Mohon tunggu...
Muhammad Ariefuddin
Muhammad Ariefuddin Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menjadi pembelajar yang Kematian kan membuatnya kelar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah Zero Waste

5 Desember 2018   13:05 Diperbarui: 5 Desember 2018   13:39 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Opini Kedaulatan Rakyat, tayang Senin 2 Desember 2018

Bea Johnson dari www.zerowastehome.com mempopulerkan istilah 5R, yaitu : Refuse, Reduce, Reuse, Recycle, Rot. Cuma yang paling sering dikenal hanya 3R : Reduce, Reuse, Recycle saja. 

Padahal harusnya langkah pertama itu adalah Refuse, menolak hal-hal yang berpotensi menghasilkan sampah. Baru jika tidak mungkin ditolak selanjutnya masuk ke tahap R selanjutnya. Upaya menolak bahan-bahan yang berpotensi untuk menjadi sampah inilah yang sekarang populer dengan gerakan zerowaste. 

Zerowaste ini bukan sekedar wacana yang ditawarkan untuk menekan timbulnya sampah. Tapi benar-benar menjadi gerakan yang masif. Seperti yang dikutip dari zerowaste.id bahwa "Zero waste bukanlah tujuan, tapi proses. 

Dan mari kita bersama-sama menjalani proses ini. Pada akhirnya, gaya hidup sampah zero waste dimulai dengan keinginan untuk mengubah kebiasaan konsumsi dan berinvestasi di masyarakat demi masa bumi dan anak cucu kita."

Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai banyak komponen untuk memasifkan gerakan zerowaste ini. Guru, siswa, orang tua dan masyarakat adalah stake holder yang berinteraksi langsung dengan sekolah. Karena berproses dalam gaya hidup, gerakan zerowaste hendaknya diformat yang jauh dari terkesan formalitas. Karena untuk menekan sampah dan mengganti bahan plastik itu butuh ketrampilan dan seni. 

Tips dan trik selalu hadir manakala setiap sisi kehidupan bersentuhan dengan aktivitas yang berpotensi membuat sampah. Termasuk lembaga dan unsur yang mengisi dan berhubungan langsung dengan kehidupan manusia. 

Era teknologi informasi ini menjadi peluang yang besar untuk lebih memasifkan gerakan zerowaste. Melalui media sosial yang lebih banyak melibatkan gambar dan video, lebih memungkinkan informasi tentang zerowaste itu mendapat energi persuasinya. 

Memulai dari yang kecil dan sederhana serta konsisten menjadi kunci awal gerakan zerowaste  ini. Guru mendesain pembelajaran yang menekan sampah dalam kelengkapan prosesnya. Proyek yang melibatkan keluarga dengan tantangan sehari, seminggu, bahkan sebulan mengurangi bahan yang akan menjadi sampah pasti akan membuat setiap keluarga tertarik. 

Setiap keluarga diminta melaporkan kegiatan melalui media sosial. Memperlihatkan berapa kilogram berat sampah yang dihasilkan setiap harinya. Begitu juga merembet untuk kegiatan lainnya. Study tour, berkemah, eksperimen, semua didesain untuk mengurangi sampah. Sebagai peneguhan, sekolah bisa menguatkan gerakan sosial ini diikat dalam tata tertib atau aturan yang mengikat.       

 Opini Kedaulatan Rakyat, tayang Senin 2 Desember 2018
 Opini Kedaulatan Rakyat, tayang Senin 2 Desember 2018
                                                                                    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun