Mohon tunggu...
Arief Rahman Nur Fadhilah
Arief Rahman Nur Fadhilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Psikologi Unair

Konselor karir di Direktorat Pengembangan Karir, Inkubasi Kewirausahaan dan Alumni Universitas Airlangga.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Meningkatkan Kesejahteraan Mental Keluarga Melalui Peran Badan Bank Tanah dalam Mewujudkan Hunian Terjangkau

26 Januari 2025   06:00 Diperbarui: 25 Januari 2025   23:24 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seseorang agar dapat hidup dengan nyaman, semua kebutuhan primernya wajib terpenuhi. Kebutuhan tersebut meliputi sandang, pangan, dan papan. Dengan mempertimbangkan kondisi Indonesia sekarang, mayoritas masyarakat boleh jadi setuju bahwa memenuhi kebutuhan papan atau tempat tinggal menjadi yang paling sulit.

Terdapat puluhan juta keluarga di Indonesia yang kesulitan memenuhi kebutuhan papannya. Dilansir dari CNBC Indonesia, Direktur Utama Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. atau BTN, Nixon LP Napitupulu, mengungkapkan bahwa pada tahun 2024 terdapat 10 juta keluarga yang tidak memiliki rumah. Ditambah lagi bagi yang sudah memiliki rumah, ternyata tidak semuanya tergolong layak huni.

Fakta tersebut terdapat pada laporan Badan Pusat Statistik (BPS) berjudul Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan 2023. Pada tahun 2023, persentase rumah tangga yang menempati rumah tidak layak huni berada di angka 7,94 persen. Dengan kata lain, 8 dari 100 keluarga di Indonesia menempati rumah tidak layak huni.

Dampak Psikologisnya bagi Keluarga

Menempati rumah tidak layak huni mampu memberikan dampak negatif pada kualitas hidup keluarga. Kesehatan secara umum akan menurun apabila layanan kebutuhan dasar seperti sumber air sulit diakses. Kondisi kesehatan akan semakin rentan terganggu apabila rumah tidak memiliki sanitasi yang baik.

Kondisi mental juga akan terganggu ketika rumah tidak cukup luas untuk digunakan beraktivitas sehari-hari. Dampaknya bagi seluruh anggota keluarga, kebutuhan akan privasi tidak dapat terpenuhi. 

Khusus bagi anak-anak, dimana lingkungan berperan besar dalam proses tumbuh kembang, pengaruhnya sangat terasa pada perkembangan pendidikannya. Kondisi rumah tidak memberikan rasa nyaman saat anak belajar mandiri. Membuat hasil belajarnya tidak maksimal.

Disamping itu, keluarga yang tidak memiliki rumah dan terpaksa menyewa juga merasakan dampak serupa. Sebagian besar penghasilan mereka habis untuk biaya sewa. 

Sehingga kualitas dan jumlah pemenuhan kebutuhan lain harus dikorbankan. Seperti mengorbankan kebutuhan sandang dan pangan. Kebutuhan primer yang seharusnya wajib dipenuhi tanpa ada kompromi sedikitpun.

Pengorbanan ini berdampak ke beberapa aspek seperti: makanan yang dikonsumsi tidak memenuhi gizi harian, menekan biaya yang dapat dikeluarkan untuk mengakses layanan kesehatan, dan minimnya biaya pendidikan untuk anak. 

Secara keseluruhan, semua hal tersebut mengganggu kesejahteraan mental keluarga karena menurunkan tingkat kepuasan hidup serta menghadirkan emosi negatif yang berkelanjutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun