Mohon tunggu...
Arief Santoso
Arief Santoso Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Pekerja Lepas

Peserta BPJS tanpa Ketenagakerjaan, sebab semu dengan status pekerjaan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Potensi, Passion, dan Praktik

5 Agustus 2024   16:17 Diperbarui: 16 Agustus 2024   11:18 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Menjalani passion. (Sumber: pixabay.com/kirillslov)

Potensi dan passion ternyata bisa kita kelola. Waktu aja bisa, masih yang ada di dalam diri enggak bisa." -- Utomo, pelaku seni berbicara di Jawa Tengah.

Ngobrolin potensi dan passion lebih menarik ketika kita kenal apa yang kita sering lakukan. Satu contoh, senang jalan-jalan, senang travelling atau senang mengoleksi foto idola kita.

Satu sisi, itu pertama kali kita mengetuk pintu potensi kita. Namun, sisi lainnya bisa lebih asyik lagi; menemukan kesenangan yang bisa memenuhi kebutuhan. Contohnya apa tuh? Coba kita gali dulu.

Manusia, pada dasarnya punya ketertarikan dan keinginan. Keduanya punya pengorbanan agar tercapai. Tapi, sayangnya kita lupa dengan poin awal, karena belum ada kemungkinan akurat keinginan bisa datang sendiri.

Manusia, lagi-lagi kita suka terjebak akan keinginan dan ketertarikan. Kita hidup hanya memfokuskan pada kedua kata itu, tetapi untuk mengendarai yang masih banyak kesulitan. Misal, mau jalan ke JIS atau Monas, kita perlu jalan ke stasiun atau terminal terdekat. Kemudian, jalan kaki untuk sampai ke lokasi. Belum lagi ada kebutuhan mendadak, seperti ingin mampir atau jajan di pedestrian.

Nah, dari situ saja kita sudah tahu; ada potensi dan passion yang mengitari hidup kita, tapi kadang kita tertutup kedua kata yang sering jadi motivasi hidup. Heuheuheu.

Mencintai Langkah, Menemukan Arah

Ya, intermezzo yang asyik. Kenapa banyak yang suka berjalan kemudian bertemu banyak orang, lalu bertukar gagasan dan menjadi kenyataan? Sempat berpikir, "semudah itu?" Tapi, sepertinya aku menemukan jawabannya.

Kebayoran-Matraman rupanya cukup jauh, menikmatinya menjadi penawar bahkan saat menepi di depan toko buku. Tak sengaja, melihat penulis keren memasuki toko buku, dan orang itu adalah yang selalu aku ikuti refreshing treatment-nya di kanal Instagram.

Memasuki ruangan, membaca beberapa buku yang lagi diobrolin di ruangan khusus, aku menemukan banyak insight yang membuka pemikiran. Tentang uang, tentang sejarah, tentang public policy dan estetika penyampaian coba aku susun dalam buku saku.

Ruang Riuh Penuh Eksplorasi

Tepat di angka 15:15, duduk paling belakang menyempil di pintu masuk, aku coba perhatikan teknik-teknik asyik mengendarai potensi.

Mulai dari memasukkan marketing menjadi branding, kemudian kecakapan mengambil langkah dan putusan-putusan penting dalam keseharian, sampai kita bisa tampilkan dengan baik apa yang telah dirangkum dengan rapi.

Ya, mempelajari setiap obrolan para penulis keren itu membuat banyak orang yakin akan potensi dan passion. Menggali, optimasi dan munculkan potensi jadi rangkaian penting ketika kita jalani waktu, dan passion bisa kita kendalikan dahulu dengan memahami penderitaan.

Lagi-lagi, aku mengutip pernyataan Mas Sabrang, "Passion itu penderitaan, tinggal kita mau pilih penderitaan yang mana untuk mencapai tujuan." Hmm, mulai terbentuk, mulai terbuka, sampai tipis-tipis tancap gas memulai lagi apa yang sudah aku lakukan; ya, menulis lagi.

Butir berlian di Matraman sore itu membawa teduh, sementara jalanan mulai gelap dan dingin. And the best of that journey is bisa bertemu dengan Om Henry Manampiring, Mas Lury, Mas Dhimas, Mas Ricky dan Mas Dudi menemani rangkaian misi yang terus disusun.

Obrolan ringkas nan padat dapat dibawa pulang menjadi acuan, kalau meminimalisir penderitaan dapat menurunkan semangat juga. Maka, memang untuk mengawali cukup memberatkan hati, tapi kalau sudah mencintai akan tumbuh tenang menuntaskan misi.

Konklusi Sambil Ngopi

Kalau aku petik sari-sari dari awal hingga merebahkan ponsel, rasanya cukup ringkas. Tapi, ada tiga hal yang bisa dijadikan langkah jitu memahami potensi kita sebagai manusia.

Pertama, secara alami kita makhluk potensial plus sosial. Dari lahir, kita berpotensi untuk menjadi banyak hal, dan menentukan pilihan itu sudah terlatih sejak kecil. Kita hanya perlu menuntun dan encourage saja, bisa dengan belajar, memancing penasaran dan memantiknya untuk jadi tindakan.

Kedua, mulailah dengan hal terkecil. Bisa saja tiga tahun bahkan lima tahun ke depan, buahnya bisa dipanen jika kita konsisten dan percaya diri. Mengurangi ekspektasi mungkin jadi kunci untuk membuka langkah ini. Coba ya nanti.

Ketiga, buat ruang untuk eksplorasi dan berbagi. Ini cukup penting karena dari pengalaman sendiri. Cukup tentukan kerabat kerjamu dan meja belajar yang membantu membangun nilai diri. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, "derita adalah derita, tapi kita punya banyak penawar untuk dijadikan motivasi hidup kita di dunia ini." Tabik!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun