Mohon tunggu...
Arief Setiawan
Arief Setiawan Mohon Tunggu... pegawai negeri -

pecinta kegilaan http://arieflmj.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Sejuta Kisah dari Delft (2)

3 Februari 2014   01:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:13 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika berada di pesawat terbang, saya membayangkan jika Delft itu kota cukup besar dan ramai. Kehidupan berjalan terus hampir 24 jam layaknya kota besar. Asumsinya, Belanda negara maju dan pastinya kotanya pun senantiasa ramai. Namun, bayangan tersebut langsung buyar begitu mendapat cerita dari istri dan mengamati jalanan kota kala berada di atas tram. Delft kota sunyi dengan berjuta sejarah Kerajaan Belanda.

Saat itu sedang musim panas sehingga matahari pun sangat rajin terbit. Saat paling menarik ketika menikmati pagi, yakni dengan mengamati lalu-lintas. Jam sudah menunjukan pukul 10.00 CET, dan ternyataa...Jalanan masih sepi bak jalan desa depan rumah di kampung (mungkin lebih ramai di kampung #ngawur). Sangat tenang dan hawanya cukup segar. Bebas dari bising dan polusi. Pertanyaan selanjutnya, bagaimana dengan pusat kota?

Bayangan awal, pusat Kota Delft penuh dengan gedung-gedung pencakar langit. Setelah menggenjot sepeda sejauh 3 Km, pusat Kota Delft ternyata unik dan artistik. Bak kembali ke era bada pertengahan dengan bangunan-bangunan yang anggung dan artistik. Taka ada sama sekali gedung pencakar langit. Kotanya pun bisa dilintasi dengan sebatang rokok kretek, tuntas dan tandas.

Groete Markt

Muffin dan serba 1 euro. Inilah yang dikejar tiap Kamis dan Sabtu. Pasar rakyat di alun-alun kota atau centruum (groete markt). Penjual kue muffin selalu menjadi langganan tiap hari pasaran tiba. Selain itu, sayur dan buah-buahan seharga 1 euro per baki jadi sasaran berikutnya. Tak hanya itu saja, hiruk-pikuk manusia dari berbagai bangsa kumpul jadi satu. Berbagai aksesoris dan cinderamata khas Indonesia juga banyak diperjualbelikan.

Ada salah satu gerai yang menjual berbagai cinderamata khas Bali. Tentu saja, penjaganya bule asli. Ketika didatangai, sang bule ternyata fasih berbahasa Indonesia, bahkan sedikit Bahasa  Jawa. Saat dia bertanya asalku dan ku jawab Lumajang, sang bule langsung tahu. “Saya pernah ke sana (Lumajang) dan tinggal beberapa hari. Istri saya asli Banyuwangi sehingga saya pun bisa berbicara dalam  Bahasa Indonesia dan sedikit Bahasa Jawa,” tuturnya.

Dalam pasar ini banyak ditemuakan berbagai barang kebutuhan. Pakaian, roti, keju, hiasan, dan sebagainya tersedia. Mereka berjejer dengan rapi dan sang penjual pun tidak pasang wajah curiga kepada pengunjung. Muffin, 1 euro, dan suasana yang nyaman membuat saya hampir tak pernah melewatkan begitu saja pasar dadakan ini. Akibat terlalu sering ke pasar, sang bule penjual cinderamata tersebut jadi akrab. Kami saling meyapa, bahkan saya pernah diledek sombong karena tak menyapanya. Bukan sengaja, tapi memang benar-benar tak melihat. Maaf...

[caption id="attachment_293652" align="aligncenter" width="1020" caption="Groete Markt di Centruum Delft"]

1391428079693285179
1391428079693285179
[/caption] [caption id="attachment_293655" align="aligncenter" width="1152" caption="Cinderamata khas Nusantara yang dijual di salah satu lapak"]
139142817045303780
139142817045303780
[/caption] [caption id="attachment_293656" align="aligncenter" width="1152" caption="Batik juga ada"]
13914283102098229284
13914283102098229284
[/caption]
13914284022038593093
13914284022038593093

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun