Mohon tunggu...
Arief Purnama
Arief Purnama Mohon Tunggu... Guru - Guru kampung

hanya dari seorang arief | tetap tersenyum

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mencegah dan Mengatasi Kecanduan Pornografi pada Anak

15 Maret 2018   21:31 Diperbarui: 16 Maret 2018   10:40 2660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selalu saja ada cara orang dalam menuruti rasa ingin tahu dan penasarannya terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pornografi. Semua cara tentunya dilakukan dengan sembunyi-sembunyi dan diam-diam. 

Ada yang dengan cara menyimpan foto atau gambar porno, ada yang menyimpan buku-buku porno, ada yang mengakses lewat internet dengan computer, bahkan dengan gadget  atau handphone. 

Bila itu dilakukan orang dewasa dan sudah cukup usia, mungkin masih dimaklumi walaupun tidak dibenarkan. Namun sangat disayangkan bila hal tersebut dilakukan oleh anak-anak yang masih dibawah umur.

Anak-anak berdasarkan umurnya dapat dikelompokkan menjadi: balita usia 1 sampai 5 tahun, anak pra sekolah usia 5 sampai 6 tahun, anak usia sekolah usia 6 sampai 18 tahun, anak pra remaja usia 10 sampai 13 tahun dan anak remaja usia 13 samapai 18 tahun. 

Undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, pada pasal 1 ayat 1, yang dimaksud anak adalah setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun, termasuk anak yang masih di dalam kandungan. 

Jadi batasan usia anak menurut undang-undang yang berlaku di Indonesia adalah anak sejak di dalam kandungan (sebelum dilahirkan) hingga berusia 18 tahun kurang 1 hari. Jadi bila kita menggunakan kata anak maka yang kita maksud adalah orang yang usianya dibawah 18 tahun.

Anak-anak yang hidup di jaman serba canggih ini, sangat rentan terhadap kecanduan pornografi. Salah satu faktor yang mendorong seorang anak menjadi pecandu pornografi adalah penyalah gunaan kemajuan teknologi. Salah satu produk dari canggihnya teknologi adalah handphone. Hampir semua anak memiliki dan menggunakan handphone. 

Penggunaan handphone yang tidak sebagaimana mestinya merupakan awal dari permasalah munculnya kecanduan anak pada pornografi. Mungkin awalnya tidak sengaja menemukan gambar atau foto untuk orang dewasa, entah berupa iklan atau situs web yang memang memungkinkan memunculkan gambar dan foto seronok pada menu browser atau pencarian. 

Muncullah rasa ingin tahu dan penasaran, maka pada brosing selanjutnya sudah bukan tidak sengaja lagi, melainkan sengaja atau mungkin berharap menemukan gambar, foto atau situs pornografi. Bukan menyalahkan handphone-nya atau kemajuan teknologinya, melainkan prilaku yang menyimpangnyalah yang tidak dapat dibenarkan.

Kita ketahui bersama bahaya kecanduan pornografi pada anak sangat mengkhawatirkan. Jika sudah kecanduan akan terus ingin melihat. Selalu mencari kesempatan untuk mendapatkan apa yang ingin mereka lihat. Bila sudah sekali melihat biasanya tidak mau berhenti untuk melihatnya. Yang lebih berbahaya lagi bahwa pornografi dapat merusak struktur dan fungsi otak. 

Bagian yang paling rusak akibat pornografi adalah fre-frontal cortex(PFC). Kerusakan pada bagian ini menyebabkan seorang anak tidak mampu membuat perencanaan, pengendalian hawa nafsu dan emosi, serta mengambil keputusan dan berbagai peran eksekutif otak sebagai pengendali. 

Bagian PFC inilah yang membedakan manusia dan binatang. Manusia memiliki otak dan PFC sementara binatang hanya memiliki otak saja.

Sebelum membahas bagaimana mencegah dan mengatasi kecanduan pornografi pada anak, ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu ciri-ciri seorang anak yang sudah teradiksi atau kecanduan pornografi. 

Walaupun ciri-ciri yang dimaksud sangat sulit dilihat secara kasat mata, namun dari kebiasaan-kebiasaannya dapat kita curigai bahwa anak tersebut sudah teradiksi atau kecanduan. 

Antara lain adalah: suka menyendiri, berbicara tidak melihat mata lawan bicara, prestasi sekolah menurun, suka berbicara jorok, berperilaku jorok, suka mengkhayal jorok,  suka menonton bila dihentikan akan mengamuk (tantrum), berlama-lama di depan komputer atau handphone dan memasang kunci layar pada handphone.

Dari ciri-ciri diatas dapat kita pahami bagaimana kebiasaan- kebiasaan seorang anak yang dicurigai telah kecanduan pornografi. Bila kita sudah memahaminya mungkin tidak terlalu sulit untuk mencegah dan mengatasinya. 

Pada dasarnya seorang anak sangat mengetahui bahwa apa yang ia lakukan adalah salah, sehingga kegiatan melihat pornografi dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan diam-diam. 

Jika seorang anak sudah mengetahui bahwa kegiatannya itu salah namun ia masih saja melakukannya itu semata-mata karena rasa kecanduan yang sudah melekat dan sulit dihilangkan. 

Namun bukan berarti tidak mungkin. Bisa jadi ia ingin keluar dari lingkaran candu pornografi tetapi bingung atau tidak tahu harus bagaimana, sementara rasa kecanduan terus mengintainya. Disinilah peran orang tua harus dimulai.

Peran orang tua dalam membantu anak keluar dari lingkaran candu pornografi sangat dibutuhkan. Mulailah dengan mendekatkan diri kita pada anak, buka pembicaraan seputar apa yang menjadi kegemaran dan kesenangannya. Ciptakan suasana yang bersahabat. Jauhkan kesan otoriter orang tua kepada anak. Awali pertanyaan yang tidak langsung ke inti permasalahan. 

Tidak membuat kesan mengintrogasi. Sesekali selipkan pujian atas pembicaraan yang sudah berlangsung. Lanjutkan pembicaraan dengan menggiring anak pada inti permasalahan. 

Tidak mengancam karena akan membuat anak tidak jujur. Setelah anak bercerita apa adanya tentang apa yang ia sudah lakukan perihal pornografi, jangan menyalahkan. Boleh menegur setelah anak menerima dan memahami bahwa apa yang ia lakukan itu salah. Baik salah dimata agama, hukum dan norma susila.

Pencegahan mungkin jauh lebih ringan dari pada mengatasi. Pencegahan menjadi terlambat karena banyak orang tua tidak mendeteksi prilaku anak sedini mungkin. Orang tua harus peka dan jeli terhadap tanda-tanda atau ciri-ciri anak yang sedang mengalami kecanduan pornografi. Sehingga kita dapat dengan mudah mengantisipasi dan mencegah anak kearah yang lebih fatal. 

Mulailah dengan memberikan kesibukan kepada anak. Bila kita muslim, ajaklah sholat tepat pada waktunya, berjamaah jauh lebih baik, paling tidak lebih dekat satu sama lain dan pahalanya berlipat-lipat ganda. Tuntun terus anak kita ke jalan yang benar, tingkatkan terus ketaqwaannya sehingga mereka bisa membedakan mana yang baik dan mana yang tidak. 

Orang tua harus terbuka dan menyambut baik setiap pertanyaan yang dilontarkan anak. Jawablah pertanyaan anak sesuai dengan porsi dan kapasitas pemikirannya serta gunakan bahasa yang sesuai dengan usianya. Bentengi anak dengan keimanan, rasa kasih sayang, perhatian dan dukungan.

Memang tidak semudah membalikan telapak tangan, mencegah dan mengatasi kecanduan pornografi pada anak perlu terus menerus dan konsisten. Tidak memberikan ruang pada pikirannya yang mungkin terlintas untuk kembali mencari dan melihat pornografi. 

Oleh karenanya anak terus dibekali ilmu keagamaan, isi hari-harinya dengan kegiatan-kegiatan yang positif sepulang sekolah, seperti mengaji, kegiatan OSIS, karang taruna, bimbingan belajar, les atau kursus dan olah raga.

Orang tua harus punya strategi agar anak tidak kembali kecanduan pornografi dan tidak terpengaruh oleh lingkungannya, angkat ia menjadi duta anti pornografi. Minta ia untuk mengajak teman-temannya menjauhi pornografi. 

Tugaskan ia untuk menyebarkan informasi yang benar kepada teman-temannya bahwa pornografi itu merusak dan salah dimata agama, hukum dan norma. Sematkan didadanya tanggung jawab sebagai penyelamat bagi diri sendiri dan teman-temannya dari bahaya kecanduan pornografi.

Bekasi, 15 Maret 2018

Arief Purnama, S.Pd

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun