Baca-tulis adalah satu rangkaian, nggak bisa dipisah atau ditinggalkan salah satunya. Mereka punya inner power untuk mendorong manusia menyampaikan banyak hal yang ditemui, terutama pada pengembangan diri. Mereka juga punya misi yang sering diungkap lewat berbagai acara; menulis merupakan media komunikasi dan upaya memperlancar gagasan. Seko kene, masih perlukah belajar menulis atau mengembangkan menulis?
Konklusi Sambil Mijit Jari
Sejatinya, dalam pemahaman aku soal menulis dan literasi ini sering jadi topik dasar, tetapi sering dianggap kedhuwuren ngobrolin kedua topik itu. Belum banyak ruang apik dan perlu keluwesan menangkap hal tersebut. Agak njaluk kelihatannya, tapi semoga dimaklumi.
Bisa saja dengan menggeluti menulis sejak dasar, kita membuka banyak hal dan menambah rasa penasaran. Karena itu berangkatnya dari membaca, maka rangkaian keduanya otomatis melempar pertanyaan ke dalam diri; apakah, apakah, mengapa dan kenapa. Coba kita renungkan ada penasaran bertambah atau tidak ketika selesai nulis.
Nah, simpulan yang belum tentu simpulan, karena masih banyak jawaban yang perlu dikumpulkan, kepenulisan adalah modal dasar mengelola rasa ingin tahu, jalan menemukan pengetahuan untuk dikembangkan, dan disertai menjaga kecakapan diri yang bisa dimunculkan lewat tulisan. Asik ngunu, nda.
Menulis itu mudah, kita membutuhkan waktu sejenak untuk menangkap banyak objek dan memvisualisasikannya melalui teks. Menulis itu aplikatif, kita bebas menuliskan banyak hal, termasuk rerasan kesulitan menulis itu sendiri. Pada intinya, kita punya nilai menulisnya sendiri, apapun itu bentuknya. Maka, lanjutkan saja. Tabik!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H