Mohon tunggu...
Ariel Hutabarat
Ariel Hutabarat Mohon Tunggu... -

Associate Andriani, Riani & Hutabarat Attorney & Counsuler Law

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kehidupan Seorang Pengacara...

28 Januari 2019   22:06 Diperbarui: 29 Januari 2019   00:35 982
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perkenalkan, nama kami Pengacara sering juga dipanggil Advokat (advocaat/Belanda) dan lawyer (English). Profesi yg juga disebut dengan official nobile (Profesi yg mulia). untuk menjadi seperti kami sesuai UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (sekaligus mencatat kan bahwa Pengacara adalah salah satu penegak hukum) adalah seorang lulusan Sarjana Hukum, telah mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA), lulus Ujian Profesi Advokat, magang 2 tahun secara berturut-turut dan berusia minimal 25 tahun dan disumpah oleh Pengadilan Tinggi domisili KTP.

Terkadang orang melihat kami sebagai profesi yg menakjubkan, dengan kemewahan dan glamor yg kerap dipertontonkan oleh Pengacara terkenal (kondang) didepan kamera. maka tak jarang banyak orang tua menginginkan anaknya untuk jadi Pengacara agar bisa seperti Pengacara yg terkenal.

Tapi, ada juga yang berpandangan bahwa Pengacara adalah jahat karena membela orang bersalah atau terkadang yg salah bisa dibuat jadi benar dan yg benar bisa dibuat salah tergantung cara permintaan klien, hal ini mungkin perlu saya luruskan (bantah), bahwa seyogyanya ketika kami tampil dipersidangan mendampingi tersangka baik pembunuhan atau bandar narkoba sekali pun, bahwa sesuai sumpah jabatan yg kami bela adalah sebatas hak-hak dia selaku tersangka/terdakwa apabila memang dia bersalah. karena dalam beberapa kasus juga mereka yg diperhadapkan dalam persidangan belum tentu bersalah mengingat hukum kita menganut asas praduga tak bersalah (presumption of innocence).

Akan tetapi kami juga tidak dapat mempungkiri, bahwa beberapa oknum pengacara (advokat), menghalalkan segala cara untuk memenangkan perkara. namun bukan berarti itu adalah gambaran keseluruhan dari profesi kami.

Dalam perjalanan profesi, banyak rintangan dan hambatan yg kami lalui seperti oknum penegak hukum yg mencoba menggoda diberikan upeti agar perkara yg ditangani bisa dinegosiasikan (dikondisikan), stigma buruk dari masyarakat apabila menangani perkara pidana khususnya pembunuhan atau narkoba, permintaan dari klien yg mengharapkan kasus yg dikuasakan kepada pengacara supaya menang.

Tak jarang juga kami mendapatkan intervensi atau teror dari pihak lawan bahkan oknum penegak hukum yg merasa kehadiran kami mengganggu nya (dalam konteks negatif).

Kami juga harus kuat, untuk menahan godaan dari klien cowok atau cewek ketika menangani perkara cerai.

Sebagai fee (honor) dalam menangani perkara, tidak ada suatu ketentuan mulai dari yg dibayar dengan ucapan terimakasih (proyek thank you), sembako, puluhan juta hingga puluhan milyar pernah tercatat sebagai fee Pengacara sekali itu untuk pukulan milyar dan puluhan milyar biasanya didapatkan oleh Pengacara terkenal dalam menangani perkara besar.

Satu lagi yg menjadi ciri khas sebagai pengacara adalah kerap bersafari-ria ke Polsek, Polres, Polda, Rutan dan Pengadilan dan Institusi Penegakan hukum adalah tempat yg biasa kami tongkrongi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab profesi kami demi kepentingan hukum klien (pemberi kuasa).

Demikian tulisan ini, kiranya bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun