampah bertuliskan ORGANIK. Saya juga nangkring melihat perokok-perokok yang buang puntung di bawah kakinya, padahal tong sampah begitu dekatnya dengan mereka. Begitulah. Namanya juga manusia.

Sesudah stand up comedy--yang semacam kurang lutjuk--akhirnya saya bisa menyaksikan RAN dari dekat. Mereka memainkan beberapa lagu dan diakhiri dengan lagu paling tenar kekinian bagi masyarakat negeri LDR, "Dekat di Hati". Saya agak heran dengan anak-anak SMA yang menjiwai lagu itu, memangnya mereka LDR? Saya loh LDR Indonesia-Inggris, mendengar lagu itu rasanya pedih, perih, pedas, ihiks.

[caption id="attachment_367876" align="aligncenter" width="498" caption="Jauh di mata, dekat di sapi #eh (Sumber: IG @ariesadhar)"]

1423404683493478850
1423404683493478850
[/caption]

Lucunya, begitu RAN turun panggung, hujan turun lagi. Saya pulang karena harus beribadah. Di jalan, mobilnya Rayi nangkring di belakang mobil (angkot) saya. Keren kan, ada di depan mobil artis?

Demikian kiranya liputan absurd hari ini, semoga bisa diterima dengan lapang dada, yang crispy. Salam Kompasiana!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun