Meski secara aturan fiqh-legalistik hal ini sah saja menjalankan puasa tanpa melaksanakan sahur. Oleh karena itu, tradisi obrog-obrog memiliki peran untuk meminimalisir masyarakat untuk tidak meninggalkan ibadah sahur selama bulan Ramadan.
Kedua, Obrog-obrog sebagai laku ibadah sosial-kolektif-mutualistik. Obrog-obrog mampu memainkan perannya sebagai bentuk tradisi yang mengandung banyak dimensi. Salah satu dimensi yang dibawa tradisi Obrog adalah bentuk ibadah sosial-kolektif. Bagaimana ibadah ini menjelma?Â
Selama Ramadan, tradisi obrog ini terus dilakukan oleh masyarakat. Mereka berkeliling dari satu dusun ke dusun lain, bahkan dari kampung ke kampung lain. Tujuan dari mengelilingi kampung ini untuk membangunkan masyarakat melaksanakan sahur dengan tabuhan, musik, sesekali diiringi tarian.
Sebagai bentuk terima kasih karena dibangunkan sahur oleh tim obrog-obrog, masyarakat berinisiatif untuk memberikan sejumlah uang, penganan, bahkan hasil panen kepada para penabuh obrog-obrog.Â
Hal inilah yang menjadi satu bentuk ibadah sosial-kolektif-mutualistik yang dibangun tradisi obrog. Tradisi obrog mampu memberi ruang seluas-luasnya bagi masyarakat dalam beribadah. Baik berupa ibadah ritual (sahur) maupun ibadah sosial (memberi sedekah) kepada tim obrog.
Oleh karena itulah, tradisi obrog mampu menjadi satu pola relasi yang mempunyai titik hubung dengan ibadah dan ritual. Obrog-obrog juga mampu mengkristal sebagai satu bentuk refleksi, penghayatan terhadap pesan keagamaan, serta menjadi arus pertemuan antara budaya, tradisi, dan agama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H