Mohon tunggu...
Arie Prasetio
Arie Prasetio Mohon Tunggu... Dosen - Pelajar

Warga Indonesia yang hobi belajar dan berharap bisa menjadi orang yang bermanfaat bagi umat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menghadapi Ketidakadilan Sosial Melalui Lensa Mahatma Gandhi

17 Desember 2024   11:17 Diperbarui: 17 Desember 2024   11:17 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Meskipun prinsip Ahimsa memiliki kekuatan moral yang tinggi, implementasinya menghadapi berbagai tantangan. Dalam dunia yang sering kali didominasi oleh kekerasan struktural, ketidakadilan ekonomi, dan perbedaan ideologis, menerapkan Ahimsa membutuhkan keberanian, keteguhan hati, dan kesabaran.

Namun, seperti yang ditegaskan Gandhi, komitmen terhadap Ahimsa adalah jalan untuk menciptakan perdamaian abadi. Kekerasan hanya akan melahirkan siklus kebencian, sementara Ahimsa membuka jalan menuju rekonsiliasi dan harmoni.

Ketimpangan Sosial dan Ekonomi di Indonesia

Salah satu tantangan utama di Indonesia adalah ketimpangan ekonomi yang tajam antara kelas sosial atas dan masyarakat miskin. Menurut laporan Oxfam dan International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), 1% orang terkaya di Indonesia menguasai lebih dari 50% kekayaan nasional (Oxfam, 2017). Angka ini menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi belum dinikmati secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat.

Dalam pemikiran Gandhi, ketimpangan ekonomi adalah hasil dari keserakahan dan eksploitasi yang harus dilawan dengan kesederhanaan dan keberpihakan pada kaum miskin. Gandhi percaya pada konsep Sarvodaya (kesejahteraan untuk semua), di mana pembangunan harus inklusif dan berfokus pada kesejahteraan rakyat kecil, bukan hanya elit. Pendekatan ini menekankan pentingnya redistribusi kekayaan dan kebijakan yang berpihak pada rakyat kecil.

Perampasan Lahan dan Nasib Petani: Semangat Perlawanan Tanpa Kekerasan

Fenomena perampasan lahan oleh korporasi besar atau pembangunan proyek infrastruktur sering meminggirkan hak-hak masyarakat adat dan petani. Contohnya, kasus konflik agraria di Wadas, Jawa Tengah, dimana masyarakat menolak penambangan batu andesit untuk proyek Bendungan Bener. Perlawanan warga Wadas mencerminkan semangat perjuangan tanpa kekerasan seperti yang diajarkan oleh Gandhi.

Desa Wadas menjadi sorotan sejak pemerintah menetapkan wilayah tersebut sebagai lokasi penambangan batu andesit untuk pembangunan Bendungan Bener. Proyek ini diklaim sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN). Namun, warga Wadas menolak keras penambangan tersebut karena khawatir akan kehilangan lahan pertanian, kerusakan lingkungan, dan hilangnya sumber penghidupan mereka. Penolakan ini memuncak pada aksi damai yang kemudian mendapat respons represif dari aparat keamanan pada Februari 2022.

Menurut laporan dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), aparat kepolisian melakukan intimidasi dan penangkapan terhadap warga yang melakukan protes damai (YLBHI, 2022). Kekerasan ini mencerminkan bagaimana pendekatan koersif masih sering digunakan untuk menghadapi penolakan rakyat kecil.

Dalam situasi seperti ini, pendekatan Gandhi tentang Ahimsa menawarkan solusi yang lebih manusiawi dan efektif. Gandhi percaya bahwa perlawanan terhadap ketidakadilan tidak boleh dilakukan dengan kekerasan, melainkan dengan Satyagraha---kekuatan kebenaran dan moralitas. Seperti yang diungkapkan Gandhi:

"An eye for an eye only ends up making the whole world blind."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun