Mohon tunggu...
Ari Cahyadi .A
Ari Cahyadi .A Mohon Tunggu... Jurnalis - Pegiat Media Sosial

Bergerak Trus Untuk Fisabilillah

Selanjutnya

Tutup

Hukum

RUU-PKS, Pasal-pasalnya Harus Direvisi

21 Juli 2019   02:21 Diperbarui: 21 Juli 2019   02:25 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Tapi yang jauh lebih penting masyarakat, koalisi masyarakat sipil, memberi tekanan bahwa ini kebutuhan mereka, kebutuhan masyarakat, bukan kebutuhan Komnas Perempuan. Tentu juga pemerintah, kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak ini juga kebutuhan masyarakat perempuan untuk tidak mengalami kekerasan seksual," papar Mariana.

Mariana pun mencontohkan kasus yang dihadapi Baiq Nuril. Dari kasus itu dia berharap tidak ada lagi korban selanjutnya.

"Saat ini Komnas Perempuan banyak melobi panja (panitia kerja) teman-teman Komnas Perempuan bahwa kasus Baiq Nuril salah satu contoh bahwa ini kebutuhan masyarakat bagaimana supaya perempuan tidak mengalami viktimisasi, misal menjadi korban lagi ketika dia melaporkan,"

Ketika ditanyakan ada kalangan tertentu yang menentang RUU ini, Mariana mengatakan itu hanya salah paham saja. Dia pun tidak putus ada untuk menjelaskan kepada masyarakat tentang pentingnya RUU ini.

"Itu adalah sebuah kesalahpahaman, tapi kami sangat memaklumi kesalahpahaman itu, karena memang sangat sulit untuk mendefinisikan kekerasan seksual. Karena itu kami tidak boleh putus asa. Dan kami tidak boleh memusuhi pihak yang tidak sependapat, dan mengatakan dengan alasan agama," tuturnya.

Sebelumnya diberitakan oleh detik.com , berkaca dari kasus yang dihadapi Baiq Nuril, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) kembali didorong untuk segera disahkan. Komisi VIII DPR RI mengatakan saat ini pihaknya tengah berjuang untuk bisa menyelesaikan RUU tersebut sebelum masa jabatan 2014-2019 berakhir.

"Ada fraksi yang memang sampai saat ini masih berbeda pandangan soal RUU PKS ini. Tapi kami akan terus mencoba membahasnya sehingga dapat diselesaikan dalam periode ini," kata Wakil Ketua Komisi VIII, Ace Hasan Syadzily kepada wartawan,

foto arsip kegiatan
foto arsip kegiatan
Apapun namanya Undang-Undang itu kalau walau berkilah bahwa tujuannya baik kalau isinya bertentangan dengan kaidah agama dan rawan untuk di salahgunakan, wajar DPR tetap bersikeras untuk tidak mensyahkannya.

Terkecuali pada poin-poin yang di anggap krusial di revisi atau di ubah isinya dan tidak multi tafsir dan menjadi Pasal karet yang rawan di salah gunakan Hal ini di sampaikan Haji Sugianor dari Sangga Banua seorang Ulama Kalsel juga aktifis Sosial, Politik, Hukum dan Ham.

"Dalam Membahas Sebuah Rancangan Undang-Undang harusnya di fikirkan kebaikan juga keburukannya, Apakah itu membawa mudarat atau manfaat , Harus sejalan dengan kaidah Agama dan Norma-Norma yang Ada dalam masyarakat. Sangat Wajar kalau beberapa Fraksi di DPR menolak mensyahkan Undang-Undang Ini Karna Isi Dari Pasal-Pasalnya masih bertentangan dengan kaidah-kaidah dan aturan yang tercantum dalam kitab suci. Dan apabila ada pasal-pasal nya yang masih di anggap bermasalah dan bertentangan dengan kaidah agama harus di revisi atau di rubah atau bila perlu di hilangkan agar tidak menjadi kontroversi dan rawan di salahgunakan." Pungkas Haji Sugianor.

Semoga polemik RUU P-KS ini segera dapat di selesaikan dan apabila didalam nya ada pasal-pasal yang tidak sesuai dengan kaidah agama bisa di revisi atau di hilangkan.

Sumber : Tirtoid , Detikcom , Dan Opini Haji Sugianor

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun