Revisi Undang-Undang Penyiaran (UU Penyiaran) yang baru-baru ini disahkan membawa perubahan signifikan bagi para konten kreator di platform digital seperti YouTube dan TikTok. Salah satu perubahan penting adalah kewajiban bagi konten kreator untuk melakukan verifikasi konten ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Kebijakan ini menimbulkan berbagai dampak, baik positif maupun tantangan, bagi ekosistem media sosial di Indonesia.
Mengapa Verifikasi Konten Diperlukan?
Verifikasi konten bertujuan untuk memastikan bahwa informasi yang disampaikan kepada publik adalah akurat, tidak menyesatkan, dan sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Berikut adalah beberapa alasan mengapa verifikasi konten menjadi penting:
Pencegahan Misinformasi: Informasi palsu dan hoaks dapat menyebar dengan cepat melalui media sosial, menyebabkan kebingungan dan ketidakpastian di masyarakat. Verifikasi konten membantu menyaring informasi yang tidak benar sebelum mencapai audiens luas.
Perlindungan Konsumen: Dengan verifikasi, konsumen dapat lebih percaya pada keandalan dan kredibilitas informasi yang mereka terima. Ini penting dalam konteks iklan dan promosi produk yang sering dilakukan oleh konten kreator.
Peningkatan Kualitas Konten: Standar verifikasi dapat mendorong kreator untuk menghasilkan konten yang lebih bermutu dan berintegritas, meningkatkan keseluruhan kualitas informasi di platform digital.
Proses Verifikasi oleh KPI
Proses verifikasi oleh KPI akan melibatkan beberapa tahapan berikut:
Pengajuan Konten: Konten kreator harus mengajukan materi mereka ke KPI untuk ditinjau sebelum publikasi. Ini bisa dilakukan melalui platform online yang disediakan oleh KPI.
Peninjauan dan Evaluasi: KPI akan meninjau konten untuk memastikan bahwa tidak ada pelanggaran terhadap norma hukum dan etika, serta memeriksa keakuratan informasi yang disampaikan.
Penerbitan Sertifikat Verifikasi: Jika konten dinyatakan layak, KPI akan memberikan sertifikat verifikasi yang menunjukkan bahwa konten tersebut telah lulus proses pemeriksaan.