Dalam buku ini, pembaca akan banyak menjumpai alusi/ sindiran sekaligus kritik yang dilayangkan penulis terhadap pengalaman kehidupan beragama umat muslim di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
Pertama,“Baby Ingin Masuk Islam”. Dalam cerita ini, penulis secara ekspilist memberikan sindiran soal sikap ekslusivitas dalam beragama. Sebagian umat beragama cenderung ekslusif dan menghalangi/ menentukan siapa yang boleh dan tidak boleh masuk agama tertentu. Tidak hanya itu, seringkali kita lihat mayoritas umat beragama melakukan tindakan kekerasan terhadap agama lain. Melakukan persekusi terhadap penghayat kepercayaan, dan pengrusakan rumah ibadah.
Kedua, “Pertanyaan Malaikat”. Cerpen ini menceritakan tentang seorang laki-laki yang separuh hidupnya rajin mengikuti pengajian. Tokoh tersebut juga ditampilkan fasih dalam bahasa Arab, serta saleh ritual-individual yang menjadikan dirinya yakin mampu menjawab setiap pertanyaan yang diajukan malaikat. Dalam judul ini, pembaca menangkap pesan tentang pentingnya mempunyai sikap kepedulian sosial, empati terhadap sesama, dan keluhuran akhlak. Beberapa sikap inilah yang dapat menyelamatkan/ memudahkan mayit menjawab pertanyaan malaikat. Cerpen ini juga bisa dimaknai sebagai kritik terhadap Arabisasi.
Ketiga, “Tanda Bekas Sujud”. Ini menjadi satu sindiran dan kritik yang cukup serius yang dilayangkan penulis terhadap aksi para “penjaga moral” yang merugikan penjual di bulan Ramadan. Melakukan tindak kekerasan terhadap sesama umat beragama, dengan dalih kesucian dan menghormati umat lain yang sedang berpuasa.
Beberapa hal inilah kiranya yang mampu ditangkap secara gamblang oleh pembaca. Selain itu, banyak juga isu-isu lain yang menjadi sorotan penulis. Seperti: poligami, penyebaran radikalisme, feminisme, sampai tindakan bodoh dalam perilaku beragama.
Namun yang paling penting, saya kira penulis mampu melihat wajah Islam dengan penuh keteduhan, murni, indah, jujur, cair dan tanpa paksaan. Tanpa dipolesi dengan apapun, Ia didekati dengan cara kritis-humoris.
Oleh karena itu, sudah sepatutnya keberagamaan kita dihayati dan dijalani dengan penuh relaksasi. Dalam hal ini menjalankan keyakinan ajaran agama dengan penuh keteduhan, ramah, toleran. Bukan sebaliknya, wajah keberagamaan kita ditampilkan dengan ujaran kebencian, kemarahan, dan kegarangan.
Relaksasi beragama bisa menjadi satu alusi sekaligus kritik atas kejumudan satu ajaran melalui satir, humor, dan sastra. Dengan alasan itulah Al-Quran diturunkan dengan bahasa sastrawi yang luhur, multitafsir, multiinterpretasi, dan alegoris yang kontekstual. Untuk menjadikan ajaran keagamaan mampu didekati dengan banyak pemikiran, keluasan makna, keluhuran sikap dan akhlak.
***
ISLAMISME MAGIS adalah satu terminologi untuk menjelaskan fiksi yang berakar dari tradisi, mitologi, keseharian hidup berIslam yang lekat dengan hal-hal gaib dalam dunia kaum pemercaya. Islamisme Magis ini diperkenalkan pertama kali oleh Feby Indirani dalam satu kumpulan cerpennya yang berjudul “Bukan Perawan Maria” (2021).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H