Sedetik ia berpikir lalu mengganti hipotesisnya, "Mungkin mau dibuat rumah."
"Bisa juga," kataku. Karena memang ada beberapa rumah yang sudah berdiri di samping sawah-sawah yang nganggur itu.
Kemudian Kakak langsung memotong dengan pertanyaan. "Kalau dugaan Bapak apa?"
Rupanya ia cermat juga jika yang bertanya juga wajib membuat hipotesis karena di depan sudah diyakinkan bahwa yang bertanya pun tak mempunyai jawaban yang pasti.
"Sawah ini dibiarkan karena mungkin sulit mendapatkan air, Lihat saja tak ada aliran air di selokan pinggir sawah padahal sudah sering hujan."
Orang dewasa bisa agak kompleks ya jawabannya. Tapi itu penting disampaikan, agar anak bisa menyusuri rute logika orang dewasa dalam membuat dugaan. Sehingga si anak harapannya mampu membuat rute logikanya sendiri di labirin otaknya. Mampu membuat koneksi antar neuron-neuron.
Si kedua yang biasanya penuh hujan keluh karena tak suka aktivitas fisik, lebih banyak ngoceh dengan celetukan-celetukan lucunya. Seperti tiba-tiba gantian ia yang bertanya "Mengapa kandang ayam kok ada di tengah sawah?"
Kemudian justru ia sendiri yang pertama langsung kasih hipotesanya. "Supaya tidak membuat berisik orang-orang."
"Mmm boleh juga," kataku. Sebab ayam-ayam yang berada di kandang memang berisik. Si kakak menghipotesis supaya bau kotorannya tak mengganggu. Kutambahkan, mobil angkutan yang keluar masuk mengambil pakan dan hasil panen ayam tak mengganggu.
Trus kalau saat panen, si pemilik tak harus bagi-bagi ayam ke tetangga sekitar sebagai ucapan maaf sudah mengganggu dengan bau dan berisik. Dugaan yang lebih kompleks.
Jadi belajar itu tak cukup hanya mengulang. Memanggil apa yang sudah diingat dengan menjawab soal. Tapi juga mengasah logika berpikir dengan menduga, menghipotesis supaya persoalan itu bisa ditemukan alternatif solusi terbaiknya.