Mohon tunggu...
Arief Nur Rohman
Arief Nur Rohman Mohon Tunggu... Guru - Manusia

Pegiat Moderasi Beragama Provinsi Jawa Barat. Menaruh minat pada Pendidikan, Pengembangan Literasi, Sosial, Kebudayaan, dan Pemikiran KeIslaman.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Meneroka Peningkatan Kualitas Pendidikan Kita

18 Januari 2023   17:17 Diperbarui: 18 Januari 2023   17:29 1870
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ulasan Tulisan (Sumber: Dok. Pribadi)

Tahun baru ini awal untuk memulai kembali pembelajaran di semester genap. Setelah sebelumnya menyelesaikan serangkaian kegiatan pembelajaran di semester ganjil. Segala hiruk-pikuk, dinamika,dan fluktuasi prestasi telah dialami siswa. Beberapa di antaranya ada yang mengalami peningkatan prestasi, stagnasi, hingga penurunan prestasi belajar. Namun demikian, masih ada satu semester kedepan untuk memaksimalkan hasil pembelajaran.

Hasil pembelajaran siswa diukur sekurang-kurangnya berdasarkan pada empat kompetensi; Kompetensi sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan. Hal inilah di antaranya yang menentukan sejauhmana siswa tersebut cakap dalam sikap, uggul dalam pengetahuan, dan luwes dalam keterampilan. Lebih jauh, kompetensi ini pula lah yang menentukan peningkatan kualitas pendidikan kita. Meski masih banyak indikator, ukuran penilaian, dan serangkaian variabel lain yang turut serta memengaruhi kualitas pendidikan negeri ini.
 

Namun, rupanya peningkatan kualitas pendidikan kita masih menempuh jalan terjal berliku, masih banyak pula persoalan turunan yang membuntutinya. Berdasarkan hasil Asesmen Nasional pada tahun 2021 menunjukkan bahwa, satu dari dua siswa kita hanya mencapai kompetensi minimun literasi. Satu dari tiga siswa di antaranya sudah mencapai kompetensi minimum untuk numerasi. 

Asesmen Nasional ini mengevaluasi hasil belajar kognitif siswa dalam bidang literasi dan numerasi. Tidak hanya itu, Asesmen Nasional juga mengukur hasil belajar karakter, serta kualitas lingkungan belajar termasuk di dalamnya proses pembelajaran dan iklim lingkungan sekolah. Asesmen Nasional melibatkan 7 juta siswa, 3,9 juta pendidik, dan 285 ribu kepala satuan pendidikan pada jenjang sekolah dasar dan menengah.

Hasil Asesmen Nasional ini memberikan kesadaran penuh bagi kita untuk selalu meningkatkan kualitas belajar siswa, meneguhkan karakter, serta terus mengupayakan lingkungan belajar dan iklim sekolah yang kondusif. Hal ini perlu ditunjang dengan berbagai sumber daya yang mumpuni dan sarana-prasarana yang representatif.

Jika melihat kondisi geografis Indonesia yang teridiri dari beragam kepulauan, maka kita akan melihat dan membayangkan pula bagaimana kondisi dan iklim pembelajaran di daerah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal), rupanya masih menyisakan persoalan, utamanya soal disparitas. Disparitas atau kesenjangan hasil belajar antar wilayah di Indonesia masih cukup tinggi. 

Misalnya, capaian kompetensi minimum dalam bidang literasi siswa SD/sederajat di Pulau Jawa lebih tinggi sebesar 60-70% dibandingkan dengan daerah di luar Pulau Jawa yang kurang dari 30%. Tidak hanya itu, disparitas hasil belajar antar sekolah di tingkat daerah juga cukup variatif. Misalnya, disparitas literasi di beberapa daerah dalam tingkat literasi antara 10% dengan skor tertinggi dan 10% dengan skor terendah mencapai 26-28 poin, atau sekira 2,32 sampai 2,5 kali simpangan bakunya. 

Daerah lain menunjukkan kesenjangan yang lebih kecil, sekira 10 sampai 12 poin (1 kali simpangan baku). Meski demikian, variatifnya kesenjangan antar sekolah, kelompok sosial ekonomi, hingga tingkat gender di setiap daerah memberi harapan bahwa kesenjangan dapat diatasi melalui kebijakan. Lantas, kebijakan seperti apa yang mampu meningkatkan kualitas pendidikan kita? apa saja kualitas pendidikan kita yang perlu ditingkatkan?

Kebijakan Afirmatif-Transformatif
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi yang menggawangi bidang pendidikan harus merumuskan kebijakan yang afirmatif dan transformatif bagi dunia pendidikan di masa mendatang. 

Rancangan kebijakan harus mulai disusun berdasarkan pada prinsip perbaikan kualitas yang didasari pada nilai-nilai luhur bangsa. Kebijakan yang terukur, akuntabel, dan transparan harus mampu menyasar semua spektrum pendidikan dengan keberpihakan sebanyak-banyaknya untuk peningkatan kualitas pendidikan seluas-luasnya.

Prinsip kebijakan yang afirmatif dan transformatif paling tidak harus memenuhi prioritas dan kompetensi yang mendasar bagi kualitas lingkungan belajar siswa. Tidak hanya itu, fleksibilitas dan kontekstualitas diperlukan untuk memungkinkan dan mendorong adanya kemitraan dengan pemerintah daerah, organisasi masyarakat, serta lembaga filantropis lainnya yang memiliki konsentrasi pada dunia pendidikan.

Kebijakan afirmatif dan transformatif dapat diimplementasikan dalam banyak hal guna peningkatan kualitas pendidikan kita, satu di antaranya kontekstulisasi dalam bidang kurikulum. Kurikulum menjadi denyut nadi pembelajaran. Jika denyut nadi ini tidak berdetak, maka mati pula lah pendidikan kita. kurikulum yang transformatif dan kontekstual harus mampu menyesuaikan dengan pembelajaran dan kebutuhan siswa, termasuk di dalamnya mampu merespon zaman dan kebutuhan sumber daya di masa depan. Kurikulum pula harus mampu bertransformasi bagi pemenuhan kekayaan pengetahuan yang di dalamnya memuat pembelajaran ekologis, multikulural, dan pembelajaran interdisipliner.

Pemerintah tengah memantapkan diri untuk mengimplementasikan kurikulum merdeka pada pembelajaran kedepan. Namun saya kira, implementasi kurikulum merdeka lebih menyasar pada guru-guru yang memiliki serangkaian kompetensi yang mumpuni. Kurikulum merdeka belum mampu memerdekakan diri bagi guru-guru yang belum memiliki kompetensi. Bagaimana mungkin kemerdekaan kurikulum tercapai bila kemerdekaan guru tidak mampu terpenuhi.

Meski demikian, perubahan paradigma demi peningkatan kualitas pendidikan kita menjadi hal yang niscaya. Namun perlu kita garis bawahi, persoalan kebijakan ini kadangkala masih terdapat kesenjangan antara kebijakan yang ditelurkan pemerintah dengan praksis di lapangan. Oleh karenanya perlu menciptakan kontrak sosial yang inklusif dan memerhatikan prinsip fleksibilitas sehingga dapat diimplementasikan dan direplikasi hingga ke seluruh tingkat satuan pendidikan.

Menimbang Kualitas Pendidikan
Peningkatan kualitas pendidikan bangsa kita menjadi hal yang mutlak jika tidak mau digerus zaman. Perubahan paradigma dalam pembangunan kualitas pendidikan pula menjadi satu keniscayaan yang tidak bisa kita hindari. Oleh karenanya lembaga pendidikan baik formal, non-formal, dan informal harus mengubah cara pandang dan mendasarinya dengan paradigma baru yang mampu merespon perubahan. Lalu, apa saja kualitas pendidikan yang mesti kita tingkatkan? Mari kita meneroka sekaligus menimbang sejauhmana peningkatan kualitas pendidikan kita.

Berdasarkan kajian Rencana Program Jangka Panjang Nasional 2025-2045 Kementerian PPN/ Bappenas menentukan isu strategis pendidikan serta menyusun kualitas pendidikan yang perlu ditingkatkan. Sekurang-kurangnya ada empat hal yang menjadi perhatian utama.

Pertama, peningkatan sumber daya manusia yang memiliki keterampilan Abad 21. Adapun tipe keterampilan tersebut adalah mampu menyelesaikan masalah/ problem solving. Hal ini dapat dilihat dari sejauhmana siswa mampu berpikir kiritis-analitis, inovatif, mampu menyelesaikan masalah kompleks, kreatif dan inisiatif. Tidak hanya itu, keterampilan abad 21 ini ditandai dengan mampu melakukan manajemen diri antara lain dengan pembelajaran aktif, dan memiliki daya lenting/ resiliensi, toleransi dan fleksibilitas. Keterampilan abad 21 ini juga salah satu indikasinya cakap menggunakan dan mampu mengembangkan teknologi.

Kedua, peningkatan kualitas pendidikan dalam segi proporsi siswa yang memiliki ambang batas minimum dalam tes PISA. Dalam 12 tahun terakhir atau sekira dari tahun 2006-2018 skor PISA siswa kita mengalami stagnasi. Hal ini dapat dilihat berdasarkan tiga indikator skor; membaca, matematika, dan sains. Skor membaca siswa kita paling tinggi 46.50 pada tahun 2009, tahun-tahun berikutnya terjadi penurunan hingga mencapai 30.10 pada 2018. Skor matematika siswa kita paling tinggi 34.20 pada tahun 2006, dan di tahun 2018 mencapai 28.10. Tidak kalah menarik, skor sains tertinggi siswa kita mencapai 44.50 pada tahun 2015, dan 40.00 pada tahun 2018. Hal inilah kiranya yang menjadi perhatian utama untuk peningkatan kualitas pendidikan mendatang.

Ketiga, Kualifikasi Guru. Guru menjadi elemen penting dalam peningkatan kualitas pendidikan. Semakin rendah kualifikasi guru, maka akan semakin rendah pula kualitas pendidikan kita. Berdasarkan data terakhir, kualifikasi guru S1 sudah mencapai lebih dari 65%. Berdasarkan jenjang pendidikan, kualifikasi guru S1 paling banyak pada jenjang SMA sebesar 97,72%, kemudian diikuti SMP 95%, SMK 94,80%, SLB 91.87% dan SD 90,76%. Jenjang TK masih kurang dari 70% kualifikasi guru S1. Tak luput dari perhatian kita, LPTK sebagai produsen pendidik harus terus mengupayakan peningkatan kualifikasi pengajar untuk menghasilkan guru yang bermutu.

Keempat, Sertifikasi Guru. Peningkatan kompetensi guru melalui sertifikasi guru harus terus diupayakan. Hal ini untuk menunjang profesionalisme guru dan menunjang pembelajaran yang beragam. Namun rupanya, tenaga pendidik kita kurang dari 50% belum memiliki sertifikasi atau lebih dari 50% lainnya belum sertifikasi. 

Utamanya bagi guru TK, masih 27.07% yang sudah tersertifikasi. Paling banyak guru SMA sebesar 48.64% sudah tersertifikasi. Rupanya tidak hanya itu, persoalan sertifikasi guru mengalami persoala turunan. Berdasarkan hasil Uji Kompetensi Guru Nasional, rata-rata skor yang diperoleh guru sebesar 56,69. Jika dibandingkan dengan guru jenjang pendidikan lainnya, guru SD memeroleh skor paling kecil 54,33 disusul dengan guru SLB 53,78. Artinya, peningkatan kompetensi guru harus terus dilakukan guna meningkatkan kualitas layanan pendidikan kita.

Kualitas pendidikan kita ditentukan oleh sejauhmana spektrum pendidik mampu merespon dunia yang begitu cepat. Kondisi inilah yang mengharuskan percepatan pembangunan dan peningkatan kualitas pendidikan menjadi hal yang mutlak dilakukan. 

Oleh karenanya hal yang paling urgen dari peningkatan kualitas pendidikan kita adalah kemampuan manusia dalam menghadapi perubahan, mampu mempelajari hal baru, adaptif, dan memiliki mentalitas utuh dalam berbagai situasi. Dengan dasar inilah, sejatinya peningkatan kualitas pendidikan sudah saatnya memfokuskan diri pada penguasaan kecakapan hidup yang memiliki daya lenting tangguh, serta karakteristik yang kukuh ketimbang sekadar pemberian keterampilan teknikal-parsial
***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun