Siapa disini yang suka membaca berita dari content creator di sosial media? Tahukah kamu, bahwa hadirnya content creator ini menjadi tantangan baru bagi jurnalis di era digital ini? Simak penjelasan di halaman berikut ini.
Kehadiran serta perkembangan teknologi telah mengubah suatu proses dalam memproduksi berita dan informasi. Teknologi yang berkembang pesat mendorong munculnya media-media baru yang digunakan untuk memproduksi berita dan informasi bagi masyarakat. Apa sebenarnya media baru (new media) itu? Menurut Widodo (2020, h. 13), media baru adalah media yang saling terintegrasi dengan adanya dukungan dari teknologi internet.Â
Untuk mempermudah pemahaman kita pada new media, ada beberapa karakteristik dari new media yang perlu kita kenali (Widodo, 2020, h. 14-16), yaitu digital, interactivity (komunikasi dua arah), hypertextual (kebebasan memilih dan menavigasi sumber informasi yang tersedia), jaringan (interaksi global), virtual (representasi kondisi seperti kenyataan, yaitu adanya audio-visual), dan simulated (representasi kondisi nyata menjadi simulasi atau kehidupan virtual). Itulah enam karakteristik media baru yang bisa membantu meningkatkan pemahaman kita mengenai apa itu media baru.Â
Â
Lalu bagaimana produksi berita dan informasi saat ini?
Satu hal yang tidak kalah pentingnya dalam pembahasan kali ini adalah, bahwa kemunculan media baru yang didukung oleh internet ini telah membuka dan memberikan kebebasan bagi penggunanya untuk memproduksi kontennya secara pribadi, termasuk berita dan informasi. Pada intinya, media baru memberikan akses kepada publik sebagai pengirim dan juga sebagai penerima pesan (konten). Kebebasan untuk memproduksi konten pribadi inilah yang disebut dengan User Generated Content (Yuniar, 2019, h. 18).Â
Jadi, apa sebenarnya User Generated Content itu? User Generated Content (UGC) adalah konten yang dibuat oleh pengguna dan biasanya diunggah di media sosialnya. Menurut Carr & Hayes (dalam Umbara, 2021, h. 573) UGC menjadi salah satu bentuk dari adanya perkembangan teknologi yang menjadikan media sosial sebagai saluran internet untuk berinteraksi dan menampilkan kontennya secara real time.Â
Jika sudah mengetahui apa itu User Generated Content, kita juga perlu mengetahui contoh penerapan dari UGC itu sendiri. Contoh User Generated Content dapat kita lihat dari unggahan Content Creator di sosial media, seperti Tiktok, YouTube, Instagram, dan sebagainya. Konten ini bisa berupa testimoni, review, penyampaian informasi serta berita, edukasi, dan sebagainya yang dikemas dalam bentuk teks, gambar, audio, animasi, grafik, dan video.Â
Lalu apakah benar bahwa para creator bisa memproduksi berita? Seperti yang sudah kita semua ketahui, bahwa saat ini berita-berita dan informasi terkini atau yang sedang terjadi tidak hanya disampaikan melalui pihak-pihak yang sudah tervalidasi, seperti Liputan 6, Kompas, CNN Indonesia, Sindo, Tribun, dan sebagainya. Namun, saat ini siapa pun dari kita bisa memproduksi berita dan informasi sendiri dan mengunggahnya di sosial media milik pribadi.Â
Nah, contoh mudahnya dapat dilihat dari content creator Tiktok yang bernama @esthernataliaa. Baru-baru ini creator tersebut mengunggah konten mengenai berita yang sedang ramai ditayangkan di media massa dan media sosial, yaitu kasus Jessica Kumala Wongso yang divonis 20 tahun penjara atas tuduhan pembunuhan yang dilakukan terhadap sahabatnya, Mirna. Pada konten tersebut, Esther sebagai content creator menggunakan elemen audio, gambar, teks, dan video, sehingga konten yang disajikan pun menarik perhatian penonton. Bahkan Esther mendapatkan lebih dari 1 juta penonton untuk kontennya mengenai berita yang sedang ramai diperbincangkan ini. Selain itu, beberapa creator lainnya juga kerap kali mengunggah konten berita dan informasi dengan menggunakan elemen pendukung, seperti teks, gambar, animasi, audio, dan video.Â
Menarik bukan? Jika konten-konten berita dan informasi ini diproduksi dengan menggunakan elemen-elemen di atas. Produksi dan penyebaran berita melalui media baru yang melibatkan elemen-elemen ini dikenal dengan jurnalisme multimedia. Multimedia ini berupa elemen yang meliputi teks, gambar, audio, animasi, grafik, dan video (Widodo, 2020, h. 17). Lalu bagaimana multimedia bekerja pada produksi berita di media baru? Berita-berita dan informasi yang disebarkan melalui media baru akan menjadi lebih menarik jika memberikan visualisasi yang menarik, dengan adanya elemen-elemen, seperti  teks, gambar, audio, animasi, grafik, dan video.Â
Jika berita dan informasi yang diproduksi oleh content creator lebih menarik di mata pengguna media baru, bagaimana dengan jurnalisme kedepannya? Apakah jurnalisme akan terancam karena kehadiran content creator? Apa yang harus dilakukan oleh jurnalis? Simak penjelasan selanjutnya di halaman berikut ini.
Bagaimana tantangan jurnalisme dalam menghadapi kehadiran content creator?
Kehadiran content creator yang memproduksi dan mempublikasikan konten berita atau informasinya menjadi tantangan tersendiri bagi jurnalisme di Indonesia. Bagaimana tidak? Jika data menunjukkan bahwa sebesar 68 persen masyarakat Indonesia mengakses berita dari media sosial (Saptoyo & Galih, 2022), maka bisa dikatakan bahwa berita-berita yang dipublikasikan secara resmi di media massa, media online, maupun media konvensional bukan menjadi sumber berita utama yang diakses oleh masyarakat.Â
Berita-berita yang disebarluaskan melalui media sosial menjadi lebih menarik bagi publik karena melibatkan elemen multimedia di dalamnya, seperti adanya teks pendukung, audio-visual yang menarik, gambar dan animasi yang relevan, dan sebagainya. Selain itu, storytelling yang dibawakan oleh creator juga mendukung alasan mengapa berita yang ada di media sosial lebih digandrungi oleh publik, karena bisa membangun emosi, simpati, dan opini mereka. Mengapa bisa terjadi? Hal ini dikarenakan adanya penerapan digital storytelling berbasis multimedia, yaitu hadirnya elemen teks, gambar, grafik, audio, video, dan animasi yang diintegrasikan ke dalam bentuk digital untuk menyajikan berita dan informasi (Widodo, 2020, h. 97). Interaktivitas yang tersedia antara creator dan publik juga mendorong banyaknya minat publik akan berita yang diproduksi oleh content creator, dimana mereka dapat melakukan komunikasi dua arah melalui kolom komentar dan melakukan stitch atau balasan dalam bentuk video.
Bukan menjadi hal yang perlu dipertanyakan lagi, rendahnya literasi membaca di Indonesia juga menjadi tantangan bagi jurnalisme. Media konvensional dan media online yang mengharuskan publik untuk membacanya mulai ditinggalkan dan beralih menuju berita yang berbasis audio-visual.Â
Kehadiran content creator di media sosial ini menjadi tantangan bagi jurnalisme agar bisa bertahan dan meningkatkan eksistensinya. Jurnalisme harus bisa menyeimbangkan, bahkan membuat konten berita yang lebih menarik, dengan melibatkan digital storytelling berbasis media, menyajikan konten berita yang berkualitas, dan membuka kesempatan bagi publik untuk memberikan feedback-nya.Â
Sudahkah jurnalisme di Indonesia menerapkannya? Jika dilihat pada sosial media, seperti Tiktok, YouTube, Instagram, dan Twitter, beberapa media telah mengambil andil dengan menyajikan konten yang melibatkan digital storytelling berbasis media, menyajikan konten berita yang berkualitas, dan membuka kesempatan bagi publik untuk memberikan feedback-nya. Beberapa media ini adalah Liputan 6, Patroli, Kompas TV, Berita Satu, Tribun, dan sebagainya.
Namun, apakah usaha yang sudah dilakukan ini menjadikan konten yang disajikan oleh jurnalis menjadi lebih digandrungi oleh publik dari pada content creator? Lalu manakah yang seharusnya kita pilih untuk membaca berita dan informasi? Content creator atau media resmi oleh jurnalis Indonesia?Â
Jurnalis VS content creator?
Berbicara soal berita, terkadang masyarakat Indonesia malas untuk membaca berita, karena dinilai terlalu membosankan dan tidak ada kebaruan. Namun, hadirnya content creator di media sosial yang menyajikan konten menarik ketika mengangkat suatu isu berita membuat publik menjadi lebih tertarik untuk mengaksesnya.Â
Memang berita yang disajikan oleh content creator lebih menarik untuk ditonton, konten yang disajikan bisa menghibur penontonnya. dengan tambahan elemen multimedia yang menarik dan pembawaan storytelling yang menggugah minat publik. Namun, jika kita mengakses berita yang disajikan oleh jurnalis di media resmi, kredibilitas dari berita atau informasi tersebut dapat dipastikan benar adanya, karena melalui proses yang cukup panjang, mulai dari pengumpulan data, penulisan, editing, dan sebagainya. Mereka juga menggunakan sumber yang valid dan memiliki kode etiknya. Sedangkan content creator membuat berita atau informasi berdasarkan kaca mata mereka sendiri, atau bisa dibilang ini merupakan konten yang subjektif.
Oleh sebab itu, sebagai penerima informasi, kita harus lebih cermat dalam memilah berita, apakah sumbernya valid dan kredibel? Apakah itu hoax semata atau tidak? Siapakah yang membuat informasi tersebut?
Jadi, kalian pilih yang mana? Berita dari content creator atau dari sisi jurnalisme?Â
Daftar Pustaka
Umbara, F. W. (2021). User Generated Content di media sosial sebagai strategi bisnis. Jurnal Manajemen Strategi dan Aplikasi Bisnis, 4(2), 572-581.Â
Saptoyo, R. D. A. & Galih, B. (2022). Survei reuters: 68 persen masyarakat Indonesia mengakses berita dari medsos. Kompas.com. Diakses dari https://www.kompas.com/cekfakta/read/2022/06/17/153126682/survei-reuters-68-persen-masyarakat-indonesia-mengakses-berita-dari?page=all#page2Â
Widodo, Y. (2020). Buku Ajar Jurnalisme Multimedia. Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Yuniar, A. D. (2019). Dinamika praktik jurnalisme warga melalui media baru. Komuniti: Jurnal Komunikasi dan Teknologi Informasi, 11(1), 15-27. https://journals.ums.ac.id/index.php/komuniti/article/view/6272Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H