Mohon tunggu...
Ariel Theodore Suwandi
Ariel Theodore Suwandi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Bina Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebebasan Berpendapat, Bukan Kebebasan Menghina

20 Desember 2021   09:11 Diperbarui: 20 Desember 2021   09:17 589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Berkembangnya era digital membuat semua orang semakin mudah mengemukakan pendapatnya di media sosial atau media online. Hal ini tentu baik bagi sebagian orang yang mengerti tata krama dan etika dalam beropini. Namun, tidak bagi mereka yang kurang paham mengenai cara yang baik dalam beropini. Tidak sedikit dari banyaknya netizen yang berlindung dibalik kata "Kebebasan Berpendapat". 

Mereka menggunakan kata itu sebagai alat pelindung apabila pihak yang bersangkutan tersinggung atau tidak senang dengan opini yang cenderung merendahkan pihak terkait. Kurangnya edukasi dan ketidak siapan masyarakat, menjadi salah satu penyebab terjadinya kasus semacam ini, dan tentu saja jika dibiarkan akan menjadi hal yang kurang sehat bagi ekosistem media sosial, khususnya di Indonesia.

Dilansir dari www.tekno.kompas.com , sebanyak 60% remaja mengaku dirinya pernah mengalami tindakan bullying dan sekitar 87% lainnya mengalami bullying secara online. Angka ini merupakan angka yang cukup tinggi dan sangat memprihatinkan. 

Di Indonesia sendiri sudah ada UU No.19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Hal ini tertera pada pasal 28 ayat 2  yaitu "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik". 

Kemudian dilanjutkan pasal 27 ayat 3 yang berbunyi "Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)".

Namun, faktanya masih banyak orang yang belum paham dan mengerti tentang batasan berpendapat khususnya di media sosial. Banyak dari mereka yang masih merasa bisa berpendapat dan melontarkan kata-kata sesuka hati. Contohnya kasus yang terjadi pada Bupati Pangkep Syamsuddin Hamid Batara. 

Pasalnya, ada seorang pengguna media sosial Facebook yang melakukan penghinaan terhadap Syamsuddin. Bupati pangkep ini merasa tidak senang dengan komentar Budiman yang mengatakan bahwa Syamsuddin adalah bupati paling bodoh di Indonesia. 

Tentu saja sebagai seorang individu yang memiliki perasaan dan harga diri, wajar saja apabila Syamsuddin muak dengan komentar yang dilontarkan tanpa adanya latar belakang tertentu. Dan biasanya, orang yang melontarkan kata kata ini hanya bermodalkan rasa bosan dan kejahilan belaka tanpa memikirkan konsekuensinya.

Perlu dibedakan antara orang yang berpendapat di media sosial dan orang yang melakukan cyberbullying. Orang yang berpendapat di media sosial biasanya memiliki dasar dari argumen yang dilontarkannya, meskipun terkadang terkesan mengkritik, namun tujuan utamanya bukan untuk menghina, melainkan memberikan perspektif yang menurutnya lebih baik. 

Sedangkan orang dengan kebiasaan melakukan penghinaan terhadap orang lain sesuka hati di sosial media / biasa disebut cyberbullying biasanya memiliki beberapa latar belakang. Yang pertama, biasanya orang ini tidak mendapat perhatian dari orang tuanya, sehingga ia mencari perhatian di platform media sosial. Selain itu, mungkin saja orang ini hanya ingin bersenang-senang dan melepaskan beban masalahnya di dunia nyata.

Kekeliruan yang sering terjadi adalah banyak orang mengomentari sesuatu secara tidak rasional. Maksudnya adalah banyak dari netizen yang kadang menyerang sosoknya, bukan apa yang sosok tersebut lakukan. 

Tentu saja ini merupakan dua hal yang berbeda. Ketika seseorang ingin mengkritik dan mengeluarkan pendapatnya, setiap kalimat yang keluar akan bertujuan untuk mengomentari suatu kejadian, bukan orang atau objek yang sedang melakukan. Tentu saja sangat berbeda dengan orang yang menghina seseorang karena fisik ataupun kebiasaan orang tersebut yang sebenarnya tidak mengganggu kepentingan orang lain sama sekali.

Perdebatan ini merupakan hal yang sangat menarik. Namun, satu yang perlu diingat oleh masyarakat di Indonesia adalah, hal semacam ini sudah dilindungi oleh hukum yang sah. Jadi, sebagai warga negara yang taat, kita harus bisa mematuhi dan lebih berhati-hati lagi dalam melontarkan suatu pernyataan ke media sosial dengan tujuan bisa hidup berdampingan dan bisa berdebat secara sehat dimanapun kita berada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun