Salah satu point rumusan Sumpah Pemuda antara lain adalah menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.Â
Penggunaan bahasa di ruang publik sudah sepatutnya terucap dan terlontar dengan berbahasa yang santun, meneduhkan dan membawa harmoni bagi pendengar dan pembaca sekalian.
Ruang publik kita, tidak lagi diisi dengan komentar kotor para warganet yang berseberangan dengan paham yang berlainan.Â
Jika hal ini diteruskan, maka seolah kita mempunyai genetika dan ekspresi kebahasaan yang kurang santun dan mewariskannya pada generasi mendatang.
Ke depan kita akan menghadapi bonus demografi, Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah pemuda di Indonesia sebanyak 64,19 juta jiwa atau 24,02% dari total penduduk. Satu dari empat orang di Indonesia, di antaranya adalah pemuda.Â
Jika hal ini tidak dikelola dengan baik, maka bonus demografi yang dihadapi oleh produktifitas pemuda menjadi bumerang bagi bangsa kita.
Sebagai generasi penerus bangsa, para pemuda diharapkan mampu dan memiliki berbagai kompetensi penunjang kondisi masa depan yang sulit diprediksi.Â
Karakter yang kuat, jiwa patriotisme, keluasan pengetahuan, keterampilan berbahasa yang santun adalah modal bagi kita dalam membuka kunci keberhasilan bonus demografi yang akan kita hadapi bersama.
Oleh sebab itulah, kiranya sumpah pemuda tidak hanya diperingati sebagai momentum sakral dan peristiwa sejarah yang kita terus kenang bersama, akan tetapi menjadi spirit dan semangat kita dalam keseharian. Menjadikannya sebagai modal utama dan penunjang dalam mengisi kemerdekaan bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H