Mohon tunggu...
Arief Nur Rohman
Arief Nur Rohman Mohon Tunggu... Guru - Manusia

Pegiat Moderasi Beragama Provinsi Jawa Barat. Menaruh minat pada Pendidikan, Pengembangan Literasi, Sosial, Kebudayaan, dan Pemikiran KeIslaman.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Kemerdekaan Keyakinan yang Setara: Sebuah Ringkasan

6 November 2021   07:23 Diperbarui: 6 November 2021   08:39 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Narasumber tengah mendedah soal kemerdekaan keyakinan (Sumber: Dok. Pribadi)

INDONESIA memiliki beragam suku, budaya, bahasa, dan agama. Indonesia menjadi rumah bersama bagi pemeluk agama dan keyakinan yang berbeda. Namun hari ini, kondisi bangsa kita mengalami satu tantangan kehidupan keberagamaan yang cukup serius. Hal ini ditandai dengan maraknya intoleransi, tragedi persekusi terhadap mereka yang memiliki keyakinan berbeda, serta perlakuan yang tidak adil dan setara terhadap penganut agama lain.
Moderasi Beragama Webinar Series Ke-27, yang diselenggarakan oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan CONVEY Indonesia (5/11) kali ini membahas soal “Kemerdekaan Keyakinan yang Setara”. Menghadirkan Bapak Sukidi, Ph.D sebagai narasumber. Sukidi adalah seorang pemikir, pembaharu, Islam dan Kebinekaan, Alumni Harvard University.
Dalam diskusi pembukanya, Sukidi mengurai makna persekusi. Persekusi dalam pengertiannya, dimaknai sebagai “noda hitam” yang menoreh kehidupan kita sebagai bangsa dan negara. Persekusi dalam pengertian lain, sebagai bentuk intervensi internal terhadap setiap keyakinan yang dianut oleh warga. Oleh karena itu, setiap bentuk intervensi internal atas kedaulatan keyakinan yang dianut oleh warganya adalah tindakan persekusi.
Fenomena intoleransi dan persekusi adalah dua fenomena yang memperburuk kondisi bangsa kita sebagai bangsa yang religius. Hal ini pun sekaligus memperkeruh dan mengoyak kerukunan antar umat beragama. Mesti kita sadari bersama bahwa kondisi ini bagian dari kelemahan kita dalam berbangsa dan bernegara. Sukidi mengajak kepada khalayak untuk mulai berpikir tentang impian bagi bangsa Indonesia, yang menjunjung tinggi kemerdekaan keyakinan; adil, setara, dan komprehensif.

Narasumber tengah mendedah soal kemerdekaan keyakinan (Sumber: Dok. Pribadi)
Narasumber tengah mendedah soal kemerdekaan keyakinan (Sumber: Dok. Pribadi)

Tiga nilai kemerdekaan keyakinan tersebut menjadi satu tesis yang diyakini oleh Sukidi, menurutnya: “setiap warga negara memperoleh hak dan kemerdekaan keyakinan yang setara, absolut, komprehensif”. Tesis ini menunjukkan bahwa, kemerdekaan keyakinan adalah is given to all human being, to all Indonesian citizens.” Kemerdekaan keyakinan adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar. Kemerdekaan keyakinan adalah pemberian langsung kepada semua manusia dan semua warga Indonesia terlepas dari suku, agama, latar belakang. Mereka berhak memperoleh kebebasan yang penuh, setara, dan komprehensif/ universal.
Selain itu, Sukidi banyak mendedah soal hakikat kemerdekaan dan kesetaraan. Di tengah pemaparannya, Sukidi berujar: “Sejatinya kemerdekaan keyakinan adalah hak naluri setiap manusia. Oleh karena itulah, orang yang memaksakan kehendak dan keyakinan terhadap  orang lain adalah mereka yang menentang sekaligus melakukan pengkhianatan terhadap titah Tuhan, amanah konstitusi, dan Kemanusiaan.”
Di akhir pemaparannya, Sukidi memberikan satu strategi sekaligus menjawab pertanyaan Prof. Jamhari kaitan dengan“Kutukan Kebinekaan”. Kutukan kebinekaan dapat terjadi manakala kita sebagai anak bangsa tidak terlibat aktif dalam merayakan kebinekaan, menggelorakan pentingnya keragaman, dan kemajemukan.
Tiga hal yang bisa dilakukan dalam menghindari kutukan kebinekaan; Pertama, mengingat kembali/ merefleksi/ menggelorakan memori kolektif sebagai bangsa. Memori kelektif ini sebagai contoh dapat merujuk pada peristiwa Sumpah Pemuda 1928, yang menggelorakan semangat persatuan dalam bingkai; tanah air, bangsa dan bahasa.  
Kedua, semboyan dalam berbangsa harus digelorakan. Hal ini bisa dilakukan dengan cara merefleksikan “Bhineka Tunggal Ika” yang diikat oleh satu kesatuan yang utuh sebagai bangsa, sikap negarawan. Ketiga, pentingnya mengikat komitmen dan pembaruan terhadap dasar ideologi pancasila. Pancasila harus tampil untuk menyatukan setiap elemen masyarakat. Merangkul semua ideologi yangg berbeda, dan memberikan satu payung persatuan, kemanusiaan, kebersamaan, gotong royong yang mengayomi semua warga negara.

(Judul diambil berdasarkan Tema diskusi dalam Moderasi Beragama Webinar Series Ke-27 yang diselenggarakan oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan CONVEY Indonesia. Jumat, 5 November 2021.)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun