Mohon tunggu...
Ari Cahyadi .A
Ari Cahyadi .A Mohon Tunggu... Jurnalis - Pegiat Media Sosial

Bergerak Trus Untuk Fisabilillah

Selanjutnya

Tutup

Hukum

RUU-PKS, Pasal-pasalnya Harus Direvisi

21 Juli 2019   02:21 Diperbarui: 21 Juli 2019   02:25 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (P-KS) sampai saat ini belum disahkan oleh DPR. Hal ini karna banyak pasal-pasal di dalamnya yang sangat Kontroversial dan bertentangan dengan kaidah-kaidah Agama terutama Agama Islam.
Sebenarnya apa yang melatar belakangi dan kenapa beberapa Fraksi Di DPR menolak mensyahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual tersebut berikut paparannya.

Di lansir dari Tirto.id Partai Persatuan Pembangunan (PPP) meminta RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) dirancang dengan mempertimbangkan kondisi agama dan budaya di Indonesia.

Anggota Komisi VIII Fraksi PPP, Achmad Fauzan menyampaikan partainya keberatan dengan hal-hal yang menurut mereka bertentangan dengan agama, salah satunya adalah pemidanaan pelecehan seksual di rumah tangga.

"Dalam Islam, istri wajib melayani suami, manakala suami udah ngebet, kalau laki-laki sudah ngebet, lalu tidak dilayani istri, maka malaikat marah sampai pagi. Tolong baca hadisnya. Ibu-ibu yang non-muslim baca itu, kita hargai itu," ujar Fauzan dalam rapat pembahasan RUU P-KS di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (18/7/2019).

Fauzan menilai 'nafsu perempuan' berbeda dari laki-laki. Oleh karena itu, dia meminta RUU PKS tak mengatur hukuman kepada suami yang memaksa istrinya berhubungan seksual.

Dia juga mengungkapkan kekhawatiran jika RUU P-KS akan disalahgunakan. Kekhawatirannya itu juga didasari alasan keagamaan.

"Dalam agama [Islam] misalnya, kita lihat perempuan cantik dan menakjubkan, kemudian kesengsem itu dibolehkan untuk pandangan pertama, itu shodaqoh, tapi pandangan kedua itu dosa, maka kita tidak boleh meirik kedua kalinya. Nah ini ada dalam definisi, kalau kita melotot ke perempuan, jangan sampai dianggap kejahatan atau pelecehan," ungkap Fauzan.

Dalam rapat tersebut, dia pun meminta Panja RUU P-KS mengubah kata 'kekerasan seksual' dalam judul rancangan beleid itu menjadi 'kejahatan seksual'.

Yang Menjadi pertanyaan siapakah dan alasan apa RUU P-KS ini sangat getol sekali di Ajukan agar di Di Syahkan DPR. Ternyata Hal ini di lakukan oleh Komnas Perempuan.
Di Lansir dari Detik.com , Komisi Nasional (Komnas) Perempuan mengaku sudah berjuang meyakinkan DPR agar mensahkan RUU tersebut.

"Kalau Komnas Perempuan sebenarnya sudah habis-habisan untuk meyakinkan DPR ini penting untuk segera dibahas dan disahkan sebagaimana versi pembahasan Komnas Perempuan sebelumnya," ujar Komisioner Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin kepada wartawan, di Kekini, Jalan Cikini Raya, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (17/7/20

Mariana menilai RUU P-KS merupakan kebutuhan masyarakat, khususnya perempuan. Dia meyakini RUU P-KS bisa mencegah kekerasan seksual terhadap perempuan.

"Tapi yang jauh lebih penting masyarakat, koalisi masyarakat sipil, memberi tekanan bahwa ini kebutuhan mereka, kebutuhan masyarakat, bukan kebutuhan Komnas Perempuan. Tentu juga pemerintah, kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak ini juga kebutuhan masyarakat perempuan untuk tidak mengalami kekerasan seksual," papar Mariana.

Mariana pun mencontohkan kasus yang dihadapi Baiq Nuril. Dari kasus itu dia berharap tidak ada lagi korban selanjutnya.

"Saat ini Komnas Perempuan banyak melobi panja (panitia kerja) teman-teman Komnas Perempuan bahwa kasus Baiq Nuril salah satu contoh bahwa ini kebutuhan masyarakat bagaimana supaya perempuan tidak mengalami viktimisasi, misal menjadi korban lagi ketika dia melaporkan,"

Ketika ditanyakan ada kalangan tertentu yang menentang RUU ini, Mariana mengatakan itu hanya salah paham saja. Dia pun tidak putus ada untuk menjelaskan kepada masyarakat tentang pentingnya RUU ini.

"Itu adalah sebuah kesalahpahaman, tapi kami sangat memaklumi kesalahpahaman itu, karena memang sangat sulit untuk mendefinisikan kekerasan seksual. Karena itu kami tidak boleh putus asa. Dan kami tidak boleh memusuhi pihak yang tidak sependapat, dan mengatakan dengan alasan agama," tuturnya.

Sebelumnya diberitakan oleh detik.com , berkaca dari kasus yang dihadapi Baiq Nuril, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) kembali didorong untuk segera disahkan. Komisi VIII DPR RI mengatakan saat ini pihaknya tengah berjuang untuk bisa menyelesaikan RUU tersebut sebelum masa jabatan 2014-2019 berakhir.

"Ada fraksi yang memang sampai saat ini masih berbeda pandangan soal RUU PKS ini. Tapi kami akan terus mencoba membahasnya sehingga dapat diselesaikan dalam periode ini," kata Wakil Ketua Komisi VIII, Ace Hasan Syadzily kepada wartawan,

foto arsip kegiatan
foto arsip kegiatan
Apapun namanya Undang-Undang itu kalau walau berkilah bahwa tujuannya baik kalau isinya bertentangan dengan kaidah agama dan rawan untuk di salahgunakan, wajar DPR tetap bersikeras untuk tidak mensyahkannya.

Terkecuali pada poin-poin yang di anggap krusial di revisi atau di ubah isinya dan tidak multi tafsir dan menjadi Pasal karet yang rawan di salah gunakan Hal ini di sampaikan Haji Sugianor dari Sangga Banua seorang Ulama Kalsel juga aktifis Sosial, Politik, Hukum dan Ham.

"Dalam Membahas Sebuah Rancangan Undang-Undang harusnya di fikirkan kebaikan juga keburukannya, Apakah itu membawa mudarat atau manfaat , Harus sejalan dengan kaidah Agama dan Norma-Norma yang Ada dalam masyarakat. Sangat Wajar kalau beberapa Fraksi di DPR menolak mensyahkan Undang-Undang Ini Karna Isi Dari Pasal-Pasalnya masih bertentangan dengan kaidah-kaidah dan aturan yang tercantum dalam kitab suci. Dan apabila ada pasal-pasal nya yang masih di anggap bermasalah dan bertentangan dengan kaidah agama harus di revisi atau di rubah atau bila perlu di hilangkan agar tidak menjadi kontroversi dan rawan di salahgunakan." Pungkas Haji Sugianor.

Semoga polemik RUU P-KS ini segera dapat di selesaikan dan apabila didalam nya ada pasal-pasal yang tidak sesuai dengan kaidah agama bisa di revisi atau di hilangkan.

Sumber : Tirtoid , Detikcom , Dan Opini Haji Sugianor

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun