Mohon tunggu...
Arif Sadewa
Arif Sadewa Mohon Tunggu... profesional -

Love, Peace and Harmony

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Meneropong Kembali Politisasi Agama di Era Awal Islam

5 November 2016   17:34 Diperbarui: 5 November 2016   17:58 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Siapa yang tak mengenal nama Hasan dan Husain.  Dua orang mulia ini adalah cucu baginda Nabi saw yang sangat dicintai dan mendapat tempat khusus di hati Nabi saw.  Seperti yang kita tahu bahwa semua putra Nabi saw tidak ada yang hidup lama.  Semuanya wafat di usia belia.  Sehingga beliau saw tidak memiliki keturunan laki-laki.  Keturunan laki-laki dikaruniakan lewat Ali r.a. yang menikah dengan Fatimah r.a.

“Al-Hasan dan Al-Husain, keduanya puteraku, siapa yang menyintai mereka ia menyintaiku, siapa yang menyintaiku ia dicintai oleh Allah, dan barangsiapa yang dicintai oleh Allah ia akan masuk surga. Barangsiapa yang membenci mereka ia membenciku, barangsiapa yang membenciku ia dibenci oleh Allah, dan barangsiapa yang dibenci oleh-Nya akan masuk neraka.” (Mustadrak Alhakim)

Dua cucu ini pun mendapat tempat khusus di hati para sahabat r.a. Riwayat-riwayat menyebutkan, suatu ketika Abu Bakar Siddiq ra di zaman Khilafat beliau tengah berjalan ke suatu tempat. Di perjalanan, beliau melihat cucu tercinta Hadhrat Nabi saw sedang bermain-main bersama anak-anak lainnya. Beliau angkat anak itu dan memangkunya dengan kasih sayang seraya bersabda, “Junjunganku, Hadhrat Muhammad Mushthafa saw, sangat menyayangi anak ini, sebab itu aku pun sangat menyayanginya.”

Tetapi sungguh disayangkan dua cucu tercinta ini di kemudian hari menjadi korban dari dunia politik yang sangat kejam.  Ayahanda keduanya pun sebelumnya mengalami nasib yang sama.

Di era kekhalifahan Ali r.a. terjadi hiruk pikuk politik yang didasari oleh pensyahidan khalifah Utsman bin Affan r.a.  Ada tuntutan bahwa Ali r.a. harus mengusut tuntas dan menegakkan peradilan tegas bagi pembunuh Utsman r.a. dan memberikan hukuman sama kepada semua orang yang menjadi bagian dari kelompok tersebut.  Jumlah mereka cukup banyak.  Ali r.a. bersikeras hanya akan menegakkan hukum kepada pelaku, tidak kepada kelompok yang terkait dengan pelaku pembunuhan.  Tekanan demikian hebat dari masyarakat muslim kala itu, terutama muncul dari kelompok yang kontra dengan kekhalifahan kala itu.  Kisruh itu memaksa Ali r.a. untuk meletakkan jabatan khalifah.  Akhir kisruh itu membuat  Ali r.a. dengan sangat disesalkan harus mati syahid sebagai korban.  Lalu tampuk kekuasaan berpindah ke tangan Umayah r.a.  

Umayah membangun kekhalifahannya sendiri tanpa gangguan berarti hingga maut menjemputnya.  Tetapi sebelum kematiannya ia mengangkat putranya yang bernama Yazid sebagai suksesinya. Yazid memperoleh kedudukan khalifah melalui jalur monarki.  Sebuah tradisi baru yang tidak dikenal apalagi disunahkan oleh khulafaurasyiddin.  Keputusan yang cukup kontroversial.  Padahal di jaman itu masih hidup para sahabat yang menjadi saksi bagaimana kekhalifahan sebelumnya ditegakkan.  Yakni melalui jalur musyawarah mufakat.  Bukan melalui jalur waris.  

Hasan dan Husein menentang cara-cara ini karena cara-cara ini dinilai tidak berkenan di hadapan Allah.  Cara yang dikehendaki Allah adalah cara yang dijalankan khulafaur rasyiddin.  Pendapat ini diamini oleh sebagian umat muslim kala itu.  Tetapi Yazid sebagai penguasa justru memandang lain.  Kursi kekuasaannya menjadikannya lupa akan kebiasaan yang masih segar di ingatan dan mudah dicarikan saksi hidupnya kala itu sebagai bukti kebenaran.  Hasan dan Husein dianggap musuh islam dan kekhalifahan sebagai kebenaran utama yang berkuasa.  Karena pendapat Hasan dan Husein ini tentu akan menciptakan perpecahan di tengah kekuasaan jaman itu.  Jika massa yang memihak pendapat kedua cucu Nabi saw semakin meningkat, ada kemungkinan ia akan terguling dari kursi khalifah dan sebagai konsekwensinya khalifah harus dipilih lewat jalur musyawarah. Imam Husain ra menganggap bahwa mereka telah bergelimang dalam kecintaan terhadap duniawi secara berlebihan, itulah sebabnya beliau menolak untuk baiat di tangan Yazid.

Meskipun tidak melakukan baiat, Hadhrat Imam Husain ra berusaha untuk memelihara perdamaian. Namun demikian, ketika beliau melihat gejala akan terjadi pertumpahan darah diantara orang-orang Muslim, maka orang-orang yang setia kepada beliau diminta segera pulang. Beliau berkata, “Kalian semua yang bisa pergi, tinggalkanlah saya dan pergilah!” Kini, keadaan-keadaannya adalah demikian. Beberapa orang [bukan keluarga yang] tetap tinggal bersama beliau ialah sekitar 30-40 orang dan mereka bersikukuh [tidak mau pergi meninggalkan beliau], itu selain orang-orang yang termasuk dari keluarga beliau.

Kemudian beliau menyampaikan kepada perwakilan Yazid, “Saya tidak ingin terjadi perang. Biarkanlah saya pulang untuk melakukan ibadah kepada Allah Ta’ala. Atau biarkanlah saya pergi ke sebuah perbatasan supaya mendapat kesempatan syahid demi mempertahankan Islam. Atau bawalah saya dan pertemukanlah dengan Yazid supaya dapat saya jelaskan langsung kepadanya apa perkara yang sesungguhnya.” Tetapi para wakil [Yazid] itu tidak menerima permintaan tersebut.

Akhirnya Imam Husain mulai diserang dan ketika peperangan mulai pecah, beliau tidak menemukan jalan lain kecuali beliau terjun ke medan perang sebagai pahlawan yang gagah berani menghadapi penyerangan musuh. Sungguh! Mereka dengan jumlah yang sedikit seperti telah saya sampaikan, semuanya kira-kira hanya 70-72 orang saja melawan pasukan yang sangat besar. Bagaimana mungkin [pasukan kecil] ini dapat melawan mereka? Sesungguhnya mereka (Hadhrat Imam Husain ra beserta para pengikut beliau) berkorban jiwa untuk tujuan yang benar dan satu demi satu pun menjadi syahid.

Riwayat-riwayat menyebutkan ketika pasukan beliau ra dikalahkan oleh musuh [dibunuh habis], beliau (Hadhrat Imam Husain ra) mengarahkan kuda yang ditungganginya ke arah Furat [Sungai Eufrat, bukan melarikan diri tetapi mengambil air untuk diminum karena beliau dan rombongan beliau kehausan]. Seseorang berteriak, “Mari kita halangi antara mereka dengan sungai!” Orang-orang memblokade (menutup dengan barisan prajurit pada) jalan yang akan beliau lalui, dan beliau tidak diberi jalan lewat mencapai sungai itu. Orang itu pun telah melepaskan anak panah kearah Hadhrat Husain ra sehingga menusuk leher tepat dibawah dagu beliau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun